Wednesday, February 25, 2009

Judenstaatrein: DuNia TanPa NeGara YaHudi

Yahudi sedang mengalami kepanikan luar biasa. Dunia menukik menuju sikap anti-Semit tanpa dikomando, dan orang percaya inilah periode terburuk sepanjang sejarah kehidupan entitas Yahudi, dan paling fenomenal dari kebangkitan anti-Semit sejak tahun 1930--pararel dengan yang pernah terjadi setelah Perang Dunia II.

Pekan lalu, Parlemen Israel, setelah selesai menggelar hajatan nasional yang besar dalam memilih pemimpin mereka, segera berkumpul, duduk satu meja, mengurung diri membicarakan hal ini.

Gerakan anti-Yahudi ini menghebat dan berlangsung terus dan terus, hingga baik Israel sendiri, dan AS selaku tukang pelindung negara Zionis itu, sampai harus mengeluarkan pernyataan gegabah yang lantas ditertawakan banyak orang, "Siapapun yang mempunyai sikap anti-Semit di dunia internasional, akan mendapatkan sanki berat dan legal!", demikian Senator AS, Daniel Moynihan.

Namun, pernyataan Moynihan itu segera disambut dengan adem-ayem. Ini betul-betul dramatis dramatis. Di mana pernyataan Senator Patrick Moynihan, yang sangat pro-Israel, tidak mendapat sambutan publik.

Kita sekarang telah mendengar di sana-sini begitu banyak tokoh agama, terutama dari kalangan Kristen, dan katolik, yang disebut murtad oleh gereja. Di Vatikan dan Argentina belum lama ini, seperti Uskup Williamson, yang secara terbuka menolak holocaust, dan menyebutkan perisitwa itu hanyalah dilebih-lebihkan, sehingga uskup Williamson di usir dari Argentina.

Hasilnya? Parlemen Israel, mendorong lahirnya sebuah : "Deklarasi London" (bukti bahwa Inggris mempunyai andil dalam diaspora Yahudi, dan banyak disesali oleh rakyat Britania Raya sendiri) menyatakan bahwa "Kami merasa sangat terganggu dengan sikap anti-Semit ini."

Perbedaan anti-Semit lama dan baru sendiri tengah bergesekan demikian kuat. Per Ahlmark, mantan pemimpin Partai Liberal Swedia mengatakan, "Dulu, anti-Semit hanya menyerang Yahudi per-indivu saja.

Sekarang, anti-Semit berlaku secara kolektif, untuk semua orang Yahudi tanpa pandang bulu, dan lebih tegasnya lagi, ditujukan pada negara Israel. Dulu, kita mengenal istilah Judenrein, atau dunia tanpa orang Yahudi. Sekarang kita mengenal Judenstaatrein, dunia tanpa negara Yahudi."

Sedemikian mengerikannya gerakan anti-Semit di Barat, 125 anggota Parlemen dari berbagai negara yang menjadi sekutu Israel, sampai harus mengemis membuat proposal yang berisi tentang tuntutan mereka yang menolak anti Semit.

Namun toh, dunia terlanjur muak dan melihat Yahudi sebagai durjana keparat sepanjang masa. Gerakan anti-Semit bahkan telah berubah menjadi lebih besar menjadi tiga manifestasi sikap. Pertama, sanksi-negara. Beberapa negara sudah mulai menunjukan keberanian untuk menelikung Yahudi. Turki dan Iran adalah contoh yang begitu jelas. Kejadian beberapa waktu lalu, sepanjang jalan di Iran telah dipenuhi dengan coretan banner "Hapus Israel dari Peta!" dan mendengung-dengungkan Israel sebagai "Kanker ganas" serta melabeli orang Yahudi sebagai "Iblis Gentayangan."

Gerakan anti-Semit yang kedua tertuang dalam platform dan kebijakan yang berada dalam organisasi seperti Hamas, Jihad Islam, Hizbullah, dan Al-Qaida yang telah menetapkan kehancuran Israel.

Dan yang ketiga, merebaknya fatwa agama yang disampaikan di masjid dan media, bahwa Yahudi dan Yudaisme adalah musuh Islam, hingga patut dilawan dengan segala cara: ekonomi, media, dan juga senjata.

Dengan ketiga manifestasi itu, tak pelak dunia telah menyudutkan bangsa Yahudi pada posisi yang sesempit-sempitnya.

Sekarang, semua bangsa Yahudi tengah tiarap, menghina-dinakan mereka sendiri untuk memalsukan diri mereka menjadi apa dan siapa saja, seperti yang juga dilakukan oleh nenek moyang dahulu ketika mereka sedang terjepit.

Yang membuat anti-Semit sekarang ini begitu deras bagai air bah adalah para pelakunya adalah generasi baru, atau orang-orang baru yang tadinya sama sekali tidak menyadari adanya Yahudi yang licik dan berekor banyak.

Anti-Semit sekarang justru banyak dimulai di kampus-kampus seperti Amerika Utara dan Eropa, terutama di Inggris. Dunia mulai mengendus bahwa Israel adalah sebuah negara yang sangat "apartheid" . Setelah gelombang Israel adalah negara apartheid, dunia bahkan sudah menyebut Israel sebagai negara Nazi yang baru.

Tak ada perdebatan. Tak ada yang menyangkal. Alasan Yahudi untuk melindungi diri semakin membuat blunder langkah mereka, di antaranya menghancurkan Hamas dan membunuh semua orang Palestina dan merampas tanahnya. Dan percaya atau tidak, perlawanan terhadap Yahudi baru saja dimulai

JuSt A ShArE...

The Wise Young Muslim Boy Many years ago,

During the time of the Tâbi'în = followers (the generation of Muslims after the Sahâbah (the Sahâbah are the peoples who lived with the prophet and followed him)), Baghdâd was a great city of Islam. In fact, it was the capital of the Islamic Empire and, because of the great number of scholars who lived there, it was the center of Islamic knowledge.

One day, the ruler of Rome at the time sent an envoy to Baghdad with three challenges for the Muslims. When the messenger reached the city, he informed the khalîfah = Empiror, that he had three questions which he challenged the Muslims to answer.

The khalîfah gathered together all the scholars of the city and the Roman messenger climbed upon a high platform and said, "I have come with three questions. If you answer them, then I will leave with you a great amount of wealth which I have brought from the king of Rome."
As for the questions, they were:
"1- What was there before Allâh?"
"2- In which direction does Allâh face?"
"3- What is Allâh engaged in at this moment?"

The great assembly of people were silent. (Can you think of answers to these questions?)
In the midst of these brilliant scholars and students of Islam was a man looking on with his young son: "O my dear father! I will answer him and silence him!" said the youth.
So the boy sought the permission of the khalîfah to give the answers and he was given the permission to do so.
The Roman addressed the young Muslim and repeated his first question, "What was there before Allâh?"
The boy asked, "Do you know how to count?"
"Yes," said the man.
"Then count down from ten!" So the Roman counted down, "ten, nine, eight, ..." until he reached "one" and he stopped counting
"But what comes before 'one'?" asked the boy.
"There is nothing before one- that is it!" said the man.
"Well then, if there obviously is nothing before the arithmetic 'one', then how do you expect that there should be anything before the 'One' who is Absolute Truth, All-Eternal, Everlasting the First, the Last, the Manifest, the Hidden?" Now the man was surprised by this direct answer which he could not dispute.
So he asked, "Then tell me, in which direction is Allâh facing?"
"Bring a candle and light it," said the boy, "and tell me in which direction the flame is facing."
"But the flame is just light- it spreads in each of the four directions, North, South, East and West. It does not face any one direction only," said the man in wonderment.
The boy cried, "Then if this physical light spreads in all four directions such that you cannot tell me which way it faces, then what do you expect of Allâh the Nûru-Samâwâti-wal-'Ard= Allâh the Light of the Heavens and the Earth!? Allâh - Light upon Light, Allâh - faces all directions at all times."
The Roman was stupified and astounded that here was a young child answering his challenges in such a way that he could not argue against the proofs. So, he desperately wanted to try his final question.
But before doing so, the boy said, "Wait! You are the one who is asking the questions and I am the one who is giving the answer to these challenges. It is only fair that you should come down to where I am standing and that I should go up where you are right now, in order that the answers may be heard as clearly as the questions."
This seemed reasonable to the Roman, so he came down from where he was standing and the boy ascended the platform. Then the man repeated his final challenge, "Tell me, what is Allâh doing at this moment?"
The boy proudly answered, "At this moment, when Allâh found upon this high platform a liar and mocker of Islam, He caused him to descend and brought him low. And as for the one who believed in the Oneness of Allâh, He raised him up and established the Truth.
...Every day He exercises (universal) power (Surah 55 ar-Rahmân, Verse 29)."
The Roman had nothing to say except to leave and return back to his country, defeated.
Meanwhile, this young boy grew up to become one of the most famous scholars of Islam.
Allâh, the Exalted, blessed him with special wisdom and knowledge of the deen.
His name was Abu Hanîfah (rahmatullâh 'alayhi= Allâh have mercy on him) and he is known today as Imâm-e-A'dham, the Great Imâm and scholar of Islam.
--- All that are in the heavens and the earth entreat Him. Every day He exerciseth (universal) power. (Quran 55-29) ..........

====================================================

subhanAllah , this is called having knowledge of Allah subhanahu wa ta'ala.

Here's a beautiful khutba transcript I wanted to share with you:
http://www.khutbah.com/en/return_allah/remember.php

please please go through it.
The more we know Allah , the more our love for Him is going to increase.

Wa salamualaikum _ your sister, Ridita.

Khilafah Akan Kembali Tegak!

Keyakinanan akan tegaknya kembali Khilafah Islamiyyah tidak hanya diyakini oleh para pejuang penegak Khilafah saja. Para penulis Barat juga meramalkan Khilafah akan kembali tegak di waktu yang akan datang. Jika orang Barat saja percaya Khilafah akan kembali tegak, mengapa sebagian kaum Muslim menyangsikan kehadirannya? Akan adanya kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua telah dikabarkan oleh Rasulullah Saw dan umat Islam akan berkuasa telah dijanjikan oleh Allah Swt. Sudah sepatutnya kaum Muslim bersegera bahu-membahu untuk mewujudkannya. Berikut dua berita terkait penulis Rusia dan Amerika yang menyatakan bahwa Khilafah akan kembali tegak.

Khilafah Tahun 2020 Di Dalam Pandangan Seorang Penulis Rusia ..!!

Rilis dari buku “Rusia .. Imperium ketiga”

Akhir-akhir ini, di Rusia telah diterbitkan sebuah buku yang berjudul “Rusia .. Kekaisaran ketiga,” ditulis oleh “Michael Ioreyev“, direktur sebuah perusahaan Rusia dan Wakil Presiden Rusia Union of Industrialists dan Wakil Ketua Duma (Rusia Assembly).

Buku tersebut menyingung masa depan Rusia. Pada Coverian dalam buku berisi peta dunia menampilkan beberapa negara dan Eropa terletak di dalam batas-batas dari Rusia.

Penulis mengatakan bahwa ia memperediksi aka nada beberapa Negara Besar di dunia yang akan muncul pada tahun 2020. Saat itu,akan terdapat empat atau lima negara berperadaban ,yaitu Rusia, yang akan menguasai benua Eropa,Cina, Negara Timur Jauh, Negara Khilafah Islam dan Negara konferderasi Amerika yang akan menggabungkan Amerika Utara dan Amerika Selatan. Begipai Negara Islam.

Penulis tidak bisa memastikan bahwa hanya Rusialah yang akan menguasai benua Erofa. Tapi ia meyakini bahwa peradaban Barat pasti akan lenyap. Pasti akan diperangi atau dikuasai oleh beberapa Negara tersebut.

Tentang system yang akan diadopsi oleh Imperium ketiga itu, penulis mengatakan” sisitem itu adalah system kapitalis yang sebenarnya,yaitu sistem yang mampu memproduksi devisa paling besar dan memberikan peluang kerja untuk semua orang.

Sumber: Al-Aqsa.org, 19 Februari 2009

Resensi Buku: Kejatuhan dan Kebangkitan Negara Islam

Dalam bukunya yang terbit di tahun 2008 berjudul “Kejatuhan dan Kebangkitan Negara Islam”, Profesor Noah Feldman di Harvard menyatakan bahwa kemunduran Syariah Islam di masa lalu akan diikuti dengan kebangkitan Syariah Islam, suatu proses yang berakhir pada terbentuknya Khilafah Islam. Feldman adalah salah satu anggota komisi luar negeri New York. Buku-buku karangan dia sebelumnya juga membuat kejutan, seperti “Paska Jihad: Amerika dan Perjuangan Demokrasi Islam” (2003), “Hutang Kita Kepada Iraq: Perang dan Etika Membangun Negara” (2004), dan “Dipisah oleh Tuhan: Problema Pemisahan Negara dan Agama di Amerika — Apa yang Harus Kita Lakukan” (2005).

Bagi Feldman, beberapa kondisi tertentu diperlukan untuk memenuhi proses kebangkitan. Negara Islam akan menerapkan keadilan bagi umat, namun Negara tersebut tidak bisa dibangun dengan menerapkan sistem lama begitu saja, tapi harus mengenalkan sistem yang baru.

Tesis Feldman memerlukan perhatian khusus. Pada awal abad ke 21, dunia termasuk dunia Islam dan Timur Tengah akan mengalami perombakan. Apa peran Islam dalam perubahan tersebut? Pertanyaan ini perlu dijawab.

Pengalaman sejarah kita menunjukkan bahwa keruntuhan institusi politik yang besar dan mapan seperti Uni Soviet dan sistem Kerajaan-Kerajaan masa lalu biasanya tidak bisa dibangkitkan lagi. Kecuali hanya ada dua: Struktur Demokrasi sebagai kelanjutan dari Imperium Romawi, dan Negara Islam. Siapapun yang jeli memonitor situasi dunia Islam dari Maroko ke Indonesia akan melihat bahwa loyalitas masyarakat terhadap Islam tidak berubah meskipun kebobrokan administrasi dan kesewenang-wenangan kekuasaan banyak sekali terjadi di sana. Walaupun faktanya para pimpinan mereka gagal untuk menerapkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan tenggelam dalam budaya korupsi dan kepalsuan, mereka masih mampu berkuasa dengan menggunakan tongkat represif. Ulama Islam yang sejati dan Hakim seperti masa sebelumnya sudah tidak ada lagi atau tidak lagi berfungsi untuk menghentikan kesewenang-wenangan penguasanya. Namun demikian, sebagaimana diyakini oleh Feldman, saat ini Islam akan kembali dengan wajah yang berbeda dibandingkan yang dikenal dalam masa sebelumnya.

Feldman berargumentasi bahwa pergerakan Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir menghargai demokrasi. Ketika lobi Yahudi berusaha menampilkannya sebagai organisasi teroris, Hamas sebenarnya menghormati keabsahan demokrasi. Di Turki, partai politik Islam atau partai pro Islam sudah lama berdiri sejak tahun 1969 dalam kancah politik dan keluar masuk panggung kekuasaan melalui pemilu.

Dalam menghadapi tantangan dunia modern, Muslim mampu menahan upaya restorasi radikal dan kuat tanpa meninggalkan akar tradisi mereka. Model ‘Walayat al-Faqih’ (Komite Ahli Hukum Islam) yang dikenalkan di Iran setelah revolusi Islam pada tahun 1979 perlu didiskusikan dan ditinjau secara mendalam. Salah satu prioritas penting dalam dunia Islam adalah pemecahan masalah keseimbangan kekuasaan dan penegakkan hukum. Sejak masa Nabi Muhammad, penguasa Muslim berusaha keras untuk meyakinkan masyarakat tentang keabsahannya dengan melarang semua hal yang dinyatakan sebagai haram, namun di masa sekarang penekanan pada aspek kebebasan menjadi lebih penting. Keberhasilan di aspek ini oleh Dunia Islam tidak saja akan menguntungkan dunia Islam, tapi juga Dunia Barat.

Feldman juga menekankan bahwa di masa lalu, ulama yang menafsirkan Syariah adalah pemegang peran dalam mengontrol lembaga eksekutif; namun, menurutnya, peran ini dihancurkan oleh reformasi yang belum selesai dna fenomena Tanzimat yang ditemukan pada masa Ottoman. Akibatnya, ketiadaan lembaga yang mengontrol penguasa mengakibatkan kesewenang-wenangan yang memonopoli sistem administrasi. Feldman juga menyebutkan bahwa Khilafah Ottoman berutang kepada Dunia Barat sehingga ia berada dalam tekanan untuk melakukan reformasi. Akibatnya, sistem keadilan dan para ulama Islam akhirnya diganti dengan lembaga baru, sehingga runtuhlah kekhalifahan Islam. Kekuatan penjajah imperialis seperti Inggris dan Perancis akhirnya berhasil masuk.

Akan tetapi, Feldman juga melihat bahwa lembaran baru di abad 21 akan tiba dengan kembalinya Islam meskipun kekuatan politiknya sempat runtuh di tahun 1924 dan para ulamanya yang berperan sebagai pengawal Syariah sempat dipinggirkan dan disingkirkan.

Sumber: World Bulletin, 30 Januari 2009