Sunday, December 16, 2007

~Undangan Shalat Idul Adha 1428 H~

idul_adha_hti.jpg

Informasi Shalat Iedul Adha 1428 H, pada hari Rabu 19 Desember 2007 (10 Dzulhijjah 1428H), serentak di berbagai kota/daerah di seluruh Indonesia (info: redaksi@hizbut-tahrir.or.id) :

  1. JAKARTA, di Lapangan Parkir Timur Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta Selatan, pukul 06.30 WIB, Khatib/Imam: Ustadz M. Hijrah Dahlan (DPP HTI). Cp. M. Shodiq Ramadhan (021-71220254, 081-334-765-830).
  2. TANGERANG, [1] di Lapangan A. Yani, Kota Tangerang; Khatib: Ust. Muhammad Al-Fakkar (Ketua DPD II HTI Tangerang; Imam: Ust Tarmizi Abdullah, SE (DDII Tangerang); CP: Mahfudz Ali (021-99946958). [2] di Masjid al-Imam al-Bukhori, Fasum Utama Komplek Gardenia Extension Citra Raya. Khatib: Ust Agus Hermawan, Imam: Ust Agus Hermawan; CP Masduki Asbari (021-68628626; 0813-17827997). [3] di Lapangan Parkir Plasa Kutabumi, Kutabumi Pasar Kemis Tangerang, Khatib: Ust Rahmat Nur; Imam: Ust Muhammad Farid; CP Abu Farah (021-938196334); Fadhil (0813-15489814).
  3. BOGOR, di Lapangan Parkir Botani Square Jam 06.30, Khotib: Ust. Agung Wisnuwardana, S.Hut, Imam: Ust. Usman Ubaidy Rofiuddin, S.Ag.
  4. SUKABUMI, di Halaman Graha Qalbun Salim, Pkl. 06.30, Khotib: Muh. Dania, S.Sos, Imam: Abu Ma’syah.
  5. BANDUNG. Kota Bandung: di Lapangan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Jl. Dipati Ukur Bandung, pukul 06.30 wib, khotib: K.H. Agus Achyar. Bandung Barat: di Lapangan Tani Mulya Ngamprah, Khatib/Imam: Drs. Nasin. Rancaekek: di Pintu Gerbang I Bumi Rancaekek Kencana, Khatib: Ustadz Roni Ruslan, Imam: Ustadz Abdus Syukur.
  6. PURWAKARTA, Lapangan Parkir TOSERBA YOGYA, Jl. Sudirman, Purwakarta Pukul. 06.30, Imam: Ustadz Adam Malik, Khotib: Ust. Abdullah Ahmad, CP. Abu Hamzah (0816 842 819).
  7. CIMAHI, di Masjid al-Ikhlas, jln Sukajaya, Khatib/Imam: H. Budi Mulyana.
  8. GARUT, di Lapangan Olahraga Merdeka (Keirkof) Kabupaten Garut, Khatib/Imam: M. Hisyam, SP.
  9. SUBANG, di Masjid Hasanatul Qadir kota Subang, Khatib/Imam: Ustadz Dadan Gunawan.
  10. MAJALENGKA, di Masjid Taqyudin Kutamanggu Kecamatan Cigasong, Khatib/Imam: H.Aa. Fakhurozi, SP.MP.
  11. CIREBON, di Masjid as-Salam Bulog, jln. Brigjen Darsono bypass, Khatib/Imam: ust. Arif R. Hakim.
  12. TASIKMALAYA, di Mesjid Ulul Albab Jl. BKR Kota Tasikmalaya, Khotib/Imam: Ust. Agus Hendri.
  13. CIAMIS-BANJAR, di Masjid Nurul Huda, jln Masjid Agung Cibulan Banjar, Khatib: KH. Nazir Ghazali, Imam: H.Yayan Satrina.
  14. GARUT, di Lapangan Olahraga Merdeka (Keirkof) Jl. Merdeka Kab. Garut, Khotib: Ust. Muh. Hisyam, S.Pd.
  15. CIANJUR, di Halaman YPI Al-Lanah Jl. Mesjid Agung, Pkl. 06.00 wib.
  16. SEMARANG, JATENG, di Taman Wonderia Semarang, Sebelah TBRS, Pkl. 06.00.
  17. YOGYAKARTA, Lapangan sebelah Barat Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, pukul 06:00, Khatib: KH. Muhammad Shiddiq al-Jawi.
  18. SURABAYA, di Lapangan Jl. Taman Apsari (Depan Gedung Grahadi), Pkl. 06.00, Khotib: Ust. Drs. Taufiq NIQ, Imam: Ust. Drs. Yusuf MS, Cp: 031-72146664.
  19. SIDOARJO, di Parkir Mall Ramayana, Jl. Pahlawan, Sidoarjo. Pukul 06:00 WIB, Imam: Ustadz Shodiqin, SAg., Khotib: Ustadz Sholahuddin Yudo, SPd. Cp: Rodi (031-71088211) dan Adi (08123545459).
  20. MALANG, di Jl. Dr. Cipto (SMPN 3 Malang), Pkl. 06.00, Khotib: Ust. M. Alwan, M.Ag, Imam: Ust. Fatih an-Nayaf, S.Pd.
  21. NGANJUK, di Masjid Nurul Iman (Jl. Veteran Nganjuk Kec. Nganjuk), Jam : 06.00 WIB, Khotib : Ust. Agus Novi, SE, Imam ; dr. Hasan Bakrie.
  22. LANGSA, NAD, di Lapangan Parkir UNSAM Langsa, Jam 7.00. Khatib: Ust. Shalahuddin Al Ayyubi.
  23. MEDAN, di Kampus Institut Teknologi Medan (ITM) Jam 07.30 Waktu Medan; Khotib: Ust. Musdar Syahban, Drs (Humas HTI SUMUT).
  24. PEKANBARU, Jl. Cut Nyak Dien samping kantor Gubernur Riau, Khotib: Dr. Heri Sunandar MCL, Imam: Ust. Mulyadi, SPd.
  25. BENGKULU, di Masjid Uswatun Hasanah, Gg. Juwita Ujung, depan gerbang UNIB belakang, pukul 06:30, Khatib: ustadz Ardinsyah Yun, M.A (Ketua HTI Bengkulu).
  26. PALEMBANG, Lapangan Sekretariat HTI Sumsel, pukul 07.00, Jl. Saptamarga Lrg. Kelapa Hibrida No. 71 Kenten Palembang, Khotib/Imam : Ust. Mahmud Jamhur, SP (Ketua DPD HTI Sumsel).
  27. BANGKA BELITUNG, di Lapangan Tenis Telkon Jl. Kejaksaan Depan STIH PERTIBA Pangkalpinang, Pkl. 07.00, Khotib: Ust. Sofyan Rudianto, SE, Informasi: Ayik 0852-67602220.
  28. SULSEL, di Kota Makassar: (1). Mesjid at-Taqwa BTP Blok C, Khotib: Denny Rosman Hakim (Humas HTI Makassar); (2). Lapangan Eks Studio 21 Jl. Ratulangi, Khotib: Ir. Hasannudin Rasyid (Humas HTI Sul-Sel) ; Kota Gowa: Kawasan Istana Balla Lompoa - Sungguminasa (dalam konfirmasi), Khotib: Ir. Abd. Hafidz Toha (Ketua DPD HTI Gowa); Kab. Takalar: Lapangan Sepakbola Bontoloe Galesong, Khotib: Supardi Dg. Lawang (Humas HTI Takalar); Kota Pare-pare: Lapangan Sumpangminangae, Khotib: Musthafa, S.Ag (Ketua DPD HTI Pare-Pare).
  29. SULTRA, 1). Kota Kendari, Halaman Eks. MTQ Kota Kendari, 2). Kota Bau-bau, Mesjid Khairun Nisa, Lr 1, Kel. Kadolomoko Kota Bau-Bau, 3). Konda, Mesjid Lama Wonua Kec. Konda Konsel.
  30. PALU, di Mesjid Al-Islah Belakang Kanwil Depag Propins, Pkl. 07.00, Khotib: Ust. Amiruddin Abu Fatih, M.Si.
  31. PALANGKARAYA, KALTENG, di Lapangan Sanaman Mantikei, Samping Gedung Perpustakaan Islam, Jl. Ais Nasution Palangka Raya, Pukul: 07.00 Wib, Imam: Ust. Hasan Al Banjari, Khotib: Ust. Muhammad Khomeini, St.
  32. KETAPANG, KALBAR, di Masjid At-Taqwa, Tanjung Baik Budi Ketapang, Pukul: 07.00, Iman/Khotib: Dr.Kh.Gusti Jaga Sukma Alamsyah,Lc.
  33. BANJARMASIN, KALSEL, di Halaman Gedung Wanita Jl. Brigjen H. Hasan Basri Banjarmasin, pukul 07.30 WITA, Khatib: Ustad M. Sholeh Abdullah, SPd, Imam: Ustad Basiran, SPd., Cp. HUMAS HTI Kal-Sel, Ustadz Hidayatul Akbar 081349751439.
  34. BALIKPAPAN, KALTIM, di GOR Hevindo, Jl. M.T. Haryono, No. 76, Sebrang POM Bensin Haryono, Khotib: Ust. Ir. Ahmad Junaedi ath-Thoyibi, Imam: Ust. Drs. Muhammad Rozi.
  35. GORONTALO, di Halaman Gilingan Padi Andalas Jl. Andalah Samping Pom Bensin, dimulai pkl. 07.00 WITA, Khotib: Mustjab al-Mustofa, S.Ip

~~~Khutbah Idul Adha 1428 H~~~

Khutbah Idul Adha 1428 H

Khilafah, Khutbah December 15th, 2007
Print Print

بسم الله الرحمن الرحيم

KHUTBAH IDUL ADHA 1428 H

BERKURBAN UNTUK MENYONGSONG

TEGAKNYA SYARIAH DAN KHILAFAH

اللهُ أكْبَرُ × 9

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَلَهُ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْهِ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَهُ وَنَخْشَى عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَهُ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ. أَشْهَدُ ألاَّ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهم صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مَنْ سَنَّ بِقَوْلِهِ: « أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلاًَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُـوعٌ »، وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ..

أما بعد، } أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ {،

Allâhu Akbar 9X, Lâ ilâha illaLlâhu HuwaLlâhu Akbar, Allâhu Akbar WaliLlâhilhamd.

Ma’âsyiral Muslimîn RahimakumuLlâh,

Alhamdulillâhi Rabbi al-âlamîn, segala puji kita panjatkan ke hadhirat Allah Swt, Tuhan semesta alam. Dialah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam raya. Dialah satu-satunya Dzat yang wajib disembah dan tiada sekutu bagi-Nya. Dia pula yang telah memberikan anugerah kepada kita petunjuk hidup yang lurus, dîn yang haqq, dan risalah yang adil lagi sempurna, yakni Islam.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada sayyid al-anbiyâ wa al-mursalîn, Rasulullah Saw, beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang berjuang tak kenal lelah untuk menerapkan dan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh pelosok dunia hingga akhir zaman.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd

Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,

Setiap hari raya Iedul Adha, kita selalu diingatkan kisah tentang ketaatan Nabi Ibrahim as dan putranya, Nabi Ismail as, dalam menjalankan perintah Allah Swt. Ketika Nabi Ibrahim as diperintahkan untuk menyembelih putranya, keduanya segera bergegas melaksanakan perintah Allah. Tak tampak sama sekali keraguan, apalagi keengganan atau penolakan. Keduanya dengan ikhlas menunaikan perintah Allah Swt, meski harus mengurbankan sesuatu yang paling dicintainya. Ibrahim rela kehilangan putranya, dan Ismail tak keberatan kehilangan nyawanya. Peristiwa agung ini pun diabadikan dalam al-Quran agar menjadi teladan bagi manusia di sepanjang masa. Allah Swt berfirman:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (TQS. al-Shaffat [37]: 102).

Pengorbanan yang luar biasa itu pun membuahkan hasil. Tatkala ketaatan mereka telah terbukti, perintah penyembelihan itu pun dibatalkan. Sebagai gantinya, Allah Swt menebusnya dengan sembelihan hewan. Karena mereka telah lulus dari al-balâ’ al-mubîn (ujian yang nyata), mereka pun mendapatkan balasan yang besar. Allah Swt berfirman:

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (TQS. Shaffat [37]: 103-107).

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd

Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,

Ketundukan, pengorbanan, dan keberhasilan mereka, seharusnya menjadi teladan bagi kita. Sebagaimana Nabi Ibrahim as, kita pun menerima berbagai kewajiban yang harus dikerjakan. Bagi kita, kewajiban itu juga al-balâ’ al-mubîn (ujian yang nyata). Siapa pun yang bersedia tunduk dan patuh menjalankan kewajiban itu, maka mereka adalah orang-orang yang selamat dan sukses. Sebaliknya, mereka yang membangkang darinya adalah orang-orang yang gagal dan celaka.

Di antara kewajiban itu adalah menerapkan syariah-Nya dalam kehidupan. Allah Swt berfirman:

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu (TQS. al-Maidah [5]: 49).

Seruan ayat ini, seruan tersebut juga bertebaran dalam banyak ayat dan Hadits. Kewajiban tersebut kian tegas dengan adanya larangan bagi setiap Mukmin untuk mengambil dan menerapkan hukum lain yang tidak berasal dari-Nya. Jika tetap bersikukuh menjalankan hukum selaih syariah, maka bisa terkatagori di antara salah satu kemungkinan: kafir, dzalim, atau fasik (QS al-Maidah [5]: 44, 45, dan 47).

Syariah yang diwajibkan atas kita itu bersifat total dan menyeluruh, baik menyangkut interaksi manusia dengan Sang Pencipta yang berupa hukum-hukum ibadah; interaksi manusia dengan dirinya sendiri yang tercakup dalam hukum-hukum makanan, pakaian, dan akhlak; maupun interaksi antar sesama manusia yakni hukum-hukum mu’amalat yang meliputi sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, strategi pendidikan, dan politik luar negeri; dan uqubat yang memberikan ketentuan mengenai sanksi-sanksi terhadap setiap pelaku kriminal.

Keseluruhan syariah itu wajib kita terapkan. Tidak boleh ada yang diabaikan, ditelantarkan, apalagi didustakan. Tindakan mengimani sebagian syariah dan mengingkari sebagian lainnya hanya. akan mengantarkan kepada kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Allah Swt berfirman:

Apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. (TQS. al-Baqarah [2]: 85).

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd

Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,

Di antara hukum-hukum itu memang ada yang dibebankan kepada individu untuk melaksanakannya, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Demikian juga hukum tentang makanan, pakaian, akhlak, dan sebagian hukum muamalah. Namun, ada juga hukum-hukum yang dibebankan kepada negara untuk menjalankannya. Di antaranya adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pergaulan, strategi pendidikan, dan politik luar negeri. Juga berkaitan dengan hukum-hukum tentang sanksi terhadap pelaku kriminal. Semua hukum itu harus dijalankan oleh negara.

Berdasarkan fakta itu, maka keberadaan negara yang menjalankan syariah menjadi wajib. Sebab, tanpa adanya negara atau daulah, niscaya terdapat sebagian besar syariah yang terlantar. Dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan:

مَا لاَ يَتِمُ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِِِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

Semua perkara, yang kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka perkara itu adalah wajib.

Telah maklum, setelah khilafah Utsmaniyyah runtuh tahun 1924, tidak ada institusi yang bertanggung untuk menerapkan syariah secara total. Akibatnya, sebagian besar syariah itu pun terbengkalai. Kalaupun dijalankan, itu terbatas dalam lingkup individu atau kelompok.

Inilah problem besar yang dialami umat Islam saat ini. Lenyapnya khilafah telah mengakibatkan sebagian besar syariah terlantar. Tak hanya itu. Tiadanya khilafah juga membuat umat Islam terpecah-belah menjadi lima puluhan negara. Tidak ada lagi institusi tangguh yang memelihara aqidah mereka; menjaga darah, harta, dan kehormatan mereka; dan melindungi wilayah mereka dari serbuan negara-negara kafir penjajah.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd

Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,

Meskipun dalil wajibnya menegakkan khilafah demikian jelas; aneka problema akibat tiadanya khilafah juga terlihat nyata, namun masih saja ada di antara umat Islam yang enggan untuk berjuang. Ada yang merasa pesimis terhadap khilafah. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai utopia.

Tentu itu adalah sikap yang amat keliru. Tegaknya syariah dan khilafah sama sekali bukan mustahil. Sebab, syariah dan khilafah adalah kewajiban yang dibebankan Allah Swt kepada hamba-Nya. Dan tidak mungkin Allah Swt mewajibkan suatu perkara kepada hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Maka kepada orang-orang yang pesimis dan putus asa, harus disampaikan bahwa tegaknya syariah dan khilafah sama sekali bukan mustahil. Namun demikian, untuk mewujudkannya diperlukan perjuangan dan pengorbanan. Di sinilah keimanan dan ketaatan kita justru diuji. Apakah kita termasuk orang yang rela berkorban untuk menjalankan perintah-Nya atau orang yang enggan berjuang sambil mencari dalih pembenar.

Semenjak dakwah digulirkan Rasulullah saw hingga berdiri sebuah negara di Madinah, beliau memerlukan waktu sekitar 13 tahun. Selama itu pula beliau tak mengenal lelah untuk menyampaikan dakwah. Mulai dari akidah hingga kewajiban tunduk terhadap syariah. Demikian juga para sahabat. Dalam berdakwah, mereka juga kerap menerima berbagai ujian, fitnah, dan tekanan, baik fisik maupun mental. Namun, semua itu tak pernah membuat mereka surut dan gentar. Mereka tetap tegar menyerukan kebenaran Islam.

Abu Dzarr al-Ghifari, misalnya, ketika mendakwahi kaum Quraisy justru mendapat siksaan yang berat. Beliau dipukuli hingga pingsan. Abdullah bin Mas’ud juga dikeroyok beramai-ramai oleh kafir Quraisy ketika membacakan al-Quran di kerumunan massa. Perlakuan yang tidak jauh berbeda juga diterima oleh sahabat-sahabat yang lain. Tidak sedikit pula yang gugur dalam berjuang, seperti Yasir dan isterinya.

Dalam berdakwah, Rasulullah saw tak jarang juga menerima hinaan dan cercaan. Punggung dan tempat sujud beliau pernah dilempari kotoran unta. Juga pernah dipukuli kaum Qurays hingga pingsan. Ketika menyampaikan dakwah di Thaif, beliau dilempari batu hingga berdarah-darah. Namun, semua itu tak pernah membuat beliau mundur dan berhenti.

Kegigihan dan pengorbanan mereka dalam berjuang pun menuai hasil. Allah Swt mengganjar mereka dengan pahala, surga, dan ridha-Nya. Tak hanya itu, mereka pun mendapat anugerah kemenangan di dunia. Yakni tegaknya Daulah Islamiyyah di Madinah. Dari sanalah kemudian Islam menyebar ke seantero dunia. Kemuliaannya menerangi kehidupan, sehingga dalam waktu singkat, manusia berbondong-bondong memasuki agama Islam.

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd

Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,

Ketundukan kepada Allah Swt dan ketaatan menjalankan perintah-Nya memang membutuhkan pengorbanan, baik waktu, tenaga, harta, bahkan jiwa. Akan tetapi kita tidak perlu khawatir. Pengorbanan itu pasti akan membuahkan hasil. Allah Swt akan memberikan pertolongan-Nya jika kita bersungguh-sungguh menolong agama-Nya. Allah Swt berfirman:

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (TQS. Muhammad [47]: 7).

Jika demikian janji-Nya, maka tak pantas lagi kita merasa ragu atau takut. Sebab, pertolongan sesunguhnya hanya di tangan Allah Swt. Tidak akan datang kecuali dari-Nya (QS Ali ‘Imran [3]: 126, al-Mulk [67]: 20, al-Kahfi [18]: 43). Maka siapa saja yang ditolong Allah Swt, tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkannya. Sebaliknya, jika Allah Swt menghinakannya, tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Allah Swt berfirman:

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal (TQS. Ali ‘Imran [3]: 160).

Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd

Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,

Khilafah akan segera kembali, Insya Allah dalam waktu dekat. Semua upaya yang dikerahkan orang-orang kafir dan antek-anteknya untuk menghalangi tegaknya Khilafah akan gagal dan sia-sia. Sebab, tegaknya Khilafah telah menjadi janji Allah Swt dan Rasul-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang dipilih Allah, untuk mewujudkan janji-Nya. Allah Swt berfirman:

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal shaleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah mejadikan orang-rang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukankan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (TQS. An-Nuur [24]: 55).

Rasulullah saw juga menegaskan:


«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»

Kemudian akan datang khilafah yang mengkuti manhaj kenabian (HR Ahmad).

Selanjutnya, marilah kita tundukkan kepala kita dengan segala kerendahan hati, sambil menengadahkan tangan kita, untuk memanjatkan doa ke hadirat Allah Swt, Dzat Yang Mahakuasa, dan Maha Perkasa:

اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ

Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara mereka, lembutkanlah hati mereka dan jadikanlah hati mereka keimanan dan hikmah, kokohkanlah mereka atas agama Rasul-Mu saw, berikanlah mereka agar mampu menunaikan janji yang telah Engkau buat dengan mereka, menangkan mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka, wahai Ilah yang hak jadikanlah kami termasuk dari mereka.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ

Ya Allah, perbaikilah sikap keagamaan kami sebab agama adalah benteng urusan kami, perbaikilah dunia kami sebagai tempat penghidupan kami, perbaikilah akhirat kami sebagai tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan kami di dunia sebagai tambahan bagi setiap kebaikan. Jadikanlah kematian kami sebagai tempat istirahat bagi kami dari setiap keburukan.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْلَعَ مَنْ يَفْجُرُكَ، اَللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ، اَللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الذِّيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ. اَللَّهُمَّ اَهْزِمْهُمْ وَدَمِّرْهُمْ، وَمَزِّقْ جَمْعَهُمْ وَشَتِّتْ شَمْلَهُمْ، وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهُمْ فِيْ تَدْبِيْرِهِمْ، اَللَّهُمَّ اهْزِمْ جُيُوْشَ الْكُفَّارَ الْمُسْتَعْمِرِيْنَ، أَمْرِيْكَا وَبَرِيْطَانِيَا وَحُلَفَاءِهَا الْمَلْعُوْنِيْنَ.

Ya Allah, kami memohon pertolongan-Mu, meminta ampunan-Mu, sekali-kali kami tidak akan mengkufuri-Mu. Kami sepenuhnya iman kepada-Mu, dan berlepas diri dari siapapun yang durhaka kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mulah kami mengabdi, beribadah dan sujud. Kepada-Mulah kami berlari dan menuju. Kami mendambakan rahmat-Mu, dan takut akan adzab-Mu. Sesungguhnya adzab-Mu yang sungguh-sungguh ditimpakan kepada kaum Kufar itu juga pasti akan ditimpakan kepada yang lain. Ya Allah, adzablah orang-orang Kafir yang telah menghalangi jalan-Mu, mendustakan para rasul-Mu, dan membunuhi para pembela-Mu. Ya Allah, kalahkanlah mereka, hancurkanlah mereka, cerai-beraikanlah persatuan mereka, dan porak-porandakanlah kesatuan mereka. Jadikanlah rencana jahat mereka itu sebagai pembawa kehancuran mereka. Ya Allah, kalahkanlah pasukan kaum Kufar penjajah, Amerika, Inggeris dan sekutu mereka yang terlaknat.

اَللَّهُمَّ مَلِكَ الْمُلْكِ تُعْطِيْ الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ، وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ، وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ، بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةَ الرَّاشِدَةَ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، تُعِزُّ بِهَا دِيْنَكَ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَطُغْيَانَهُ. اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا وَانْصُرْ إِخْوَانَنَا وَانْصُرْ مَنْ يُنْصُرُنَا وَاجْعَلْنَا وَإِيَّاهُمْ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ ِلإِقَامَةِ شَرِيْعَتِكَ وَالْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَاخَيْرَ النَّاصِرِيْنَ.

Ya Allah, Maha Raja diraja, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, Engkau ambil kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapasaja yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinadinakan siapa saja yang Engkau kehendaki. Di dalam genggaman-Mu lah seluruh kebaikan. Karena Engkaulah Dzat yang Maha Kuasa atas segalanya. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu negara Khilafah Rasyidah yang mengikuti sunnah Nabi-Mu. Dengannya Engkau muliakan agama-Mu, dan Engkau hinakan kekufuran dan seluruh anteknya. Ya Allah, tolonglah kami; tolonglah saudara-saudara kami; tolonglah siapasaja yang menolong kami. Jadikanlah kami dan mereka sebagai para pejuang yang ikhlas untuk menegakkan syariah-Mu, dan Khilafah Rasyidah yang mengikuti sunnah Nabi-Mu. Dengan rahmat-Mu, duhai Dzat yang Maha Pengasih, duhai Sebaik-baik Penolong.

Penentuan Idul Adha wajib berdasarkan Rukyatul Hilal Penduduk Makkah

Penentuan Idul Adha Wajib Berdasarkan Rukyatul Hilal Penduduk Makkah

Tsaqofah December 14th, 2007
Print Print

بسمالله الرحمن الرحيم

PENENTUAN IDUL ADHA WAJIB BERDASARKAN

RUKYATUL HILAL PENDUDUK MAKKAH

Oleh: Muhammad Shiddiq Al-Jawi*

Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.

Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.

Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang.

Namun meskipun penetapan Idul Adha ini sudah ma’luumun minad diini bidl dlaruurah (telah diketahui secara pasti sebagai bagian integral ajaran Islam), anehnya pemerintah Indonesia dengan mengikuti fatwa sebagian ulama telah berani membolehkan perbedaan Idul Adha di Indonesia. Jadilah Indonesia sebagai satu-satunya negara di muka bumi yang tidak mengikuti Hijaz dalam beridul Adha. Sebab, Idul Adha di Indonesia sering kali jatuh pada hari pertama dari Hari Tasyriq (tanggal 11 Dzulhijjah), dan bukannya pada Yaumun-nahr atau hari penyembelihan kurban (tanggal 10 Dzulhijjah).

Kewajiban kaum Muslim untuk beridul Adha (dan beridul Fitri) pada hari yang sama, telah ditunjukkan oleh banyak nash-nash syara’. Di antaranya adalah sebagai berikut :

Hadits A’isyah RA, dia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda :

“Idul Fitri adalah hari orang-orang (kaum Muslim) berbuka. Dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban.” (HR. At-Tirmidzi dan dinilainya sebagai hadits shahih; Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1305).

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dari shahabat Abu Hurairah RA dengan lafal :

“Bulan Puasa adalah bulan mereka (kaum muslimin) berpuasa. Idul Fitri adalah hari mereka berbuka. Idul Adha adalah hari mereka menyembelih kurban.” (HR.Tirmidzi) Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1306)

Imam At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi (ulama) menafsirkan hadits ini dengan menyatakan :

“Sesungguhnya makna shaum dan Idul Fitri ini adalah yang dilakukan bersama jama’ah [masyarakat muslim di bawah pimpinan Khalifah/Imam] dan sebahagian besar orang.” (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 699)

Sementara itu Imam Badrudin Al-‘Aini dalam kitabnya Umdatul Qari berkata, “Orang-orang (kaum Muslim) senantiasa wajib mengikuti Imam (Khalifah). Jika Imam berpuasa, mereka wajib berpuasa. Jika Imam berbuka (beridul Fitri), mereka wajib pula berbuka.”

Hadits di atas secara jelas menunjukkan kewajiban berpuasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha bersama-sama orang banyak (lafal hadits: an-Naas), yaitu maksudnya bersama kaum Muslim pada umumnya, baik tatkala mereka hidup bersatu dalam sebuah negara khilafah seperti dulu, maupun tatkala hidup bercerai-cerai dalam kurungan negara-kebangsaan seperti saat ini setelah hancurnya khilafah di Turki tahun 1924.

Maka dari itu, seorang muslim tidak dibenarkan berpuasa sendirian, atau berbuka sendirian (beridul Fitri dan beridul Adha sendirian). Yang benar, dia harus berpuasa, berbuka dan berhari raya bersama-sama kaum Muslim pada umumnya.

(2) Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: “Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata :

“Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]. Imam Ad-Daruquthni berkata,’Ini isnadnya bersambung [muttashil] dan shahih.’ Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 841, hadits no 1629)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan pada saat adanya Daulah Islamiyah oleh pihak Wali Makkah. Hal ini berlandaskan perintah Nabi SAW kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru’yat.

Di samping itu, Rasulullah SAW juga telah menetapkan bahwa pelaksanaan manasik haji (seperti wukuf di Arafah, thawaf ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah), harus ditetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Makkah sendiri, bukan berdasarkan ru’yat penduduk Madinah, penduduk Najd, atau penduduk negeri-negeri Islam lainnya. Dalam kondisi tiadanya Daulah Islamiyah (Khilafah), penentuan waktu manasik haji tetap menjadi kewenangan pihak yang memerintah Hijaz dari kalangan kaum Muslim, meskipun kekuasaannya sendiri tidak sah menurut syara’. Dalam keadaan demikian, kaum Muslim seluruhnya di dunia wajib beridul Adha pada Yaumun nahr (hari penyembelihan kurban), yaitu tatkala para jamaah haji di Makkah sedang menyembelih kurban mereka pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dan bukan keesokan harinya (hari pertama dari Hari Tasyriq) seperti di Indonesia.

(3) Hadits Abu Hurairah RA, dia berkata :

“Sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang puasa pada Hari Arafah, di Arafah” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 875, hadits no 1709).

Berdasarkan hadits itu, Imam Asy-Syafi’i berkata, “Disunnahkan berpuasa pada Hari Arafah (tanggal 9 Dhulhijjah) bagi mereka yang bukan jamaah haji.”

Hadits di atas merupakan dalil yang jelas dan terang mengenai kewajiban penyatuan Idul Adha pada hari yang sama secara wajib ‘ain atas seluruh kaum Muslim. Sebab, jika disyari’atkan puasa bagi selain jamaah haji pada Hari Arafah (=hari tatkala jamaah haji wukuf di Padang Arafah), maka artinya, Hari Arafah itu satu adanya, tidak lebih dari satu dan tidak boleh lebih dari satu.

Karena itu, atas dasar apa kaum Muslim di Indonesia justru berpuasa Arafah pada hari penyembelihan kurban di Makkah (10 Dzulhijjah), yang sebenarnya adalah hari raya Idul Adha bagi mereka? Dan bukankah berpuasa pada hari raya adalah perbuatan yang haram? Lalu atas dasar apa pula mereka Shalat Idul Adha di luar waktunya dan malahan shalat Idul Adha pada tanggal 11 Dzulhijjah (hari pertama dari Hari Tasyriq)?

Sungguh, fenomena di Indonesia ini adalah sebuah bid’ah yang munkar (bid’ah munkarah), yang tidak boleh didiamkan oleh seorang muslim yang masih punya rasa takut kepada Allah dan azab-Nya!

Sebahagian orang membolehkan perbedaan Idul Adha dengan berlandaskan hadits:

“Berpuasalah kalian karena telah meru’yat hilal (mengamati adanya bulan sabit), dan berbukalah kalian (beridul Fitri) karena telah meru’yat hilal. Dan jika terhalang pandangan kalian, maka perkirakanlah !”

Beristidlal (menggunakan dalil) dengan hadits ini untuk membolehkan perbedaan hari raya (termasuk Idul Adha) di antara negeri-negeri Islam dan untuk membolehkan pengalaman ilmu hisab, adalah istidlal yang keliru. Kekeliruannya dapat ditinjau dari beberapa segi :

Pertama, Hadits tersebut tidak menyinggung Idul Adha dan tidak menyebut-nyebut perihal Idul Adha, baik langsung maupun tidak langsung. Hadits itu hanya menyinggung Idul Fitri, bukan Idul Adha. Maka dari itu, tidaklah tepat beristidlal dengan hadits tersebut untuk membolehkan perbedaan Idul Adha berdasarkan perbedaan manzilah (orbit/tempat peredaran) bulan dan perbedaan mathla’ (tempat/waktu terbit) hilal, di antara negeri-negeri Islam. Selain itu, mathla’ hilal itu sendiri faktanya tidaklah berbeda-beda. Sebab, bulan lahir di langit pada satu titik waktu yang sama. Dan waktu kelahiran bulan ini berlaku untuk bumi seluruhnya. Yang berbeda-beda sebenarnya hanyalah waktu pengamatan, ini pun hanya terjadi pada jangka waktu yang masih terhitung pada hari yang sama, yang lamanya tidak lebih dari 12 jam.

Kedua, hadits tersebut telah menetapkan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri berdasarkan ru’yatul hilal, bukan berdasarkan ilmu hisab. Pada hadits tersebut tak terdapat sedikit pun “dalalah” (pemahaman) yang membolehkan pengalaman ilmu hisab untuk menetapkan awal bulan Ramadlan dan hari raya Idul Fitri. Sedangkan hadits Nabi yang berbunyi: “(……jika pandangan kalian terhalang), maka perkirakanlah hilal itu!” maksudnya bukanlah perkiraan berdasarkan ilmu hisab, melainkan dengan menyempurnakan bilangan Sya’ban dan Ramadhan sejumlah 30 hari, bila kesulitan melakukan ru’yat.

Ketiga, Andaikata kita terima bahwa hadits tersebut juga berlaku untuk Idul Adha dengan jalan Qiyas –padahal Qiyas tidak boleh ada dalam perkara ibadah, karena ibadah bersifat tauqifiyah– maka hadits tersebut justru akan bertentangan dengan hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, yang bersifat khusus untuk Idul Adha dan manasik haji. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW telah memberikan kewenangan kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan ru’yat bagi bulan Dzulhijjah dan untuk menetapkan waktu manasik haji berdasarkan ru’yat penduduk Makkah (bukan ru’yat kaum Muslim yang lain di berbagai negeri Islam).

Berdasarkan uraian ini, maka Indonesia tidak boleh berbeda sendiri dari negeri-negeri Islam lainnya dalam hal penentuan hari-hari raya Islam. Indonesia tidak boleh menentang ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum Muslim di seantero pelosok dunia, karena seluruh negara menganggap bahwa tanggal 10 Dzulhijjah di tetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Hijaz. Sungguh, tak ada yang menyalahi ijma’ kaum Muslim itu, selain Indonesia !

Lagi pula, atas dasar apa hanya Indonesia sendiri yang menentang ijma’ tersebut dan berupaya memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Muslim? Apakah Indonesia berambisi untuk menjadi negara pertama yang mempelopori suatu tradisi yang buruk (sunnah sayyi’ah) sehingga para umaro’ dan ulama di Indonesia akan turut memikul dosanya dan dosa dari orang-orang yang mengamalkannya hingga Hari Kiamat nanti?

Kita percaya sepenuhnya, perbedaan hari raya di Dunia Islam saat ini sesungguhnya terpulang kepada perbedaan pemerintahan dan kekuasaan Dunia Islam, yang terpecah belah dan terkotak-kotak dalam 50-an lebih negara kebangsaan yang direkayasa oleh kaum kafir penjajah.

Kita percaya pula sepenuhnya, bahwa kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dunia Islam tak akan tewujud, kecuali di bahwa naungan Khilafah Islamiyah Rasyidah. Khilafah ini yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh dunia, serta akan memimpin kaum Muslim untuk menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Insya Allah cita-cita ini dapat terwujud tidak lama lagi !

Ya Allah, kami sudah menyampaikan, saksikanlah !


*)Dosen STEI Hamfara Yogyakarta; Ketua Lajnah Tsaqofiyah HTI Propinsi DIY; Anggota Komisi Fatwa MUI Propinsi DIY.