Tuesday, February 26, 2008

GuRu BeSar IAIN : RaWan KoNflik, PenDirian NeGaRa IsLam TaK PerLu

Pendirian negara Islam saat ini tidak memungkinkan dan tidak per1u. Hal ini disebabkan sudah eksisnya sistem tatanan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim di dunia. Jika diganti akan berpotensi menimbulkan konflik.

Guru Besar bidang Sejarah Peradaban Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang Muslich Shabir, mengatakan hal itu seusai pidato pengukuhan dirinya di Kampus IAIN Walisongo, Semarang, Kamis (21/2). "Di masyarakat yang majemuk seperti sekarang ini, ide pendirian negara Islam rawan menimbulkan konflik" ujarnya.

Apalagi, lanjut Muslich, jika kembali menengok sejarah, peranan khilafah Islamiyah (sistem negara Islam) sejak dihapuskan pada abad ke-18 sudah tidak efektif. Fungsi khalifah (pemimpin) saat itu tidak lebih hanya sebagai tokoh spiritual saja," ungkapnya.

Jika negara-negara sepakat mendirikan khilafah, maka negara itu akan berubah menjadi semacam negara bagian atau disebut provinsi karena pemerintah pusat hanya ada satu di bawah pimpinan khalifah.

"Dalam konteks negara kita, NKRI merupakan hasil kesepakatan seluruh komponen bangsa termasuk umat Islam yang mayoritas. Bentuk NKRI merupakan upaya final, jadi, tidak perlu didirikan 'negara' lain menggantikan NKRI," ujar Muslich seperti dalam pidato pengukuhan dirinya.

Untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat Islam, yang menurut Muslich, lebih baik disalurkan melalui lembaga yang sudah ada, yaitu Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun, Muslich juga mengakui jika OKl kurang OKI berfungsi optimal. Hal ini disebabkan OKI sarat kepentingan politik masing-masing anggotanya.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor IAIN Walisongo, Semarang, Prof Dr Abdul Djamil, mengatakan, jika untuk mengganti Pancasila dengan sistem khilafah - Islamiyah adalah hal yang tidak perlu dilakukan. Pancasila menjadi dasar negara sudah bisa mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat yang majemuk.

"Lebih baik lembaga yang sudah ada yaitu OKI, yang perlu dioptimalkan," ujar Djamil.[kompas]

No comments: