Thursday, May 27, 2010

Kematian, Perpisahan dan Penghisaban


Saat ini, banyak orang yang hidup sesukanya hingga melupakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dalam menjalani hidup, ia tak peduli halal-haram. Dalam kamus hidupnya hanya satu: yang penting enak, nikmat! Mereka antara lain pelaku seks bebas, pemabuk/penikmat narkoba dan tentu saja kalangan hedonis lainnya. Setiap hari yang mereka kejar hanyalah kesenangan. Mereka tak mau dipusingkan oleh masalah.

Saat ini pun tak sedikit orang yang begitu dalam cintanya kepada seseorang; entah kepada pasangan hidupnya, pujaan hatinya, anak-anaknya, kedua orang-tuanya, dll. Begitu dalamnya cintanya kepada seseorang tersebut hingga melebihi cintanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Akibatnya, ia menomorduakan Allah SWT dan Rasul-Nya serta menomor-satukan seseorang yang ia cintai. Bukan-kah tak sedikit orang mengorbankan agama demi menyenangkan orang-orang yang ia cintai. Bukankah banyak orang mau mengorbankan apa saja, termasuk agamanya, demi menyenangkan dan membahagiakan pasangan hidup yang dia cintai? Banyak pula orang yang tergila-gila mencintai sesuatu; entah harta-kekayaan, jabatan, pangkat, kehormatan, hobi dll. Begitu cintanya pada sesuatu itu, ia pun tak jarang melupakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Bukankah tak sedikit orang yang menggadaikan agamanya demi mengejar kekayaan, jabatan, pangkat, kehormatan atau bahkan hobi? Bukankah ada orang yang nekad melakukan suap-menyuap demi pangkat/jabatan; melaku-kan manipulasi demi meraih gelar/kehor-matan; atau menghabiskan waktu berjam-jam seharian (juga tenaga, pikiran dan tentu saja uang) demi memuaskan hobi-nya hingga lupa shalat, baca Alquran atau berzikir kepada Allah SWT?

Jika kita termasuk ke dalam orang-orang yang semacam ini, layaklah kita merenungkan sebuah hadits, sebagaimana yang dituturkan Sahal bin Saad, bahwa Nabi SAW pernah bersabda: Jibril pernah berkata, ”Muhammad, hiduplah sesukamu, namun sesungguhnya akhir kehidupanmu adalah kematian; cintailah siapa saja sekehendakmu, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya; lakukanlah apa saja semaumu, namun sesungguhnya engkau akan diberi balasan.” (HR al-Hakim, al-Haitsami dan ath-Thabrani).

Sayang, meski banyak orang tahu bahwa ujung kehidupan adalah kematian dan kefanaan, faktanya mereka menjalani hidup ini seolah-olah kehidupan itu abadi dan tak bertepi. Akibatnya, mereka terus menumpuk harta-kekayaan, sesuatu yang pasti akan mereka tinggalkan; terus mengejar pangkat dan jabatan, sesuatu yang pasti akan mereka tanggalkan; serta terus mereguk berbagai macam kese-nangan, sesuatu yang pasti segera terlupakan. Tak jarang semua itu semakin menjauhkan dirinya dari Allah SWT. Tak jarang semua itu menjadikan dirinya lupa mempersiapkan amal kebajikan, bekal pasca kematian, sesuatu yang justru akan menjadi satu-satunya teman di Hari Penghisaban. Tak jarang pula semua itu menjadikan dirinya bakhil, terus menuruti hawa nafsu dan cenderung berbangga diri. Semua itu pada akhirnya menghancurkan dirinya. Yang demikian ini persis sebagaimana sabda Nabi SAW dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Ibn Umar ra., yang menyatakan bahwa, ”Ada tiga perkara yang menghancurkan, yaitu: sifat bakhil yang kelewatan, hawa nafsu yang dituruti dan membanggakan diri sendiri.."(HR ath-Thabrani. Lihat: Ismail Muhammad al-'Ajiluni al-Jarahi, Kasyf al-Khifâ' II/381).

Orang-orang yang seperti ini biasa-nya adalah orang-orang yang tak punya adab (baik kepada Allah ataupun makh-luk), tidak sabar (terutama dalam menjauhi ragam maksiat dan dalam menunaikan berbagai kewajiban) dan tidak memiliki sikap wara' (menjauhi keharaman dan syubhat). Padahal, sebagaimana dinyata-kan oleh Imam Hasan al-Bahsri, seorang ulama besar generasi tabi'in, ”Siapa saja yang tak punya adab (baik kepada Allah ataupun kepada makhluk), berarti ia tak punya ilmu. Siapa saja yang tak bersabar (terutama dalam menjauhi ragam maksiat dan dalam menunaikan berbagai kewajib-an), berarti ia bukan orang beragama. Siapa saja yang tak bersikap wara' (dari perkara yang haram maupun yang syubhat), berarti ia tak punya martabat (di sisi Allah SWT).” (Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Nashâ'ih al-'Ibâd, hlm. 11).

Karena itu, marilah kita segera bertobat kepada Allah 'Azza Wajala dari segala dosa dan kesalahan, karena itu adalah kewajiban. Namun, meninggalkan ragam dosa dan kemaksiatan adalah lebih wajib lagi. Demikianlah sebagaimana kata penyair:

Manusia wajib tobat dari dosa

Lebih wajib lagi meninggalkannya



Kita pun mesti selalu menyadari, bahwa kematian itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari siapapun dan apapun yang bakal datang menghampiri kita, sebagaimana pula kata penyair:

Setiap yang bakal datang itu dekat

Lebih dekat lagi adalah kematian





Oleh arief b. Iskandar

Saturday, May 22, 2010

TeRoRisMe dan NegaRa IsLam




Kita tentu tidak bisa menolak takdir perubahan, kalau ternyata rakyat Indonesia yang mayoritas Islam ini kemudian mendukung penegakan negara Islam

Presiden SBY dalam keterangan persnya Bandara Halim Perdanakusumah, Senin (17/5) sebelum bertolak ke Singapura dan Malaysia menegaskan tujuan dari para teroris adalah mendirikan negara Islam. Padahal, menurut SBY, pendirian negara Islam sudah rampung dalam sejarah Indonesia. Aksi teroris juga bergeser dari target asing ke pemerintah. Ciri lain, menurut Presiden, para teroris menolak kehidupan berdemokrasi yang ada di negeri ini. Padahal, demokrasi adalah sebuah pilihan atau hasil dari sebuah reformasi. Karena itu menurut presiden keinginan mendirikan negara Islam dan sikap anti demokrasi tidak bisa diterima rakyat Indonesia .

Ada beberapa catatan penting kita dari pernyataan SBY ini. Antara lain , masalah pendirian negara Islam. Negara Islam adalah negara yang menjadikan Islam sebagai asasnya dan syariat Islam sebagai aturan segala aspek kehidupan. Hal ini bukanlah persoalan sejarah, atau masalah diterima oleh mayoritas rakyat banyak atau tidak. Tapi ini adalah masalah kewajiban dalam agama. Sudah seharusnya siapapun yang menjadi muslim terikat pada syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupannya termasuk bernegara, politik, ekonomi, dan pendidikan. Kewajiban ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim kepada Allah dan juga cerminan dari kecintaan kepada Allah SWT dan Rosul-Nya yang seharusnya dijadikan teladan. Semuanya itu diwujudkan dengan terikat pada hukum-hukum Allah SWT yang bersumber dari Al Qur’an dan as Sunnah.

Bukankah dalam berbagai kesempatan presiden SBY sering mengatakan kita harus menjadikan Rosulullah SAW sebagai teladan kehidupan kita ? Kita tentu masih ingat ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membacakan sambutan pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) V, Jum’at (7/5) di Jakarta. Dalam pidatonya, presiden sendiri mengatakan Islam hadir sebagai jalan kehidupan manusia dan rahmat bagi seluruh alam. Tuntunan Alquran dan Sunnah adalah pedoman hidup dan jalan yang lurus untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.Rasulullah pun telah mencontohkan tatanan peradaban yang dibangun atas dasar iman dan takwa. “Kita memiliki tugas sejarah untuk membangun dan mengembalikan kejayaan Islam!” tegas Presiden saat itu.

Kita juga ingat, ketika SBY memberikan kata sambutannya dalam Forum Ekonomi Islam Sedunia di Jakarta (2 /3/2009),SBY juga mengajak negara Islam bersatu atasi krisis dengan bersatu, negara-negara Islam akan bisa mengenang kembali kejayaan abad 13. Kalau bicara kejayaan Islam abad 13, tentu tidak bisa dipisahkan bahwa saat itu negara Islam yang dikenal dengan Khilafah Islam tegak dan menjalankan syariah Islam.

Menjadikan Al Qur’an dan as Sunnah sebagai pedoman hidup tentu bukan hanya dalam masalah ibadah ritual, moral, atau individual saja tetapi dalam seluruh aspek kehidupan. Disinilah urgensi negara Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara keseluruhan. Adalah mustahil menerapkan syariah Islam secara keseluruhan kalau negaranya tidak berdasarkan kepada Islam.

Tentu saja meskipun mendirikan negara Islam adalah kewajiban agama (syar’i), kita sepakat secara realita sosiologis, apakah negara Islam tegak atau tidak, sangat tergantung kepada masyarakat, dalam pengertian dukungan dan kesadaran masyarakat. Sistem apapun akan berjalan akan tegak dan berjalan baik kalau di dukung oleh kesadaran masyarakat. Sistem demokrasi yang saat ini masih kita jadikan panutan karena masyarakat kita masih mendukungnya. Artinya, kita tentu tidak bisa menolak takdir perubahan, kalau ternyata rakyat Indonesia yang mayoritas Islam ini kemudian mendukung penegakan negara Islam.

Namun, kita setuju bahwa upaya membangun kesadaran masyarakat untuk menegakkan negara Islam dilakukan bukan dengan jalan teror. Jalan ini , bukanlah jalan yang ditempuh oleh Rosulullah SAW. Jalan ini bahkan bisa kontraproduktif. Bagaimana mungkin rakyat akan mendukung syariat Islam kalau mereka ditakut-takuti dengan bom atau pembunuhan ? Hizbut Tahrir sendiri yang memang menginginkan negara Islam global berupa Khilafah dengan sangat tegas menggariskan metode perjuangannya yang tidak menggunakan jalan kekerasan atau angkat senjata (non violence)

Takdir perubahan ini tidak bisa dicegah, apalagi kalau perubahan ini mengantarkan kepada kebaikan. Adalah sangat bodoh siapapun yang tidak mau berubah, gigih mempertahankan status-quo yang buruk padahal ada sistem yang lebih baik di depan matanya. Justru kita mempertanyakan sikap-sikap mempertahankan sistem demokrasi dan kapitalisme yang jelas-jelas didepan mata tampak kebobrokannya. Berbagai persoalan yang diderita rakyat sekarang ini seperti kemiskinan ,pengangguran yang tinggi, kebodohan ,kriminalitas, adalah buah dari sistem kapitalisme dimana diantara pilar pentingnya adalah sistem demokrasi?

Alih-alih mensejahterakan masyarakat , sistem demokrasi justru telah menjadi alat penjajahan baru yang melahirkan berbagai UU dan kebijakan yang mengokohkan penjajahan asing. Demokrasi ternyata juga melahirkan corporation state, hanya menguntungkan segelintir pemilik modal dan elit politisi bermoral bejat yang menumbuh suburkan praktik suap menyuap dan tipu menipu .

Disisi lain, adalah suatu kebohongangan sekaligus kebodohan mengkaitkan kewajiban penegakan negara Islam dengan tindakan terorisme. Kita melihat ada agenda busuk dibalik pengkaitan ini, agenda agar masyarakat kemudian takut , tertipu dan akhirnya tidak setuju dengan penegakan negara Islam. Upaya ini memang secara sistematis dilakukan oleh kekuatan-kekuatan imperialism yang khawatir akan kebangkitan Islam.

Upaya memberikan citra jelek terhadap syariah Islam ini disebutkan dalam rekomendasi Ariel Cohen (The Heritage Foundation). Dia menulis : AS harus menyediakan dukungan pada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah, seperti potong tangan untuk kejahatan ringan atau kepemilikan alkohol di Chechnya, keadaan Afghanistan di bawah Taliban atau Saudi Arabia, dan tempat lainnya. Perlu juga diekspose perang sipil yang dituduhkan kepada gerakan Islam di Aljazair. (Hizb ut-Tahrir: An Emerging Threat to US Interests in Central Asia )

Memang tegaknya negara Islam apalagi dalam wujud negara Islam global (al Khilafah al Islamiyah) sangat ditakuti oleh Barat. Mereka tahu persis tegaknya Khilafah akan menghentikan agenda penjajahan mereka di negari Islam. Pada 14/5/2010, salah seorang mantan petinggi Angkatan Bersenjata Inggris yang baru saja pensiun, Jenderal Richard Dannat dalam BBC’s Today Program dengan sangat gamblang menyatakan perang di Afghanistan adalah perang melawan Islam.

Ketika ditanya tentang alasan pendudukan Afghanistan dengan tegas dinyatakan untuk mencegah agenda Islamist yang ingin menegakkan Khilafah Islam abad ke 14 dan 15, yang sekarang bergerak tumbuh dari Asia Selatan, Timur Tengah hingga Afrika Utara. Karena itu kita tentu sangat kita sayangkan kalau SBY terjebak dalam propaganda Barat ini yang mengkaitkan terorisme dengan upaya penegakan syariah Islam atau negara Islam. (Farid Wadjdi)


Komentar : Terorisme bukan dari Islam tetapi pesan sponsor dari pemerintah AS yang tercantum dalam dokumen NSS 2006 untuk menciptakan phobia Islam dan agar perjuangan menegakkan Islam dibawah naungan Islam bisa dihentikan dengan phobia tersebut. Padahal suka atau tidak suka, jika Allah menghendaki dien dan pejuangNya menang dengan lahir dan tegaknya khilafah kembali atas manhaj kenabian untuk kedua kalinya sebelum kiamat tiba, maka kehendak Allah pasti terjadi meski manusia membencinya. Tinggal mau atau tidak kita mendukung dan memperjuangkannya. Mau atau tidak kita termasuk orang-orang yang beruntung berada di samping perjuangan dan pejuang dienNya