Wednesday, November 11, 2009
“War on Terrorism”, Alibi AS untuk Memerangi Islam
AS yang telah membunuhi rakyat Afganistan dan Iraq tak disebut teroris. Demikian juga, Israel yang membunuhi rakyat Palestina tidak disebut teroris
Hidayatullah.com--Terjadinya global war and terrorism diawali dengan tragedi serangan pada gedung WTC dan Pentagon. Saat itu Presiden AS George W Bush mengultimatum pihak yang dituduhnya melakukan hal tersebut, yakni jaringan Al-Qaidah.
Ancaman Bush tersebut sebenarnya bertujuan jangka panjang. Sebab Barat menilai, setelah usai perang dingin melawan Komunis, yang menjadi ancaman Barat berikutnya adalah dunia Islam. Demikian salah satu kesimpulan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto dalam seminar bertajuk, “International Security Facing the Challenge of Terrorism: International Cooperation and Domestic Support” di Fakultas Hubungan Internasional (HI) Unair di Gedung C FISIP Unair, Selasa (10/9).
Menurut Ismail, indikasi tersebut telah dibaca oleh para ilmuwan dan pakar. Contoh Samuel P Huntinton dengan perspektifanya yang tertuang dalam buku Clash of Civilization. Oleh karena itu, pascahancurnya WTC dan Pentagon, AS berusaha memberikan efek global dengan istilah war on terrorism (perang terhadap teroris), dan itu berarti perang terhadap Islam. Karena bagi mereka, “teroris” adalah Islam.
Hal itu tak mengherankan. Sesaat setelah itu, FBI merilis daftar jaringan “teroris”, 90 persen adalah jaringan dan sel-sel Islam.
Anehnya, menurut Ismail Yusanto, kampanye ‘perang melawan teror’ yang dikampanyekan Amerika itu bertolak belakang dengan tindakan AS sendiri yang juga melakukan “teror”.
AS sendiri yang telah membunuh rakyat Afganistan dan Iraq tak disebut teroris. Bahkan, Israel yang telah membunuh, mengintimidasi, dan merebut tanah rakyat Palestina tak disebut sebagai teroris.
“Seharusnya mereka ini disebut mbahnya teroris,” ujar Ismail yang disambut tawa para peserta.
Dia menegaskan, seharusnya AS dan Israel-lah yang harus disebut teroris internasional. Seperti Obama, Presiden AS sekarang, hanya diam saja ketika Israel melancarkan agresinya terhadap warga di Gaza. Seolah-olah Obama tidak tahu hal tersebut.
Terkait masalah pengeboman di tanah air, Ismail juga sempat mempertanyakan motif serta sejumlah kejanggalan yang terjadi. Dari sejumlah kasus pengeboman yang ada, ternyata bukan ditujukan ke tempat sasaran perwakilan AS ataupun Australia secara langsung, seperti Bom Bali 1 dan 2. Padahal target yang dibidik adalah AS dan Australia.
Yang tak kalah menarik, kaum Muslim yang terkait kasus peledakan, tiba-tiba dikait-kaitkan dengan simbol-simbol Islam dan institusi pendidikan: apakah sang pelaku lulusan pesantren atau lulusan kampus tertentu. Sehingga secara tidak langsung menstigmatisasi, tidak hanya pelaku, namun juga institusinya.
Ini sangat berbeda dengan kasus korupsi. “Seharusnya, para koruptor harus diusut, lulusan dari mana? Sehingga jelas, kampus mana yang melahirkan koruptor,” tegasnya. [ans/www.hidayatullah.com]
Subscribe to:
Posts (Atom)