Friday, July 30, 2010

Ramadhan Kali Ini-Rencanakanlah


Termenung sambil melihat kalender. Wah, ternyata sudah Sya’ban!Ramadhan seolah sudah mengetuk di depan pintu.

Sebagaimana hampir semua ibu di negeri muslim berbagai kesibukan terbayang di depan mata. Di negeri ini, Ramadhan identik dengan: Harga naik (sekarang-pun harga cabai sudah menggila), beli baju baru, undangan buka puasa bersama, bagi-bagi zakat, dan...pulang kampung. Hampir semua bayangan tersebut lebih mewakili kebutuhan Idul Fitri yang memang harus dipenuhi di bulan Ramadhan (akhir) daripada tentang Ramadhannya sendiri.

Sadar atau tidak, ternyata kita di Indonesia jauh lebih mementingkan Idul Fitri daripada Idul Adha, dan bahkan lebih mementingkan Idul Fitri tinimbang Ramadhannya sendiri.

Sebagai momen pencapaian derajat Taqwa, Ramadhan adalah saat-saat penting yang sangat spesial bonusnya. Pahala di bulan suci ini semuanya dilipat-gandakan. Segala ketatnya larangan saat berpuasa seolah ingin diganjar mahal oleh Allah SWT. Segala macam keutamaan bulan suci Ramadhan dan Shaum Ramadhan sangat mudah kita temukan rujukan hadits-nya. Seolah Nabi Muhammad Saw tak henti-hentinya mengajak ummatnya memanfaatkan bulan penting ini untuk meraih keutamaan.

Khusus bagi kita muslimah, dan juga bagi keluarga muslim, sebenarnya apa saja yang dapat kita kejar untuk meraih segala keutamaan tersebut?

Rencanakanlah Ramadhan keluarga anda.

Ya, rencanakanlah. Jangan biarkan anda bersusah payah merencanakan Idul Fitri dengan segala kemewahannya tapi bahkan tidak memikirkan bagaimana Ramadhan akan dijalankan.

Sebenarnya, keseluruhan hidup kita seharusnya kita rencanakan dengan baik. Bukan dengan rencana tentang karir, pangkat atau jumlah harta, atau bahkan jumlah keturunan; Tetapi tentang bagaimana kita memprogram diri kita untuk menjadi semakin taqwa.

Ramadhan kali ini biarlah menjadi saksi di hadapan Allah SWT kelak bahwa anda dan keluarga sudah memulai perencanaan ini.

Rencanakanlah berbagai program untuk diri sendiri dan keluarga.

Program-program seperti apakah yang dapat anda gelar atau rencanakan? Berikut ini ada beberapa contoh:

Bagi keluarga kecil dengan anak balita, maka program tilawah, baik mendengarkan maupun membaca Al-Qur’an bersama-sama, merupakan program yang mudah untuk direncanakan. Tilawah Al Qur’an yang diperdengarkan merupakan salah satu Sunnah Nabi Saw. Konon beliau sering meminta para sahabat tertentu untuk khusus membacakan Al Qur’an untuk beliau (Saw). Jika Nabi yang mulia saja begitu inginnya untuk mendengarkan Al-Qur’an, mengapa kita tidak? Bagi kita, membiasakan si kecil sejak masih belia untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat suci merupakan pelajaran penting. Buatlah suasana menyenangkan sebelum program ini dilaksanakan, kemudian perlihatkanlah sikap tenang sepanjang acara berlangsung. Lakukan setiap hari pada jam-jam yang terpilih sesuai tenangnya suasana rumah dan saat mereka (atau dia) masih terjaga. Anda mungkin tak akan melihat hasilnya dengan segera, apalagi jika buah hati anda masih sangat kecil. Namun yakinlah, apapun yang dibacakan akan segera menembus relung hati insani miliknya dan kelak (Insya Allah) akan menunjukkan pengaruhnya yang kuat. Jiwa yang fitrah tak akan mengingkari kebenaran, dan Al Qur’an adalah suara kebenaran.

Program lain yang mungkin bermanfaat dan menarik bagi balita yang sudah mengerti tontonan adalah pembacaan cerita -baik berupa kisah sahabat Nabi Saw atau sirroh NabiSaw- Mendidik melalui kisah-kisah termasuk akan meninggalkan bekas mendalam. Kadang ada stasiun televisi yang mempunyai program film seperti ini. Anak-anak kami yang kini sudah remaja dan menikah, selalu masih mengingat program seperti ini yang pernah ditayangkan sebuah stasiun televisi sekitar 6 tahun yang lalu. Bahkan gambaran ceritanya masih membekas dan mempengaruhi sampai sekarang. Pemahaman mereka tetang kisah-kisah Islami tersebut benar-benar terbentuk, dan memang tetap harus didampingi agar tidak salah mengerti. Jika tak ada program seperti itu di televisi, maka buatlah sendiri dengan cara mengkoleksi vcd semacam itu dan putarkanlah secara berseri di jam-jam tertentu. Jika gemar mendongeng, bahkan mungkin saja anda atau suami yang melakukannya untuk mereka.

Bagi anak-anak yang sudah remaja, maka program yang kami sebut dengan ”muhasabah berhadiah” dapat menjadi alternatif. Muhasabah secara harfiah berarti ”menghitung diri”. Di sini maksudnya adalah sebuah catatan evaluasi harian akan aktivitas selama sebulan.

No. Tahun/Bulan: Tanggal
Kegiatan: 1 2 3 4 5 dst
1 Shaum Sunnah 1X / bulan ...
2 Istigfar 30X / hari ...
3 Olahraga 10 Menit / hari ...
4 Membaca Al-Quran 1/4 Juz / hari
5 Qiyamullail 1X / pekan
6 Infaq berapapun 1x / hari (pagi hari)
7 Sholat Dhuha 3x / pekan
8 Membaca buku Islam 1 buku / bulan
dst dst

Misalnya: shaum ramadhan, shalat tarawih, sholat sunnah, tilawah dan lain-lain. Setiap aktivitas dibuatkan target minimalnya atau maksimalnya, kemudian dihitung pencapaiannya dalam 1 bulan. Keseluruhan muhasabah tersebut dievaluasi di akhir Ramadhan kemudian diberi hadiah sesuai kesepakatan. Bagi remaja masih banyak lagi program Ramadhan yang secara kreatif diselenggarakan oleh berbagai pihak. Hanya saja kami menganjurkan agar program muhasabah ini tetap diadakan di rumah guna mengikat hati si remaja dengan keluarganya.

Yang dapat direncanakan juga di bulan suci penuh berkah ini adalah buka puasa bersama dengan keluarga besar. Misalnya dari pihak ayah 1 kali dan pihak ibu satu kali. Fungsinya untuk mendekatkan dengan keluarga besar. Lebih bagus lagi jika di tambah dengan siraman rohani. Sesuaikanlah dengan usia mayoritas anggota keluarga besar, misalnya jika mayoritas remaja maka pilih penceramah yang mengerti remaja dan seterusnya.

Kemudian yang terakhir yang tak kalah penting, kalau tidak bisa dikatakan yang paling penting bagi anda sendiri adalah program atau rencana bagi diri sendiri. Merencanakan untuk diri sendiri kadang paling sulit. Terutama bagi kaum ibu yang terbiasa mendahulukan keluarga, suami dan anak. Tidak, jangan begitu. Dalam hal ini tak sepantasnya anda hanya memikirkan orang lain. Ini masalah peningkatan diri sebagai muslimah yang lebih bertaqwa, sebagai manusia yang lebih baik lagi derajatnya dari sebelumnya, ini tentang kemajuan diri yang sebenarnya. Mendahulukan meningkatkan diri kita demi memberikan yang terbaik bagi keluarga merupakan hadiah terindah bagi mereka. Sebab, ketika kita -sebagai pendingin keluarga, sebagai pengasuh rumah dan seisinya, sebagai pendidik dan penawar anggota keluarga di saat gentingnya- maka kita sangat amat perlu tampil prima pada saat-saat amat dibutuhkan. Apalagi yang dapat membuat kita mampu menghadapi ujian berat dunia ini selain taqwa yang tinggi, hati yang sabar dan wajah yang hanya menghadap ke Allah SWT. Buatlah target-target pencapaian pribadi, sesuaikan antara kemauan dan kemampuan. Kemampuan di sini termasuk menghitung kesempatan yang ada dengan mempedulikan kesibukan dan kewajiban-kewajiban yang ada. Tapi sebenarnya, kunci program diri yang terbaik adalah pada perenungan pribadi. Buatlah jadwal aktivitas harian yang mungkinkan anda bangun tengah malam untuk munjt kepada Allah SWT. Momen Ramadhan dengan suasana syahdu dan sucinya amat cocok untuk merenung yang dalam, mohon ampunan Dzat Yang Maha Pengampun, mohon petunjuk Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk. Mulailah dengan Memuji dan Membesarkan Allah, kemudian memohon ampunan kepadaNya, lanjutkan dengan mengingat dan menyampaikan shalawat kepada Nabi Junjungan kita Muhammad Saw. Kemudian, apapun kesulitan sesaat yang sedang anda hadapi, apapun kekhawatiran sekecil apapun, adukanlah ke Allah. Setelah puas dengan segala permohonan pribadi, lanjutkan dengan mendoakan orang-orang yang kita cintai dst.

Targetkanlah bahwa sebulan penuh di Ramadhan ini anda bangun setiap malam untuk bermunajat kepada Allah SWT. Meskipun anda berhalangan karena haid, tidak mengapa anda tetap bangun untuk beristighfar, bershalawat dan berdoa. Jika satu program ini saja anda berhasil menjalankannya, maka Insya Allah hidup anda selanjutnya akan berubah total. Karena sesungguhnya, orang yang bergerak mencari Allah selangkah, maka Allah akan Menemuinya dengan langkah yang lebih banyak dan lebih cepat. Masih banyak program lain untuk anda, misalnya bertekad memperbaiki bacaan Tajwid AlQur’an anda, atau bertekad mempelajari toipik-tpopik tertentu seara mendalam, misalnya tentang kiamat da lain sebagainya. Momennya sangat tepat, suasananya Insya Allah akan mendukung, maka selanjutnya terserah anda. Wallahu’alam.

Thursday, July 22, 2010

Khilafah vs Demokrasi


Sejak keruntuhan Khilafah pada 28 Rajab 1342 H, 89 tahun lalu, bisa disebut hampir sebagian besar Dunia Islam mengadopsi sistem demokrasi. Harapannya, sistem demokrasi akan membuat Dunia Islam lebih baik, ternyata tidak. Dunia Islam tetap saja mengidap berbagai persoalan yang akut seperti kemiskinan, kebodohan, pembantaian dan konflik yang berkepanjangan.

Di sisi lain, arus besar untuk kembali ke sistem Khilafah semakin menguat. Ada pernyataan berulang: Demokrasi memang tidak sempurna, tetapi sampai saat ini merupakan sistem terbaik untuk melawan sistem totaliter. Muncul pula pertanyaan berulang: Kebaikan apa yang ditawarkan sistem Khilafah untuk menggantikan sistem demokrasi? Bisakah sistem Khilafah mewujudkan harapan-harapan manusia yang gagal diwujudkan demokrasi? Kita tentu menjawab dengan tegas: sistem Khilafah pasti mampu.


Pertama
: menjamin kebenaran yang hakiki. Demokrasi telah gagal dalam hal ini. Klaim suara rakyat adalah suara Tuhan dan menganggap suara mayoritas rakyat adalah suara kebenaran tidak terbukti. Bagaimana suara mayoritas rakyat Amerika bagian utara yang melegalkan perbudakan pada abad ke-19 dianggap benar. Demikian juga, sulit diterima sebagai sebuah kebenaran ketika mayoritas wakil rakyat lewat proses demokrasi melegalkan penghinaan terhadap manusia apalagi manusia yang mulia seperti Rasululllah saw., perkawinan homoseksual dan lesbian. termasuk serangan terhadap Irak, Afganistan yang telah membunuh ratusan ribu orang yang dilegalkan lewat suara mayoritas rakyat.

Adapun Islam menawarkan sebuah sistem yang sempurna karena berasal dari Zat Yang Mahasempurna, yaitu Allah SWT. Memang, mungkin saja terjadi penyimpangan dari pelaksaan sistem yang sempurna ini. Namun, dari segi sumbernya sistem Khilafah ini adalah yang terbaik. Sebaliknya, demokrasi sejak dasarnya saja sudah bermasalah ketika kebenaran diserahkan kepada manusia.

Kedua: memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpendapat, memilih pemimpinnya sendiri, berekspresi, mengkritik sesuatu yang keliru. Demokrasi memang mengklaim telah memenuhi seluruh harapan ini. Namun, nilai-nilai liberal kemudian menjadi pilarnya. Akibatnya, kebebasan yang ditawarkan menjadi kebablasan dan mengancam masyarakat sendiri. Bukankah atas dasar kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul, kelompok-kolompok homoseksual dan pelaku-pelaku pornografi menginginkan eksistensinya diakui? Ahmadiyah, Lia Eden, dan aliran sesat lainnya pun minta diakui dengan berdalih pada kebebasan?

Di sisi lain, kebebasan yang ditawarkan demokrasi mengidap penyakit hipokrit (standar ganda). Mengklaim kebebasan beragama tetapi melarang pemakaian cadar, jilbab, atau burqa di Eropa. Klaim menghargai pilihan rakyat, tetapi menghadang kemenangan FIS di Aljazair dan Hamas di Palestina, yang sebenarnya menang secara demokratis. Boleh menghujat Nabi Muhammad sekalipun, tetapi siapa pun yang mempertanyakan kebenaran holocaust dikriminalkan. Sudah pula menjadi rahasia umum, terdapat pengekangan terhadap media baik lewat sensor internal pemilik modal media ataupun pemerintah.

Sebaliknya, sistem Islam memberikan ruang bagi masyarakat seluas-luasnya, namun tetap dalam kerangka hukum syariah yang menjadi standar acuan. Dalam sistem Khilafah, kepala negara atau Khalifah dipilih oleh rakyat dengan berdasarkan keridhaan mereka. Mengkritik penguasa yang menyimpang dalam Islam bukan hanya hak, tetapi sekaligus merupakan kewajiban. Pahala sangat besar pun diberikan kepada mereka yang syahid mengkritik penguasa dengan sebutan sebaik-baik jihad (afdhal al-jihad) dan pemimpin para syuhada.

Terdapat juga Mahkamah Mazhalim yang akan menyelesaikan persengketan antara rakyat dan penguasa, kalau rakyat menganggap kebijakan penguasa telah merugikan mereka. Mahkamah Mazhalim juga akan meluruskan keputusan-keputusan Khalifah yang bertentangan dengan hukum syariah.

Adapun Majelis Ummah, tempat tokoh-tokoh yang merupakan representasi dari masyarakat, bisa mengkritik penguasa atau memberikan masukan kepada Khalifah (musyawarah).

Perbedaan pendapat selama masih berlandaskan pada hukum syariah juga dibolehkan dalam Islam. Meskipun Khlifah bisa jadi mengadopsi salah satu pendapat Imam mazhab dalam pemerintahannya untuk diterapkan, perdebatan ilmiah tentang itu tetap saja dibiarkan. Inilah yang membuat dalam sistem Khilafah muncul berbagai mazhab, sebagai cerminan dari pengakuan perbedaan pendapat ini.

Ketiga: menjamin hak-hak mendasar manusia. Ini adalah sesuatu yang gagal dipenuhi oleh sistem demokrasi. Praktik pelanggaran HAM terbanyak dan terbesar justru dilakukan oleh negara-negara kampiun demokrasi seperti AS dan Inggris. Sebaliknya, penerapan syariah Islam akan menjaga nyawa manusia, keturunan, harta dan kehormatan. Di antaranya dengan menjatuhkan sanksi yang keras bagi pelaku pembunuhan, pencuri,pezina dll.

Keempat: menjamin kepastian hukum dan persamaan di depan hukum. Syariah Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah menjamin hal ini bagi seluruh warga, baik Muslim maupun non-Muslim. Rasulullah saw. menolak makelar hukum yang menginginkan agar perempuan bangsawan tidak dihukum. Rasulullah saw. dengan tegas mengatakan kalaupun anaknya Fatimah mencuri, beliau akan memotong tangannya. Khalifah Ali bin Thalib pernah kalah ketika memperkarakan seorang Yahudi dengan tuduhan telah mencuri baju perangnya. Saat itu hakim menilai Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak memilik saksi yang bisa diterima oleh hukum.

Kelima: membuat kebijakan yang pro rakyat. Demokrasi gagal mewujudkan hal ini. Sistem demokrasi telah melahirkan hubungan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pemilik modal yang merugikan rakyat. Akibatnya, muncullah kebijakan elit politik yang lebih pro kepada pemilik modal daripada rakyat. Industrialisasi politik, politik transaksional, pragmatisme politik dan suap-menyuap merupakan penyakit kronis demokrasi.

Sebaliknya, Khilafah melalui syariah Islam akan menutup pintu kejahatan ini. Dalam bidang ekonomi syariah Islam juga menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat, pendidikan gratis dan kesehatan gratis. Barang tambang yang melimpah (emas, perak, minyak dll), air, hutan dan listrik merupakan milik umum yang digunakan untuk kepentingan rakyat; tidak boleh diberikan kepada swasta atau individu. Dengan cara seperti ini Khilafah akan mensejahtrakan masyarakat, yang gagal diwujudkan oleh sistem demokrasi.

Walhasil, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerima sistem Khilafah yang akan mewujudkan harapan-harapan manusia. Selain itu, karena menegakkan Khilafah adalah kewajiban agama kita. Kalau ada sistem yang sempurna, mengapa kita tidak mengambilnya?

Thursday, July 15, 2010

Potret Diri Kita Jelang Ramadhan


Alhamdulillah saat ini, bertepatan 3 sya'ban 1431 H, kita sudah berada diambang bulan suci Ramadhan 1431 H. Bulan yang paling mulia yang dianugerahkan oleh Allah SWT khusus untuk umat Rasulullah Muhammad SAW. Dengan bulan Ramadhan ini, Allah berkehendak untuk mengangkat kita, umat Muhammad, sebagai umat yang bertaqwa. Sebagaimana tujuan puasa Ramadhan yang telah digariskan oleh Allah dalam Qs Al Baqarah : 183, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Menjadi manusia bertaqwa tidak cukup hanya dibulan Ramadhan. Namun ketaqwaan ini harus kita pelihara di sebelas bulan selain Ramadhan.

Pertanyaannya, "Apakah selama ini, sejak kita diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalani puasa Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya hingga saat ini, kita sudah berupaya untuk mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya yang akan mendekatkan kita padaNya atau justru kita meninggalkan segala perintahNya dan melanggar laranganNya yang justru menjauhkan diri kita dariNya?"

Oleh karena itu, menjelang bulan Ramadhan seperti ini, adalah saat-saat terbaik bagi kita untuk melihat potret diri kita selama ini. Evaluasi diri ini sangat penting untuk dilakukan agar kita mengetahui, apa yang harus kita perbaiki dari diri kita di bulan Ramadhan yang akan menjelang dan di sebelas bulan lainnya.
Dengan atau tanpa kita sadari, betapa selama ini kita menghabiskan siang dan malam dan mengerahkan segenap potensi diri kita untuk mengurus kepentingan duniawi dan melupakan kepentingan akhirat kita.
Semarak berbagai kemaksiyatan yang mewarnai kehidupan mayoritas kaum muslimin di Indonesia sekiranya sudah cukup untuk membuktikan hal itu. Mulai kasus kriminalitas semacam pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, perzinahan dan pornografi, aborsi serta narkoba, kekerasan terhadap anak, perempuan, dan manusia melalui perdagangan manusia (human trafficking), perilaku hidup hedonis dan individualis serta materialis melalui antusiasme kita mengikuti ajang hura-hura yang hanya mengutamakan kepentingan syahwat kita, hingga kezhaliman baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat dan negara terhadap sesama umat manusia bahkan alam semesta. Terkait dengan apa yang sudah dan sedang kita lakukan selama ini, tentu hanya diri kita dan Allah yang maha tahu.

Betapa kita memberi ruang yang berlebihan pada kepentingan duniawi dan melupakan kepentingan kita di akhirat. Maha benar Allah dengan firmanNya, " Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kalian ini (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan akhirat " (Qs al Qiyamah : 20-21).

Selain itu, meskipun kita mengetahui bahwa Allah telah mengajarkan dalam al Qur'an dan hadist :

" Sesungguhnya Tuhan tidak melihat badanmu atau bentukmu, tetapi kedalam hatimu " (HR Muslim)


" Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang berakal "
(Qs Al Baqarah : 197),

sebagian dari diri kita masih menghargai kehidupan dunia melebihi kehidupan akhirat.
Perhatikan sistem penghargaan sosial ditengah masyarakat. Derajat seseorang dinilai dan ditentukan oleh masyarakat kini dengan seberapa besar ia berhasil mengumpulkan materi sepanjang hidupnya. Implementasinya, orang-orang berada, tak peduli darimana dan dengan usaha apa mereka mendapatkan kekayaannya dan tak peduli apakah mereka berakhlaqul karimah ataukah tidak, lebih dihormati dan dihargai daripada orang-orang miskin walaupun si miskin tersebut orang-orang yang beriman dan bertaqwa . Padahal jelas, standard penilaian baik-buruk nya manusia di hadapan Allah adalah tingkat ketaqwaannya.

" Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepadaNya ; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. "
(Qs Ali Imran : 102)

Pribadi yang bertawa tidak pernah gusar dalam kesempitan dan tidak pernah larut dalam kelapangan. Ia menyikapi semua keadaan yang dialami dengan hati penuh keimanan dan ketaqwaan. Ia yakin bahwa segala sesuatu terjadi menurut kadar yang Allah tentukan bagi makhlukNya. Ia imani firmanNya,

" Kami jelaskan yang demikian itu, supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kalian jangan terlalu gembira dengan apa yang diberikanNya padamu. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri "
(Qs Al Hadiid :23)

Allah juga berfirman dalam dua hadist QudsiNya,

" Sebagian orang yang pernah menyembah kenikmatan di dunia, calon penghuni neraka, dipanggil pada hari kiamat. Ia dibenamkan dalam satu kali benaman kedalam neraka. Lalu ia ditanya, ' Hai manusia, apakah engkau merasakan ada kebaikan sedikitpun? Apakah engkau masih terasa nikmat yang engkau rasakan dulu itu selama di dunia?' Ia menjawab, ' Tidak ada, wahai Tuhanku!. Aku sama sekali tidak merasakan ada kebaikan yang pernah kurasakan dan merasa tidak ada kenikmatan yang pernah kurasakan.' Lalu dipanggillah orang yang paling sengsara di dunia, ia calon ahli syurga. Dia dibenamkan kedalam syurga satu kali. Kemudian ia ditanya, 'wahai manusia! Aapakah engkau merasakan kesengsaraan? Pernahkah engkau merasakan kesusahan luar biasa (selama di dunia)?' 'Tidak pernah, wahai Tuhanku! Sama sekali aku tidak merasakan sengsara dan tidak merasakan kesusahan'. "


" Jika calon penghuni syurga telah masuk syurga, Allah SWT berfirman, ' Hai ahli syurga! Apakah kalian ingin sesuatu yang lebih nikmat dari nakmat ini?'. Mereka menjawab, ' Bukankah Engkau telah mencemerlangkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami kedalam syurga dan menyelamatkan kami dari neraka?' ; Maka disingkaplah hijab. Maka tidak ada kenikmatan yang lebih mereka senangi daripada memandang Tuhan mereka " (HQR Imam Muslim).

Dan terkait hal ini, Allah berfirman dalam kitabNya,

" Wajah orang-orang mu'min pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat "
. (Qs Al Qiyamah : 23-24)

Tidakkah hati dan fikiran kita tergerak untuk menjadi manusia bertaqwa di sepanjang usia yang diberikan Allah pada kita agar kita bisa berjumpa dan menatap wajah Allah SWT, Rabbul alamiin yang sangat menyanyangi diri kita?

Tuesday, July 13, 2010

Musibah dan Muhâsabah


Ummul Mukminin Aisyah ra pernah menuturkan, bahwa jika langit mendung, awan menghitam dan angin kencang, wajah Baginda Nabi SAW yang biasanya memancarkan cahaya akan terlihat pucat-pasi karena takut kepada Allah SWT. Beliau lalu keluar dan masuk ke masjid dalam keadaan gelisah seraya berdoa, “Ya Allah…aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hujan dan angin ini, dari keburukan apa saja yang dikandungnya dan keburukan apa saja yang dibawanya.”

Aisyah ra bertanya, “Ya Rasulullah, jika langit mendung, semua orang merasa gembira karena pertanda hujan akan turun. Namun, mengapa engkau tampak ketakutan?”

Nabi SAW menjawab, “Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa awan hitam dan angin kencang itu tidak akan mendatangkan azab Allah? Kaum 'Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Saat awan mendung, mereka bergembira karena mengira hujan akan turun. Padahal Allah kemudian mendatangkan azab atas mereka.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).

*****

Subhanallâh! Kita sepantasnya takjub dengan rasa takut Rasulullah SAW kepada Allah. Bayangkan, Rasul adalah kekasih-Nya, penghulu ahli surga. Allah mustahil mengazabnya. Namun, rasa takut kepada Allah sering menyelinap dalam batin Beliau di saat-saat awan mendung dan angin kencang.

Bagaimana dengan para Sahabat beliau? Sama saja. Para Sahabat adalah juga orang-orang yang paling takut kepada Allah setelah Baginda Rasulullah SAW. Padahal mereka telah dijamin masuk ke dalam surga-Nya. Demikian pula para tâbî’în dan generasi sesudah mereka. Kebanyakan mereka adalah generasi yang mengisi hari-harinya dengan amal-ibadah; malam-malamnya diisi dengan zikir, tilawah Alquran dan qiyamul lail; siangnya sering diisi dengan shaum sembari tetap mencari nafkah, berdakwah bahkan ber-jihad (berperang) di jalan Allah. Namun demikian, rasa takut mereka terhadap Allah SWT begitu luar biasa.

Bagaimana dengan generasi Muslim saat ini? Sungguh, musibah demi musibah di negeri ini sudah sering terjadi; mulai dari tsunami, gunung meletus, banjir bandang, kebakaran hutan hingga gempa bumi yang beruntun terjadi. Namun, sepertinya musibah demi musibah itu datang sekadar menimbulkan duka-lara seketika, kemudian setelah itu tak berbekas apa-apa. Banyak orang kemudian bermaksiat seper-ti biasa, melakukan banyak dosa seperti sedia kala. Penguasa dan wakil rakyat tetap menerapkan hukum-hukum kufur. Para ulama pun seolah tetap merasa 'nyaman' dengan tidak diberlakukannya hukum-hukum Allah. Kaum Muslim secara umum juga sepertinya tetap merasa 'enjoy' dengan berbagai kemaksiatan dan kezaliman yang ada. Padahal Allah SWT berfirman (yang artinya): “Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (ber-kuasa) di langit bahwa Dia akan menjung-kirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Alangkah hebatnya kemurkaan-Ku" (QS al-Mulk [67]: 16-18).

Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Apakah mereka tidak melihat bahwa sesunguhnya Kami mendatangi bumi, lalu Kami mengurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya); tidak ada yang dapat menolak kete-tapan-Nya (QS ar-Ra'd [13]: 41).

Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud dari "Kami mengurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya" adalah dengan tenggelamnya sebagian bumi, gempa dan berbagai macam bencana. Semua ini, sebagaimana terungkap dalam ayat di atas, adalah semata-mata atas kehendak Allah SWT (Lihat: QS at-Taubah [9]: 51).

Harus disadari, segala bentuk ben-cana alam merupakan bukti kemahakua-saan Allah. Dengan itulah, kita seharusnya menyadari betapa manusia ini sangat lemah dan tidak berdaya di hadapan kemahakuasaan Allah (Lihat: QS ar-Ra'd [13]: 41 di atas). Harus disadari pula, dengan bencana alam itu Allah sebetulnya hendak menguji kesabaran manusia (QS al-Baqarah [2]: 155-157).

Lebih dari itu, harus disadari bahwa berbagai bencana dan musibah yang terjadi merupakan teguran sekaligus peringatan agar kita terdorong untuk rajin melakukan muhâsabah (introspeksi diri). Muhâsabah tentu sangat penting. Dengan itu, setiap Muslim bisa mengukur sejauh mana ia telah betul-betul menaati seluruh perintah Allah SWT, dan sejauh mana ia benar-benar telah menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan itu pula, setiap saat ia akan terdorong untuk terus berupaya menjadi orang yang selalu taat kepada Allah SWT serta menjauhi maksiat dan dosa kepada-Nya. Tentu, muhâsabah wajib dilakukan setiap saat, bukan sekadar saat-saat terjadi musibah, seperti gempa yang terjadi saat ini.
Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.

Monday, July 5, 2010

Mereka yang Dilindungi Allah SWT


Dalam sebuah haditsnya, Nabi SAW, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah, pernah bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari ketika tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. Mereka adalah: pemimpin yang adil; anak muda yang menghabiskan masa mudanya dengan senantiasa beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla; seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan, ia menjawab, ‘Sungguh aku sangat takut kepada Allah,”; seseorang yang mengeluarkan sedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya; seseorang yang biasa berzikir kepada Allah dalam kesendirian, kemudian ia mencucurkan air matanya “ (HR Bukhari dan Muslim).

Terkait dengan hadits di atas, Imam Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitab Fath al-Bari, syarh al-Bukhâri, antara lain sebagai berikut:

Pertama: Terkait dengan pemimpin yang adil. Pemimpin di sini maksudnya adalah pemilik otoritas dalam kepemimpinan agung, yakni siapapun yang memiliki kewenangan mengurus urusan kaum Muslim (yaitu Khalifah). Menurut beliau, penjelasan yang paling baik terkait dengan adil adalah: mengikuti perintah Allah SWT, dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa kurang atau lebih. Dari sini bisa dipahami secara jelas, bahwa keadilan pemimpin hanya mungkin terwujud saat: (1) Sang pemimpin secara individual memang memiliki sifat-sifat ‘adalah (adil). Karena itulah, dalam Islam, adil merupakan syarat mutlak bagi calon pemimpin (Khalifah). (2) Sang pemimpin menerapkan seluruh hukum Allah secara total dalam kepemimpinannya atas rakyatnya. Dengan demikian, sesungguhnya pemimpin yang adil hanya mungkin terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan syariah Islam, yakni Khilafah, mustahil terwujud pada sistem sekuler (kufur) seperti saat ini. Mengharapkan keadilan pemimpin dalam sistem kufur jelas ibarat mimpi yang mustahil bakal terwujud.

Kedua: Anak muda yang masa mudanya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah. Menurut Ibn Hajar, pengkhususan anak muda di sini adalah karena adanya kenyataan bahwa mereka berada pada masa-masa yang didominasi oleh syahwat, yang di dalamnya ada dorongan kuat untuk selalu mengikuti hawa nafsu. Namun demikian, karena ketakwaannya lebih kuat, ia mampu mengendalikannya sehingga hidupnya selalu berada dalam suasana ibadah.

Ketiga: Seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid. Maknanya bukan berarti ia senantiasa diam di masjid. Namun, pikiran dan hatinya senantiasa terikat dengan masjid meski ia berada di luar masjid karena begitu kuatnya cintanya pada masjid.

Keempat: Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah. Maknanya, mere-ka senantiasa saling mencintai saudaranya karena didasarkan pada alasan-alasan agama, dan tidak terputus karena alasan-alasan duniawi; baik ia bertemu secara hakiki atau tidak, sampai keduanya dipisahkan oleh kematian.

Kelima: Seseorang yang diajak bermaksiat oleh seorang perempuan yang memiliki kemuliaan, baik karena kecan-tikannya, hartanya maupun nasabnya; namun ia berusaha menjauhinya. Dengan kata lain, karena kuatnya rasa malu dan ketakwaannya kepada Allah, ia berusaha menjauhi tindakan tersebut.

Keenam: Seseorang yang bersede-kah secara diam-diam. Makna yang tersirat dari pernyataan ini adalah bersedekah dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah, tidak bermaksud riya atau sum’ah.

Ketujuh: Seseorang yang senantiasa berdzikir (mengingat Allah), yakni dengan kalbu dan lisannya, saat dia berkhalwat (menyendiri), yaitu saat-saat yang jauh dari sikap riya.

Dari sabda Nabi SAW di atas, juga dari syarah Ibn Hajar atas hadits tersebut, ada isyarat bahwa mereka yang tidak termasuk ke dalam ketujuh golongan tersebut akan terlepas dari perlindungan Allah SWT pada Hari Kiamat kelak. Pemimpin yang fasik (lawan dari adil), misalnya, di antaranya karena tidak menerapkan syariah Islam dalam pemerintahnnya, jelas tidak akan mendapatkan perlindungan Allah SWT meskipun secara pribadi mungkin ia tidak gemar berbuat maksiat kepada-Nya. Ini karena keengganannya untuk menerap-kan hukum-hukum Allah adalah bentuk kemaksiatannya terbesar di sisi-Nya.

Demikian pula anak-anak muda yang menghabiskan masa mudanya untuk hura-hura dan bermaksiat kepada Allah; mereka yang hati dan pikirannya tidak pernah terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai bukan karena Allah, tetapi lebih karena alasan-alasan duniawi; mereka yang gampang tergoda oleh rayuan wanita, apalagi yang biasa meng-goda wanita, tanpa memiliki rasa takut akan azab Allah; mereka yang bersedekah tetapi dibarengi dengan unsur riya dan sum’ah; serta mereka yang biasa melupakan Allah SWT.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan yang disabdakan oleh Baginda Nabi SAW di atas, bukan golongan yang sebaliknya. Amin.