Tuesday, February 26, 2008

MeNhan AS DaTaNg ke InDoNeSia InCar SeLat MaLaKa

Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Gates berkunjung ke Indonesia salah satunya bertujuan membahas keamanan Maritim di Asia Tenggara. Disinyalir, kedatangan Gates juga untuk melobi Indonesia agar memperbolehkan AS menggelar kekuatan militernya di Selat Malaka.

"Jika kunjungannya terkait persoalan keamanan maritim di Asia Tenggara, tentunya ini lobi AS, agar Indonesia bisa lebih terbuka terhadap keinginannya membuka pangkalan di Selat Malaka," ujar pengamat politik internasional Universitas Indonesia, Nurani Chandrawati saat dihubungi, Senin (25/2).
Menurutnya, saat ini AS bernafsu untuk terlibat dalam penjagaan keamanan di Selat Malaka. Sebab, Selat Malaka adalah jalur terpedek dan termurah bagi pengapalan minyak mentah dari Timur-Tengah ke negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan yang notabene adalah sekutu AS. Negeri Paman Sam itu khawatir, lemahnya keamanan di Selat Malaka dimanfaatkan oleh kelompok teroris.

"Selat Malaka adalah jalur perdagangan penting. AS ingin terlibat dalam penjagaan keamanan di Selat Malaka dari piracy terrorism. Karena Amerika khawatir keamanan energi mereka diganggu di Selat Malaka," terangnya.

Demikian, Nurani berharap pemerintah Indonesia dapat menolak keingingan AS itu karena keberadaan militer AS di Selat Malaka akan mengganggu kedaulatan NKRI. Jika AS memang ingin terlibat menjaga keamanan di Selat Malaka, sebaiknya perhatian itu dituangkan hanya sebatas bantuan bukan keberadaan pasukan.

"Indonesia sebaiknya menolak permintaan AS itu, dan melibatkan keberadaan AS dalam taraf yang minimal, seperti hanya membantu sebatas peningkatan kemampuan alat persenjataan dan kapal patroli, itu tidak apa-apa," ujar Nurani.

Keinginan AS untuk lebih terlibat dalam pengamanan di Selat Malaka juga terkait dengan tawaran Inisiatif Keamanan Proliferasi (Proliferation Security Initiative/PSI) yang disodorkan negara adidaya itu.

Indonesia sendiri belum memutuskan untuk menandatangani proposal yang pertama kali ditawarkan AS melalui Menteri Luar Negeri Condoleza Rice saat berkunjung ke Jakarta beberapa waktu lalu.

Jika ikut menandatangani kerja sama itu, artinya Indonesia mengizinkan AS dan negara sekutu memeriksa kapal laut negara manapun di lautan lepas. Dalihnya adalah untuk mencegah penyebaran senjata pemusnah massal, baik biologi, kimia, atau nuklir, dan menangkal aksi terorisme.

"Saat ini sudah 10 negara menandatanganinya, termasuk Singapura," pungkas Nurani. [oke]


P.S kita juga layak bertanya,'apa ada kaitan antara pemangkasan anggaran pertahanan RI dengan pembelian 6 pesawat tempur AS F-16 seharga 30 juta $/unit dalam jangka 5 tahun mulai tahun depan(dan sangat kontroversial)dengan kunjungan Robert?'.tentu kunjungan ini sangat terkait dalam semua bidang.selain dalam rangka meneruskan kebijakan 'war on terrorism'nya bush,saya kira ini juga ada kaitan kebangkrutan ekonomi global yang dialami si kapitalis AS di negerinya sendiri...

yups,untuk recovery ekonomi kapitalis AS,dia akan berulah segala cara untuk me
ncapai salah satu tujuan kapitalisme penjajah i.e.Gold,selain glory dan gospel.ujung2nya,kita negara dunia ketiga alias negara mundur yang kena imbas ulahnya.lalu, kapan pemerintah RI berpihak pada rakyatnya bukan negara penjajah?di mana nasionalisme yang mereka gembar gemborkan?di mana konsekuensi mereka mempertahankan NKRI(yang selama ini justru 'khilafah'lah yang mereka tuduh sebagai biang keributan dan pemecah belah NKRI)?realitasnya penguasa muslim akan selalu berpihak pada imperialis selama mereka ridho dengan demokrasi sistem kufur sebagai pengatur hidup dunia mereka(tapi tidak dengan akhirat mereka).mereka tak lebih dari pengkhianat umat dan bangsa sendiri.

GuRu BeSar IAIN : RaWan KoNflik, PenDirian NeGaRa IsLam TaK PerLu

Pendirian negara Islam saat ini tidak memungkinkan dan tidak per1u. Hal ini disebabkan sudah eksisnya sistem tatanan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim di dunia. Jika diganti akan berpotensi menimbulkan konflik.

Guru Besar bidang Sejarah Peradaban Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang Muslich Shabir, mengatakan hal itu seusai pidato pengukuhan dirinya di Kampus IAIN Walisongo, Semarang, Kamis (21/2). "Di masyarakat yang majemuk seperti sekarang ini, ide pendirian negara Islam rawan menimbulkan konflik" ujarnya.

Apalagi, lanjut Muslich, jika kembali menengok sejarah, peranan khilafah Islamiyah (sistem negara Islam) sejak dihapuskan pada abad ke-18 sudah tidak efektif. Fungsi khalifah (pemimpin) saat itu tidak lebih hanya sebagai tokoh spiritual saja," ungkapnya.

Jika negara-negara sepakat mendirikan khilafah, maka negara itu akan berubah menjadi semacam negara bagian atau disebut provinsi karena pemerintah pusat hanya ada satu di bawah pimpinan khalifah.

"Dalam konteks negara kita, NKRI merupakan hasil kesepakatan seluruh komponen bangsa termasuk umat Islam yang mayoritas. Bentuk NKRI merupakan upaya final, jadi, tidak perlu didirikan 'negara' lain menggantikan NKRI," ujar Muslich seperti dalam pidato pengukuhan dirinya.

Untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat Islam, yang menurut Muslich, lebih baik disalurkan melalui lembaga yang sudah ada, yaitu Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun, Muslich juga mengakui jika OKl kurang OKI berfungsi optimal. Hal ini disebabkan OKI sarat kepentingan politik masing-masing anggotanya.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor IAIN Walisongo, Semarang, Prof Dr Abdul Djamil, mengatakan, jika untuk mengganti Pancasila dengan sistem khilafah - Islamiyah adalah hal yang tidak perlu dilakukan. Pancasila menjadi dasar negara sudah bisa mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat yang majemuk.

"Lebih baik lembaga yang sudah ada yaitu OKI, yang perlu dioptimalkan," ujar Djamil.[kompas]