Saturday, April 13, 2013

Mewaspadai Sikap Rejim Represif ala orba di balik RUU ormas

Minus berita RUU ormas di media Indonesia dibandingkan berita KKN dan kondisi carut marut dunia perpolitikan di Indonesia bukan berarti RUU ormas tanpa polemik, bagi mereka yang kritis tentang hal ini. Bagi mereka yang kurang kritis, bisa jadi menganggap RUU ormas sebagai hal remeh yang tak perlu di fikirkan sampai pusing tujuh keliling. Di balik pihak yang pro RUU ini, banyak juga ormas yang menolak RUU ini. diantaranya : ormas-ormas Islam, koalisi akbar masyarakat sipil Indonesia (KAMSI), koalisi perjuangan hak sipil dan buruh (KAPAK), federasi serikat pekerja metal Indonesia ( FSPMI), komisi untuk orang hilang dan korban tiindak kekerasan (KONTRAS), IMPARSIAL, pusat studi hukum dan kebijakan (PSHK), Elsam dan LSM. ADA APA DIBALIK RUU ORMAS? Bagi yang mencermati isi RUU Ormas ini, akan melihat ada draft pasal karet yang menuai kontroversi dan mengancam kebebasan untuk bersikap kritis kepada penguasa. Diantara pasal tersebut: 1. Unsur pemaksaan pancasila dan UUD 1945 sebagai asas tunggal utama dan pertama melebihi asas yang mencirikan karakter ormas Draft pasal 2 : "Asas ormas adalah pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945, serta dapat mencantumkan asas lainnya yang tidak bertentangan dengan pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945" Ini merupakan langkah mundur ke belakang dan penghkianatan terhadap reformasi yang menelan banyak korban jiwa. Ini juga mengingatkan pada trauma kita, akan sikap represif rejim orde baru terhadap sikap kritis rakyatnya. 2. Definisi ormas dalam draft pasal yang mencakup semua elemen di masyarakat (kecuali parpol dan organisasi sayap parpol yang dikecualikan dalam pasal 4) beserta ketentuannya akan menjadikan pemerintah sangat berkuasa terhadap ormas, dan ini bisa menjadi pasal karet untuk mengontrol dan mengawasi dinamika sikap kritis masyarakat kepada penguasa agar sejalan dengan keinginan rejim yang berkuasa. Draft pasal yang mendefinisikan " Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan pancasila " Selain itu syarat administratif untuk mendapatkan surat keterangan terdaftar (SKT) bagi ormas tidak berbadan hukum bisa dijadikan sebagai alat 'memaksa' ormas agar sesuai dengan keinginan pemerintah. Draft pasal tersebut (61) : " Ormas dilarang melakukan kegiatan apabila tidak memiliki surat pengesahan badan hukum atau tidak terdaftar pada pemerintah ". Terdaftar pada pemerintah itu buktinya SKT. SKT bukan sekedar bukti surat keterangan terdaftar tetapi juga surat ijin. Artinya, 'silahkan membentuk ormas dan menjalankan aktivitas sebagai ormas asal diijinkan oleh pemerintah'. 3. RUU ormas memuat sejumlah larangan (pasal 61) yang bersifat multi tafsir dan standard serta kriterianya belum jelas. Larangan dalam draft pasal 61 (2)a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan..d. melakukan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum; dan larangan lainnya, apa standard, kriteria, tingkatannya, semuanya belum jelas. Ini bisa jadi pasal karet sebab standard, kriteria, penafsiran, dan implementasinya tergantung pada selera pembuat undang-undangnya. Larangan dalam draft pasal 61 (3)c. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak manapun tanpa mencamtumkan identitas yang jelas. Dengan larangan ini, yayasan yatim piatu, pembangunan masjid dan sarana sosial, organisasi pada umumnya, dan semua yang tercakup dalam definisi ormas tak boleh menerima sumbangan dari orang yang hanya menulis identitasnya 'hamba Allah', dsb.. Peluang untuk membuka sikap represif rejim ala orba semakin terasa manakala ada ancaman sanksi ketika terjadi pelanggaran; mulai dari surat peringatan tertulis, penghentian bantuan/hibah, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan SKT untuk ormas tidak berbadan hukum atau ormas berbadan hukum. Hanya pembubaran ormas berbadan hukum yang harus berdasarkan keputusan pengadilan. Sementara pencabutan SKT, pemerintah hanya wajib meminta pendapat hukum dari MA. Pencabutan SKT pada dasarnya adalah pelarangan, sebab ormas yang tak punya SKT dilarang beraktivitas (pasal 61 ayat 6). BAHAYA RUU ORMAS Jika RUU ormas ini gol jadi UU, maka akan menjadi ujian/cobaan berat khususnya bagi orang-orang beriman untuk bersikap kritis dan beramar ma'ruf nahi munkar kepada sesamanya termasuk aktivitas muhasabah mereka kepada penguasanya. Maka bagi para pembuat RUU ini dan siapapun yang terlibat di dalamnya, hendaklah segera bertaubat pada Allah dan mengurungkan niatnya untuk menimpakan cobaan berat kepada saudaranya sesama muslim atau Allah akan benar-benar menimpakan ancamanNya kepada mereka, " Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan berat kepada orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azhab jahannam dan bagi mereka azhab neraka yang membakar " (Qs. al buruj : 10). Cukuplah ayat Allah ini sebagai peringatan keras bagi manusia, khususnya kita, umat islam

No comments: