Friday, May 10, 2013
Memilih Teman. Ini Kiatnya
Mencari teman gampang-gampang susah. Butuh kejelian dan mata hati untuk menangkap getaran keikhlasan. Apa yang keluar dari hati, niscaya akan bermuara pada hati pula.
Karena itu, jika ingin berteman, kata Ustadzah Iffah Ainur Rochmah, agar memperhatikan sejumlah hal. Pertama, pilihlah yang bisa menambah motivasi ke arah yang lebih baik.
Rasulullah saw bersabda, berteman dengan penjual parfum, maka harum semerbaklah yang akan lengket, bergaul dengan pandai besi, maka aroma asaplah yang akan didapat.
Kedua, pegangan dalam berteman adalah ideologi, keimanan. Hal ini ditegaskan dalam Alquran, kata Iffah, bahwa janganlah menjadikan orang kafir sebagai tumpuan kepercayaan.
Ini bukan berarti larangan bermuamalah dengan non-Muslim, melainkan yang dimaksud ialah mendaulat orang tersebut sebagai kepercayaan satu-satunya. “Itu yang dilarang,” katanya menjelaskan.
Ia bertutur, Rasulullah saw menyerukan agar menjaga hubungan dengan umat yang lain, dalam hal ini kebanyakan dengan ahli kitab.
Hubungan yang dilakukan dengan umat di luar umat Islam, kata Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir ini, bisa dalam bermuamalah, saling mengunjungi, menikmati makanan yang disembelihnya.
Agar hubungan sesama teman berjalan langgeng, menurut Iffah, harus dilandasi dengan saling menjaga ukhuwah Islamiyah. Jika landasan ini kuat, bisa menjadi pertemanan jangka panjang.
Pertemanan dilakukan pula dengan tulus, bukan untuk kepentingan tertentu. Kalau tujuan mencari teman sebanyak-banyaknya, tapi untuk mencari keuntungan, itu namanya berdagang, tidak akan langgeng.
“Namun, pertemanan yang tulus, pamrih, tanpa berharap mendapat imbalan apa pun, bisa sampai kakek-nenek,” ujar Iffah menjelaskan.
Dalam pertemanan perlu juga menjaga etika. Di antaranya, kata Iffah, harus selalu berbaik sangka serta memiliki rasa empati bila teman dalam kesusahan dan berusaha meringankan bebannya.
Sesama teman harus saling menasihati dan sabar. Jika ada selisih pendapat, sikapi secara proposional, bukan dengan memutuskan silaturahim. “Selama tidak melanggar syariat, harus saling menghormati,” ujarnya.
Berteman yang diajarkan dalam Islam, menurut Ustadz Andi Hidayat, mesti dilandasi dengan rasa cinta kepada Allah SWT karenanya Allah akan mengumpulkan mereka di akhirat kelak.
Teman yang baik, ungkap Pembina Rumah Tahfiz Alquran Condet Jakarta Timur ini, selalu mengingatkan di jalan Allah. Sebaliknya, lanjut Andi, bukan termasuk teman yang baik jika kehadirannya hanya untuk bermain-main, bersenang-senang, mengurus kesibukan dunia.
Pertemanan yang hanya memikirkan dunia, di akhirat kelak mereka ini dituntut dan saling menyalahkan. “Di sinilah letak perbedaan teman duniawi dan ukhrawi,” katanya.
Agar pertemanan tetap terjalin dengan mulus, jelas Andi, harus saling menghargai hak masing-masing. Jika bertemu mengucapkan salam, saling mendoakan, dan rutin melakukan silaturahim.
Setiap pertemuan penuh dengan nasihat untuk kebaikan sehingga pertemuannya itu tidak sia-sia. Tidak ada salahnya sesekali membahagiakan teman dengan memberikan hadiah.
Menurut mahasiswa jurusan syariah LIPIA Jakarta ini, kehadiran teman sejati sangat dibutuhkan ketika mendapat musibah.
Doa yang tulus serta nasihat yang diberikan teman sejati lebih mengena dibandingkan teman yang hanya bergaul untuk urusan dunia.
Al mar'u 'ala dini khalilihi, perangai seseorang sedikit banyak akan memengaruhi teman terdekatnya. Ini tak lain karena intensitas dan kedekatan emosi antarkeduanya. Karena itu, Islam sangat memperhatikan ikatan pertemanan.
Menurut dosen Universitas Yarsi Jakarta, Dr Andian Parlindungan, pertemanan yang dilandaskan dengan spirit dan prinsip-prinsip keislaman pasti membawa keberkahan. Ini lantaran, jalinan itu dihiasi dengan saling mengingatkan dalam kebaikan, mengajak kebenaran, menjaga kesabaran, serta keadilan.
Keimanan dan nilai-nilai kebajikan itulah yang menjadi perekat utama. “Inilah pertemanan yang sesungguhnya,” ungkapnya. Bandingkan dengan ikatan atas asas duniawi, bisnis contohnya. Bisnis kelar, pertemanan pun pudar.
Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini tak menampik di balik pertemanan pasti ada kepentingan. Bisa sebatas maslahat duniawi atau akhirat.
Namun, ia menegaskan pertemanan yang ideal adalah jalinan dengan rida Allah SWT di dalamnya. Ia menyarankan agar mengutamakan berteman dengan teman seagama.
Ia menegaskan, Islam meletakkan rambu-rambu agar terhindar dari pergaulan yang salah. Akibat pertemanan negatif, dikhawatirkan akan ikut menyeret yang bersangkutan terjerumus.
Meski demikian, bukan berarti mereka yang berperangi buruk harus dijauhi secara mutlak. Justru, celah ini menjadi tantangan sebagai ladang dakwah. Selama masih mampu, maka berbagilah nasihat kebajikan. “Jika tetap sulit maka lebih baik menghindar,” ujarnya.
Ini dengan catatan, imbuhnya, tetap menjaga tali silaturahim. Sulitkah mencari teman yang baik? Tentu tidak, kata Andian.
Sederhananya, paling tidak mencari teman itu bisa lewat majelis-majelis ilmu. Secara garis besar, teman yang berasal dari majelis ilmu itu memiliki tujuan mulia yang sama, menuntut ilmu.
Ustadz Abdul Shamad Mahuse mengatakan, landasan pertemanan itu bertemu karena Allah SWT dan berpisah pun harus karena-Nya. Jadi, pertemanan yang sejati semata-mata karena Allah, bukan karena yang lain. Dan, ini hanya bisa dilakukan dengan teman seakidah.
Staf pengajar di Pesantren Nuu Waar Al-Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) ini mengutip surah al-Hujuraat ayat 10. Ia menyimpulkan, dari ayat itu diperoleh garis tegas mencari teman, yakni mereka yang mengajak pada kebaikan. “Utamakan Muslim dan niatkan beribadah,” ujarnya.
Shamad menegaskan, hendaknya pertemanan tidak boleh berdasarkan kultur, fisik, latar belakang pendidikan, kekayaan, atau status sosial di masyarakat.
Karena, percuma saja, Allah tidak melihat wajah, fisik, serta harta mereka, tetapi tolok ukur adalah amal perbuatan dan persahabatan yang dijalinnya karena Allah.
Meski demikian, Rasulullah saw, tuturnya, sebagai teladan tidak pernah melarang umatnya agar jangan berteman dengan pihak-pihak tertentu. Pertemanan memang melintas batas suku, agama, bahasa, dan sebagainya.
Justru Rasulullah saw menjalin pertemanan dengan siapa pun. Bahkan, ketika orang Yahudi yang menghalangi dakwah Rasulullah saw jatuh sakit, Nabi Muhammad menjenguknya.
Rasul mengajarkan agar membina hubungan dengan segenap umat manusia, lalu menghargai satu sama lain. “Yang dikecam ialah akidahnya, bukan orangnya,” jelas alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab Makasar ini. ''Itulah makna dari menjalin hubungan sesama manusia (hablun minannas),'' imbuhnya.
Sumber : ROL (republika online)
Saturday, April 13, 2013
Mewaspadai Sikap Rejim Represif ala orba di balik RUU ormas
Minus berita RUU ormas di media Indonesia dibandingkan berita KKN dan kondisi carut marut dunia perpolitikan di Indonesia bukan berarti RUU ormas tanpa polemik, bagi mereka yang kritis tentang hal ini. Bagi mereka yang kurang kritis, bisa jadi menganggap RUU ormas sebagai hal remeh yang tak perlu di fikirkan sampai pusing tujuh keliling.
Di balik pihak yang pro RUU ini, banyak juga ormas yang menolak RUU ini. diantaranya : ormas-ormas Islam, koalisi akbar masyarakat sipil Indonesia (KAMSI), koalisi perjuangan hak sipil dan buruh (KAPAK), federasi serikat pekerja metal Indonesia ( FSPMI), komisi untuk orang hilang dan korban tiindak kekerasan (KONTRAS), IMPARSIAL, pusat studi hukum dan kebijakan (PSHK), Elsam dan LSM.
ADA APA DIBALIK RUU ORMAS?
Bagi yang mencermati isi RUU Ormas ini, akan melihat ada draft pasal karet yang menuai kontroversi dan mengancam kebebasan untuk bersikap kritis kepada penguasa. Diantara pasal tersebut:
1. Unsur pemaksaan pancasila dan UUD 1945 sebagai asas tunggal utama dan pertama melebihi asas yang mencirikan karakter ormas
Draft pasal 2 : "Asas ormas adalah pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945, serta dapat mencantumkan asas lainnya yang tidak bertentangan dengan pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia 1945"
Ini merupakan langkah mundur ke belakang dan penghkianatan terhadap reformasi yang menelan banyak korban jiwa. Ini juga mengingatkan pada trauma kita, akan sikap represif rejim orde baru terhadap sikap kritis rakyatnya.
2. Definisi ormas dalam draft pasal yang mencakup semua elemen di masyarakat (kecuali parpol dan organisasi sayap parpol yang dikecualikan dalam pasal 4) beserta ketentuannya akan menjadikan pemerintah sangat berkuasa terhadap ormas, dan ini bisa menjadi pasal karet untuk mengontrol dan mengawasi dinamika sikap kritis masyarakat kepada penguasa agar sejalan dengan keinginan rejim yang berkuasa.
Draft pasal yang mendefinisikan " Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan NKRI yang berdasarkan pancasila "
Selain itu syarat administratif untuk mendapatkan surat keterangan terdaftar (SKT) bagi ormas tidak berbadan hukum bisa dijadikan sebagai alat 'memaksa' ormas agar sesuai dengan keinginan pemerintah.
Draft pasal tersebut (61) : " Ormas dilarang melakukan kegiatan apabila tidak memiliki surat pengesahan badan hukum atau tidak terdaftar pada pemerintah ".
Terdaftar pada pemerintah itu buktinya SKT. SKT bukan sekedar bukti surat keterangan terdaftar tetapi juga surat ijin. Artinya, 'silahkan membentuk ormas dan menjalankan aktivitas sebagai ormas asal diijinkan oleh pemerintah'.
3. RUU ormas memuat sejumlah larangan (pasal 61) yang bersifat multi tafsir dan standard serta kriterianya belum jelas.
Larangan dalam draft pasal 61 (2)a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan..d. melakukan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum; dan larangan lainnya, apa standard, kriteria, tingkatannya, semuanya belum jelas. Ini bisa jadi pasal karet sebab standard, kriteria, penafsiran, dan implementasinya tergantung pada selera pembuat undang-undangnya.
Larangan dalam draft pasal 61 (3)c. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak manapun tanpa mencamtumkan identitas yang jelas. Dengan larangan ini, yayasan yatim piatu, pembangunan masjid dan sarana sosial, organisasi pada umumnya, dan semua yang tercakup dalam definisi ormas tak boleh menerima sumbangan dari orang yang hanya menulis identitasnya 'hamba Allah', dsb..
Peluang untuk membuka sikap represif rejim ala orba semakin terasa manakala ada ancaman sanksi ketika terjadi pelanggaran; mulai dari surat peringatan tertulis, penghentian bantuan/hibah, penghentian sementara kegiatan hingga pencabutan SKT untuk ormas tidak berbadan hukum atau ormas berbadan hukum. Hanya pembubaran ormas berbadan hukum yang harus berdasarkan keputusan pengadilan. Sementara pencabutan SKT, pemerintah hanya wajib meminta pendapat hukum dari MA. Pencabutan SKT pada dasarnya adalah pelarangan, sebab ormas yang tak punya SKT dilarang beraktivitas (pasal 61 ayat 6).
BAHAYA RUU ORMAS
Jika RUU ormas ini gol jadi UU, maka akan menjadi ujian/cobaan berat khususnya bagi orang-orang beriman untuk bersikap kritis dan beramar ma'ruf nahi munkar kepada sesamanya termasuk aktivitas muhasabah mereka kepada penguasanya. Maka bagi para pembuat RUU ini dan siapapun yang terlibat di dalamnya, hendaklah segera bertaubat pada Allah dan mengurungkan niatnya untuk menimpakan cobaan berat kepada saudaranya sesama muslim atau Allah akan benar-benar menimpakan ancamanNya kepada mereka,
" Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan berat kepada orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azhab jahannam dan bagi mereka azhab neraka yang membakar " (Qs. al buruj : 10).
Cukuplah ayat Allah ini sebagai peringatan keras bagi manusia, khususnya kita, umat islam
Tuesday, April 2, 2013
-Curhat Islami ku-
waktu demi waktu berganti
sejak daulah khilafah islam terakhir di turki hancur
waktu demi waktu kian terasa
betapa jahiliyahnya kehidupan ini tanpa pembumian al Qur'an dan as sunnah
dalam bingkai negara berasazkan Islam,rahmatan lil alamiin...
waktu demi waktu berlalu
sejak daulah khilafah islam terakhir di turki hancur
semakin kami rasakan
'sempitnya' kehidupan umat manusia
kondisi poleksosbudhankam yang carut marut
KKN marak
bencana alam dimana-mana
elit politik sibuk dengan partai dan kepentingannya sendiri
hingga kepentingan rakyat terbengkalai
ibarat anak kehilangan ibunya
atau ibu yang tak becus mengurus anaknya
musibah datang silih berganti
entah sampai kapan
waktu terus bergulir
sejak daulah khilafah islam terakhir di turki hancur
sudah tak terbilang berapa nyawa muslim melayang ditangan begundal kuffar
zionis yahudi israel membantai muslim palestine
ekstrimis hindu india membantai muslim kashmir
ekstrimis kristen ortodox serbia membantai muslim bosnia, albania
ekstrimis kristen ambon membantai muslim ambon
tentara kuffar AS dan konco-konconya membantai muslim di afghanistan, iraq, pakistan,
belum termasuk nyawa muslim terduga (belum tentu benar terdakwa) teroris yang melayang di tangan rejim penguasa zhalim
dan kini ;
rejim sesat syiah ala bashar al assad dibantu kroni syiah nya di iran dan lebanon
tega nian membantai rakyatnya yang muslim dengan keji
dan entah akan berapa banyak nyawa muslim melayang dan dimana...
ya Allah
tak semua apa yang kutumpahkan dalam curahan hatiku ini
akan membuat hati orang lain termasuk sebagian saudara muslim ku senang
bahkan mungkin mereka akan mencela apa yang kutumpahkan dengan penaku
bisanya hanya mengeluh,koar-koar,teriak-teriak,NATO alias no action talk only...
tapi semua anggapan sinis itu tak masalah bagiku, meski terasa panas di telingaku
karena apa yang kudapatkan akibat tulisanku yang ala kadarnya ini
tak sebanding dengan apa yang dialami saudara-saudaraku seiman di bumi Allah manapun yang meregang nyawa ditangan musuh-musuhMu, ya Allah
tak sebanding dengan apa yang dialami sesama ku di bumi Allah manapun yang menghadapi berbagai kesulitan dalam hidupnya
sementara disini aku, dan orang lain semisal aku, hanya berdiam diri, dan mengeluh akan kehidupan yang aku dan keluargaku jalani
atau hanya menikmati kenikmatan yang Kau berikan kepada keluargaku dan orang-orang yang kucintai karenaMu.
Seharusnya, dalam kondisi ini, tak layak seorang muslim yang mengaku dirinya beriman, masih merasa nyaman dan tentram dengan kehidupannya yang damai dan tentram
dan tak layak baginya untuk merasa bahwa segala persoalan yang menghampiri mereka menunjukkan seolah-olah dunia ini beserta masalahnya milik mereka saja
tanpa sama sekali memikirkan kepentingan dan masalah saudaranya yang lain...di bumi Allah manapun,tanpa batas
betapa egoisnya jika muslim berlaku demikian.
ya Allah, jadikanlah aku seorang muslim yang benar-benar mencintai agama dan saudaranya karenaMu, berdaya guna bagi islam, dan umat manusia umumnya serta umat islam khususnya ; dengan memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan da'wah islam saat ini hingga ajalku menjemput
berkahilah usia ku dengan banyak taubatan nasuha atas dosa-dosaku dan amalan sholih serta perjuangan dan pengorbanan di jalan yang Kau ridhoi, Islam
seberapa pun banyak/sedikit usia yang Kau inginkan dalam hidupku
Monday, March 25, 2013
Amalan FB yang sia-sia
Siapa tak punya akun facebook. Ini sudah 2013, masa akun facebook saja tak punya.. Ada pula yang berujar, “Facebook, plus minus sih ya..”.
Ya, ya. Facebook adalah sebuah produk peradaban. Masalah ia mengandung nilai budaya tertentu, masing-masing akan berbeda paham.
Ada yang berkata, budaya yang dianut facebook itu budaya All Seing Eye, budayanya Dajjal si Mata Satu. Budaya pengintaian dan pengendalian massa oleh invisible hand, ada tangan di balik layar yang mengontrol dan menggiring penggunanya pada target tertentu. Dimana kita menyetorkan sederet data pribadi kita pada pihak yang tidak kita sadari yang sangat mungkin memiliki kepentingan dibaliknya. Apapun kepentingannya, ekonomi, pengendalian informasi dan opini, transfer budaya, sampai agenda politik praktis.
Ada pula yang menganggap analisa di atas berlebihan. Facebook toh hanya produk teknologi yang bebas nilai. Hanya madaniyyah (benda) saja, bukan hadhoroh (mengandung nilai dan pemikiran tertentu), kata sebagian kawan-kawan. Seperti pisau. Tergantung pemakainya. Mau dipakai mengiris bawang bisa, mau dipakai untuk tindak kriminal pun bisa. Jadi dikembalikan pada niat dan awareness (kemawasan) pengguna facebook itu sendiri.
Terlepas dari itu semua, memang ada poin-poin yang agaknya banyak dirasakan oleh para facebookers sendiri dan itu sangat merugikan. Ulasan berikut mungkin dapat memberikan sedikit gambaran.
Ujian itu Bernama Informasi
Pertama, derasnya informasi yang ditampilkan oleh sistem jejaring sosial tersebut ketika kita baru saja membuka akun kerap membuat kita tak kuasa mengelolanya. Kita terdisorientasi dan limbung. Kita terbawa pada rasa penasaran yang sering kali mencelakakan. Tadinya hanya mau mengunjungi kawan yang sudah lama tidak kontak yang ada menjelajah kesana kemari tak tentu arah. Selanjutnya hanya tinggal penyesalan, itu pun jika kita mengevaluasi diri. Bukan tidak mungkin kita malah terlalaikan oleh banjir informasi tersebut lantas kecanduan. Naudzubillahi min dzalik.
Informasi memang demikian, jika sudah datang maka tak dapat kita cegah dan jika sudah kita sosialisasikan tak dapat diperbaharui. Ia bersifat irreversible, tidak bisa ditarik kembali. Kita mungkin dapat meralat tapi informasi yang sudah kita lepaskan kemarin tetap ada, tetap tercatat. Maka, di sini pentingnya pengelolaan atas informasi tersebut.
Kita harus benar-benar mawas terhadap informasi ini, karena setiap informasi yang datang biasanya akan mempengaruhi diri kita. Bisa berpengaruh buruk ataupun berpengaruh baik. Besarnya pengaruh itu sangat tergantung pada integritas dan kualitas jiwa kita.
Hanya mereka dengan orientasi hidup yang shahih dan berakar sehat yang mampu mengelola informasi yang datang menjadi charger positif pada dirinya. Karena biasanya mereka memiliki agenda harian yang jelas dan berkualitas. Karena karakter fikrah yang shahih selalu membawa pengembannya pada amalan-amalan nyata yang bermanfaat dunia akhirat. Dan agenda harian adalah eksekusi logis setelah seseorang membuat rancangan hidup yang visioner.
Maka, agenda harian ini membuat rangkaian waktu mereka -yang visioner itu- sarat dengan prioritas amal dan terarah. Langkah-langkah hariannya tidak gampang menyerong tersedot informasi-infomasi tak berguna. Ia khusu pada perbaikan kualitas amalnya, baik amalan muamalah maupun amalan fardhiyyah. Agenda harian membantunya tak mudah mencampuri urusan yang bukan urusannya atau amal-amal buruk yang hanya memasung tujuan dan nilai-nilai yang hendak ia wujudkan. Ia dengan mudahnya meng-cut aktivitas facebooknya jika dirasa itu sudah merusak agendanya. Maka, ia tinggalkan mereka yang memakan bangkai di facebook , ia tinggalkan riya, namimah, perkataan dusta dan sia-sia.
Maka, mari kita belajar beragenda! Namun, yang mesti diingat bahwa agenda hanya tinggallah agenda tanpa keyakinan yang terus disegarkan dan langkah yang terus dihentakkan. Disini perlunya kita terus menimba ilmu dan bergabung dengan orang-orang yang shalih dan wara’ (mawas).
Mari kita renungi sekali lagi kalamullah yang sering dilantunkan anak-anak kita dalam rangkaian hafalannya:
“Demi Masa! Sesungguhnya manusia itu di dalam kerugian. Kecuali mereka yang beriman, beramal soleh dan berpesan-pesan dengan kebenaran serta berpesan-pesan dengan kesabaran.” (Al ‘Asr 103: 1-3)
Hal diatas adalah langkah agar banjir informasi tersebut tidak menenggelamkan kita, lantas bagaimana jika kitalah yang hendak menjadi sumber informasi. Jauh-jauh hari Rasulullah Muhammad Salallahu’alaihi wasalam sudah mengajarkan kita bagaimana pengelolaan informasi terbaik.
”Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.”(HR. Muslim).
Imam Malik –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,
”Ketahuilah, sesungguhnya seseorang tidak akan selamat jika dia menceritakan setiap yang didengarnya, dan dia tidak layak menjadi seorang imam (yang menjadi panutan, pen), sedangkan dia selalu menceritakan setiap yang didengarnya.
(Dinukil dari Muntahal Amani bi Fawa’id Mushtholahil Hadits lil Muhaddits Al Albani).1
Allah berfirman dalam Al Quran:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.”(QS. an-Nisa’: 83)
Ibnu Katsir menafsirkan:
“(ayat tersebut) Adalah pengingkaran terhadap orang yang bersegera dalam berbagai urusan sebelum memastikan kebenarannya, lalu ia mengabarkannya, menyiarkannya, dan menyebarluaskannya, padahal terkadang perkara itu tidak benar.”
Bersosialisasi adalah fitrah manusia. Manusia dengan segenap potensi dalam dirinya tak dapat hidup sendiri. Ia banyak berkebutuhan dan pemenuhan kebutuhannya ada dalam interaksi sosial (muamalah). Di sini manusia akan saling menguji satu sama lain. Dan siapa yang paling tunduk pada rambu-rambu Allah dalam muamalahnya, dialah yang selamat. Dialah orang yang beruntung dengan kemenangan yang besar.
Jejaring sosial bernama facebook ini menyediakan wadah muamalah dengan spektrum yang cukup luas -yang sebenarnya agak berlebihan dan melelahkan- jika kita tenggelam tanpa reserve, seperangkat adab dan aturan.
Ada ‘Kesakralan’ Ukhuwah Yang Pantang Dinodai
Satu aspek dalam muamalah adalah ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah ialah bertautnya hati dan jiwa dengan ikatan akidah. Akidah adalah ikatan paling kuat dan mahal. Ukhuwah itu saudara iman dan perpecahan itu saudara kufur.
Ukhuwah adalah saat para penghuni penjara yang lain berkelahi memperebutkan selimut yang tak cukup, air yang kurang, makanan yang minim dan bangsal yang penuh sesak, mereka telah selesai menata siapa yang lebih banyak hafalan, sepenuh Al Quran, sepertiganya, setengahnya dan seterusnya. Atau yang lebih dalam dan luas ilmunya, untuk kemudian segera memulai program kuliah penjara dan lainnya. Mereka keluar dengan peningkatan prestasi hafalan Al Quran, tambahan bahasa asing dan selesai berbagai strata kuliah dengan gemilang. Kamar yang sesak tak jadi soal. Yang tidur belakangan merelakan pangkuannya menjadi bantal bagi saudaranya dan sebaliknya. Demikian uraian hikmah seorang guru.
Banyak orang bersaudara karena kesatuan suku, usaha atau partai, ormas atau jamaah. Tidak sepetutnya ukhuwah Islamiyah dibatasi oleh tembok-tembok rapuh. Astaghfirullah. Karenanya, membicarakan keburukan orang lain (ghibah), membawa berita yang menimbulkan permusuhan (namimah), serta memata-matai orang lain (tajasus) tidak serta merta menjadi halal, hanya karena mereka bukan saudara seorganisasi, hanya karena berbeda titik pandang dalam strategi perjuangan. Siapapun mereka, dalam ikatan iman, telah memiliki ‘kesakralan’ ukhuwah yang pantang dinodai.
Betapa mengerikan kelakuan beruang, singa dan harimau yang mencabik-cabik dan memakan daging mangsanya. Lebih mengerikan lagi makhluk berkerudung, berjubah, bercadar, berpeci, berkopiah, bercelana cingkrang, bersorban, berdasi, dan ‘berperadaban’ memakan daging saudaranya sendiri.
Lagi-lagi pada dimensi ini amalan facebook kita terjerembab, masuk ke dalam lubang biawak, sejengkal-sejengkal atau telak dalam sekali pukulan. Kita ikuti hawa nafsu orang-orang kafir yang tertawa di atas terpotong-potongnya tubuh kita. Tubuh kita sendiri, ukhuwah Islamiyah.
Betapa pertanyaan hipnotis berupa, What’s in your mind?, menyihir kita untuk serta merta menumpahkan ganjalan-ganjalan, kemasygulan, atau bahkan kegeraman, kejengkelan , dan olok-olokan pada saudara kita sendiri seketika emosi itu meluap. Tanpa mawas dengan hak-hak ukhuwah yang mesti kita penuhi. Tanpa menimbang terlebih dulu efek-efek yang akan terjadi akibat dari -apa yang kita namakan- status itu. Kita kunyah daging-daging saudara kita, kita ghibahi kesalahan saudara kita. Padahal yang mereka butuhkan adalah sepotong nasihat yang tulus. Rengkuhan hangat seorang saudara yang rela berkurban sabar untuk meluruskan, seberapapun ia terganggu dan terluka akibat kesalahan-kesalahan rekannya itu. Di sinilah mengapa aspek muamalah berefek sangat besar pada nasib kita di akhirat kelak.
Berstatemen dan mencurahkan isi hati gaya facebook dengan budaya show up per detiknya, pada situasi-situasi tertentu yang sensitif sangat mungkin menjadi pemicu saudara-saudara yang berbeda langkah saling memata-matai, saling mencari celah aib dan kelemahan. Jika memata-matai sudah menjadi halal, kondisi berikutnya tentu lebih buruk lagi. Ukhuwah tanpa tabayun (klarifikasi), ukhuwah dengan ghibah dan tajasus, hanya menyisakan hasad (kedengkian), permusuhan dan perpecahan. Perpecahan adalah saudara kufur. Ukhuwah adalah saudara iman.
Kita seperti sekor anjing yang tak segan-segan menceburkan diri ke dalam kolam untuk merebut tulang –yang tampaknya lebih besar- dari mulut rekan, yang ternyata bayangan dirinya sendiri. Ya, kita dan saudara seiman adalah diri yang sama. Astaghfirullahal ‘adzhim…
Seharusnya memang kita sedari awal berhati-hati, bahwa produk impor buatan kaum yang terlaknat ini lebih dari sekedar find friend, notifikasi, message, home, poke, group, fan page, dan fitur-fitur bersosialisasi lainnya. Ia tak lain adalah alat perang. Dan ternyata kita sudah kalah perang sedari masih di dalam kamar, di depan layar, ketika persiapan perang pun hanya sekedarnya kita lakukan. Allahumma fanshurna ‘alal kaumil kafirin..Aamiin.
Amal apapun memerlukan kesungguhan untuk menunaikannya, termasuk kesungguhan berukhuwah dalam tempat bernama facebook ini. Semoga Allah memberikan kita kemawasan diri dan bashirah (kejernihan hati) agar amalan facebook kita berdaya ishlah (perbaikan) bagi apa yang kita perjuangkan bukan lagi adegan berebut tulang kemudian menyesal.
Masuk ke dalam media sosial bernama facebook seperti masuk ke dalam parlemen demokrasi. What’s on your mind? Apa yang sedang kau pikirkan? Mari, tetaskan disini!
Ketika Rasa Malu Berekspresi Diuji
Teringat dengan tanda-tanda akhir zaman yakni banyaknya tulisan, tersebarnya kebodohan dan kemaksiatan juga masalah diserahkan tidak kepada ahlinya. Mungkin facebook salah satu fenomenanya. Ketika ada suatu berita dinaikkan menjadi status, siapa saja. Beramai-ramai semua mengomentari, begini dan begitu, komentar baik, komentar buruk. Dan semua komentar bernilai sama. Sama-sama terakomodasi. Sama-sama boleh dan sah-sah saja.
Kotak komentar menghipnotis siapa saja untuk ringan dan mudah berkata-kata, dan sayangnya lebih sering tanpa pertimbangan atas efek dari apa yang dikatakan. Spontan. Jauh dari kesan mendalam, khusu’ dan beradab. Tentu saja mereka yang ahli enggan berada di sini. Mereka yang ahli tak bisa menangani, karena masalah sudah dilemparkan pada mereka yang bukan ahlinya.
Berisik sekali media sosial yang satu ini. Kita rasanya sudah sampai titik jenuh menerima informasi yang minim maslahat. Betapa sia-sia dan konyolnya mencurahkan isi hati ke hadapan banyak orang. Apalagi jika itu menyangkut keretakan muamalah kita dengan saudara kita sendiri. Hanya menyisakan tanda tanya, fitnah, ghibah, adu domba, dan perpecahan.
Dulu kita tidak seperti ini. Dulu kita diam ketika marah. Dulu kita hanya mengadukan permasalahan kita pada orang yang kita percaya dapat berbagi solusi. Tapi kini kita kehilangan arah ketika gusar. Kita memang duduk dari berdiri, tapi sambil mengetik status. Kita menjadi kekanak-kanakan, reaktif dan mentah. Sudah cukup perpecahan ukhuwah ini menyiksa batin kita.
Betapa konyolnya ketika seorang perempuan meletup-letupkan hasrat ingin menikah dalam media sosial ini. Mungkin karena saking ringannya curhat di jejaring sosial sampai lupa menimbang bahwa yang dilakukannya laksana ikan segar yang menarik naluri banyak kucing. Masya Allah. Betapa sedihnya ketika ribuan remaja kita menghiasi statusnya dengan kelabilan sehingga dengan mudahnya diperalat orang-orang jahat. Ngobrol ngalor-ngidul, diimingi pulsa, hingga diajak kencan dan dikerjai. Na’udzubillah min dzalik. Tapi, begini memang akhir zaman, tulisan tersebar, fitnah tersebar. Lapangkan dada kita untuk tidak sampai kehilangan daya mafhum. Beginilah adanya, dan dari sini kita memulai apa-apa yang masih bisa kita perbaiki dan selamatkan.
Belum lagi kehinaan yang dilontarkan oleh seorang lelaki, “Sekarang nyari cewe mah gampang, sambil di closet juga bisa, buka aja facebook…”. Miris rasanya. Tapi, ungkapannya memang tidak salah. Facebook menjadi tempat penggunanya meng-artiskan diri. Semua pengguna seolah dijadikan pusat perhatian, pusat kendali. Di sini kita berlomba-lomba berekspresi, dengan segala bentuk ekspresi. Ada profile picture, ada kotak status, ada kotak komentar, notes, galeri foto, dan lain-lain.
Ketika dulu seorang lelaki hendak melamar seorang perempuan ia mencari tahu profil perempuan tersebut melalui kerabat dan kawan-kawan terdekat, sekarang dengan facebook semakin dimudahkan. Buka saja akunnya, hampir semua kehidupannya dapat kita lihat. Biodata diri, gaya berkata-katanya, gaya bercandanya, gaya berkawannya, gambar-gambar dirinya terdisplay demikian lengkap dan rapi.
Bahkan, bukan hanya mereka yang sudah siap melamar, mereka yang masih berkata, “Lima tahun lagi ya Ukhtiy..” pun tergoda untuk senantiasa memantau akunnya. Entah bagaimana nasib hatinya setelah aktivitas memantau itu. Dan ini berlaku pula untuk perempuan. Ada akun-akun sumber fitnah yang menggoda untuk selalu dibuka. Padahal hanya iseng, hanya menuntaskan keingintahuan, tidak penting. Tapi banyak membawa petaka. Sudah banyak keluarga tercerai berai karena tak bijak bermedia sosial. Na’udzubillahi mindzalik. Wallahulmusta’an. Semoga Allah menjaga kebersihan hati kita.
Tak perlu menyalahkan lelaki yang sakit pikiran ketika mereka dengan asiknya mengoleksi foto-foto perempuan jika kita sendiri memang yang memajang. Facebook memang sudah menjadi salah satu pasar gratis, mudah dan murah, tempat mengunduh ribuan gambar-gambar perempuan. Mulai dari ekspresi menunduk malu-malu sampai yang tak mengindahi malu. Mulai dari yang hanya terlihat mata sampai yang sangat terbuka. Dan jangan salahkan siapa-siapa ketika ada mata-mata tak sehat yang menekuri foto-foto kita.
Disini pula tempat di mana kerudung, jubah bahkan cadar kadang tak ada atsarnya, tak berjejak. Memang aneh jika aktivitas wall-wall-an disebut majlis ikhtilat. Toh tidak bertemu secara fisik. Tapi ternyata efek mentalnya tak jauh berbeda, malah jauh lebih dahsyat. Facebook menciptakan atmosfer yang akrab, dekat, dan hangat. Bahasa tulisan memang membangkitkan daya imaginasi yang lebih hebat dibanding bahasa visual.
Ketika kita mendidik anak-anak perempuan kita menuju masa takflif, salah satu poin paling penting adalah perihal interaksi dengan lawan jenis. Kita harus menumbuhkan rasa malu yang kuat pada mereka terhadap lawan jenisnya. Malu kalau auratnya terbuka, malu kalau ekspresinya dapat menggoda, malu beramahtamah dengan laki-laki tanpa suatu keperluan.
Kita ejawantahkan dengan detail bagaimana berinteraksi dengan lawan jenis itu. Kita katakan, hukum asal lelaki dan perempuan adalah terpisah, maka ketika bertinteraksi harus seperlunya saja, harus saling menjaga kemuliaan, harus menutup celah-celah setan, bersuara pun harus tegas, tak boleh berduaan, tak boleh campur baur dan seterusnya dan seterusnya.
Lantas, aktivitas facebook kita? Kita hadiahkan rentetan adab ijtima’i (pergaulan) pada anak perempuan kita, kita jaga mereka. Tapi kita demikian mudahnya iseng colek-colek akun lawan jenis, meskipun kawan akrab kita. Dimana rasa malu kita. Kita dengan santainya bercanda, tertawa, bahkan terbahak-bahak, memberikan icon menjulurkan lidah, mengerlingkan mata dalam forum campur baur. Meski dengan kawan akrab kita. Kita lupa dengan adab-adab pergaulan yang dulu sewaktu menjadi aktivis Islam di sekolah hal itu kita perjuangkan. Kita lupa apa makna seperlunya saja, kita lupa bahwa ada hijab yang tak boleh kita robek. Meski itu di dunia maya.
Teringat dengan ceramah seorang Syaikh tentang Masyarakat Ya’juj Ma’juj. Mungkin facebook ini miniatur Ya’juj Ma’juj Society, ketika semua bercampur baur tanpa ada hijab. Dajjal memang selalu menginginkan yang berkebalikan. Ketika Islam menghendaki kehidupan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan Dajjal menciptakan atmosfer kebalikannya. Wallahu’alam.
Ya terlepas dari itu, facebook dan sistemnya memang menjadi ujian bagi kita untuk menilai dan menimbang diri sendiri, layakkah diri kita untuk berekspresi seperti yang ingin kita kerjakan. Di sini kemampuan kita menimbang apa yang akan menjadi efek dari ekspresi kita menemukan kawah candradimukanya. Kebijaksanaan kita membagi informasi, menjaga langkah perbaikan, menjaga kehormatan diri dan keluarga, terutama menjaga kemuliaan dien Islam ini benar-benar diuji.
Lagi-lagi kita tertinggal dan terpedaya, konsentrasi dan tenaga kita dibekukan masih dalam tataran konten, padahal mereka sudah melangkah jauh dalam ranah sistem. Ya Allah, Anta maulana fanshurna ‘alal kaumil kafirin.
Sumber : http://www.arrahmah.com/
===MAKNA F.A.C.E.B.O.O.K===
F - Fahamilah wahai manusia.
A - ALLAH itu MAHA BERKUASA dan
MAHA PENYAYANG.
C - Cinta pada manusia hanya
sekejap, cinta pada ALLAH kekal
abadi.
E - Esok entah kita masih
bernyawa atau pun tidak..
B - Beramallah kita pada yang
MAHA ESA karena..
O - Orang yang selalu beramal di
sayangi ALLAH..
O - Orang yang berbuat kebaikan
akan di limpah kurnia-NYA..
K - Karena ALLAH itu satu.
Friday, March 8, 2013
Menang PILKADA Tolak Ukur Kemenangan Dakwah, Benarkah?
Oleh : Adi Victoria & Harits Abu Ulya
Analis CIIA (The Community Of Ideological Islamic Analyst)
Sebagian aktifis dakwah menganggap bahwa kemenangan di pesta demokrasi (pemilu/pilkada) merupakan tolak ukur dari sebuah kemenangan dalam berdakwah. Asumsinya, pemilu menjadi artikulasi politik masyarakat yang korelatif dengan seberapa besar sebuah konsepsi dan orientasi politik sebuah parpol (partai politik) mendapatkan tempat di hati masyarakat.Jika menang, berarti aktivitas politik ketika terjun ke masyarakat berhasil, dan hal tersebut ditandai dengan dukungan dan partisipasi yang teragregasi dalam wujud kemenangan pemilu/pilkada. Persepsi dan asumsi tersebut jelas mengandung karancuan dan peluang kesalahan.
Dalam realitas politik, bisa saja sebuah parpol bekerja maksimal untuk hadir di tengah masyarakat dan melakukan kewajiban politik parpol sebagaimana mestinya. Dampaknya adalah kepercayaan masyarakat kepada parpol, menjadi saluran dan representasi untuk mengadvokasi kepentingan masyarakat. Dalam pakem mekanisme demokrasi, perolehan suara parpol baik untuk kepentingan pemilihan parlemen (legislatif) maupun eksekutif jika menang bisa diklaim sebagai kemenangan parpol. Dan terkadang dengan bahasa klise diklaim sebagai kemenangan rakyat.
Dalam kontek dakwah yang dilakukan oleh parpol intra-parlementer, maka klaim kemenangan di atas rancu dan berpeluang salah. Tidak jarang sebuah awal langkah, di anggap puncak dan akhir langkah pencapaian. Hakikat kemenangan dakwah tidaklah bisa dinilai dengan tolak ukur kemenangan di pemilu ataupun di pilkada semata, namun juga adalah sejauh mana masyarakat menjadi sadar dan faham terhadap tujuan dari dakwah yang diemban oleh parpol itu sendiri. Juga dari sejauh mana parpol yang meraih kemenangan tersebut bisa merealisasikan target-target politiknya (ghoyah antara). Sebagai puncaknya bagi dakwah yang dipikul oleh parpol adalah sejauhmana bisa mengembalikan kehidupan sosial politik diatas jalan tauhid yang diajarkan dan diperintahkan al Qur’an dan as Sunnah.
Penyempitan tolak ukur cukup berbahaya karena umat ataupun masyarakat secara umum semakin terbius oleh praktik dakwah yang bersifat islahiy (dengan target perubahan artificial/kulit), dan bisa melenakan masyarakat atas akar persoalan yang mendera umat secara keseluruhan.
Dakwah Pragmatis (Waqi’iyun) vs Dakwah Ideologis (Mabda’i)
Ibarat menjadi seorang dokter, maka ketika dokter hendak mengobati seorang pasien, ia harus mendiagnosis terlebih dulu apa penyebab utama penyakit sang pasien. Dokter “tidak boleh salah” diagnosanya. Sebab, kesalahan dilevel ini akan berdampak kesalahan prognosanya (langkah medis berikutnya). Akibatnya, pasien bukan sembuh dari sakitnya, tapi bisa mati tragis, atau penyakitnya makin kronis dan komplikasi.
Demikian juga, kesalahan identifikasi terhadap persoalan umat Islam juga akan mengakibatkan kesalahan pada penentuan tujuan (target) dan metode dakwah, konsentrasi amal, persiapan-persiapan, serta perkara-perkara cabang lainnya.Dengan kata lain, kesalahan dalam perkara ini akan berimplikasi pada langkah-langkah selanjutnya.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap persoalan utama kaum Muslim harus dilakukan dengan teliti, sehingga upaya yang dilakukan oleh gerakan dakwah Islam bisa benar-benar menyelesaikan akar masalah sesungguhnya. Pada akhirnya, gerakan-gerakan Islam tidak memboroskan waktu dan energi umat pada perjuangan-perjuangan yang sebenarnya tidak menyentuh substansi dasar permasalahan umat.
Kalau kita melihat mereka yang mencoba mengurai persoalan umat, setidaknya ada dua arus gerakan (dengan dikotomi intra-parlemen dan ekstra-parlemen).Pertama yang disebut dengan gerakan dakwah pragmatis, dan yang kedua gerakan dakwah ideologis.
Dakwah pragmatis adalah dakwah yang menyadari kerusakan fakta yang ada dalam kehidupan umat, menyadari pula kewajiban untuk merubahnya, tetapi dakwahnya langsung fokus kepada langkah aksi, dan paradigma pemikirannya tidak menjangkau sampai ranah hakikat permasalahan pokok sekaligus utama yang menimpa masyarakat. Langkah aksi itu dilakukan minus kesiapan konsepsi yang bisa mengantarkan kepada kebangkitan. Akhirnya gerakan itu terjebak dalam ruang siklus aksi praktis dan pragmatis. Berputar-putar disitu saja hanya membawa pengaruh perubahan kulit dan tidak mendasar. Sebuah aksi yang berputar dan mengalir seiring dengan persoalan-persoalan baru yang terus bermunculan dan berkembang yang sejatinya persoalan tersebut adalah akibat dari akar persoalan yang tidak terpecahkan. Berdasarkan aksi-aksi yang dilakukan tersebut, mereka telah merasa melakukan kerja nyata, tidak hanya sebatas melakukan aksi berupa wacana atau sebatas konsep saja.
Seharusnya sebagai sebuah gerakan dakwah, ketika menetapkan usaha-usaha untuk meraih perubahan, mau tidak mau harus melihat dengan jeli fakta dari sebuah perubahan yang hendak diraih. Hal ini adalah kebutuhan krusial untuk memahami akar persoalan keumatan dan mengkonstruksi perubahan yang diidealkan. Penginderaan yang tepat pada sebuah permasalahan berpengaruh mutlak pada arah dan fokus agenda dari sebuah gerakan dakwah. Ini yang menjadi salah satu penyebab di antara sebab-sebab lain yang menunjukkan maksimal atau tidaknya arti dari sebuah perubahan yang diinginkan sebuah gerakan dakwah.
Berbeda dengan gerakan dakwah idelogis, yaitu dakwah yang menyadari realitas kerusakan dan keterbelakangan masyarakat. Gerakan ini akan melihat realitas permasalahan yang ada serta melakukan kajian secara mendalam tentang solusi yang bersifat fundamental/menyeluruh (taghyir al juduriy).
Karakter dakwah bersifat ideologis alamiyah akan berbenturan dengan pemikiran lama, perasaan kolektif masyarakat, peraturan-peraturan dan para aparaturnya (sistem yang sudah ada) dengan pemikiran yang dibawa oleh entitas gerakan ideologis. Sebuah pertarungan pemikiran dan politik benar-benar terjadi, baik dalam warna yang terang maupun terkadang masih “abu-abu”.
Akhirnya gerakan idelogis –sejak awal aktivitasnya- kerap dianggap asing dan membahayakan status quo. Sekalipun hakikatnya para pengemban dakwah ideologis di atas jalan yang benar (al haq). Sejarah selalu mencatat dengan baik episode pertarungan yang seolah tiada ujung itu.
Hakikat Kemenangan Dakwah
Kemenangan dakwah bukanlah sekedar sampainya orang Islam/parpol Islam ke tampuk kekuasaan. Apalah artinya orang Islam sampai ke tahta kekuasaan namun tidak menjalankan atau tidak menerapkan aturan Islam. Sangat masyghul bagi banyak umat jika hafidz qur’an, ataupun hafal ratusan bahkan ribuah hadist, namun hal tersebut hanya menjadi hafalan saja. Contoh empirik umat bisa menyaksikan fenomena parlemen di Mesir. Sebagian kaum muslimin bangga dengan orang-orang Islam yang duduk di kursi parlemen Mesir tersebut.25 % anggota parlemen Mesir adalah Hafidz qur’an. Diketahui bahwa para anggota dewan Parlemen Mesir terdiri lebih dari 140 orang adalah hafizh Al Quran, 100 orang lebih menghafal lebih dari 10 ribu hadits, 180 orang lebih telah hafal lebih dari 15 juz Al Quran. Namun pertanyaanya kemudian, apakah konstitusi negara mesir sekarang adalah syariat Islam?
Al Qur’an jelas bukan sekedar dibaca , tapi al Qur’an adalah pedoman hidup yang harus diamalkan . Bersama As Sunnah , Al Qur’an menjadi sumber hukum syariah Islam. Menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup berarti menjadikan syariah Islam sebagai pengatur kehidupan kita dalam seluruh aspek kehidupan.Lagi-lagi muaranya adalah syariah Islam.
Sungguh dipertanyakan muslim yang banyak membaca Al Qur’an atau bahkan menjadi hafidz, kemudian mengatakan Al Qur’an sebagai pedoman hidup , namun tidak mau diatur oleh syariah Islam. Padahal Syariah Islam merupakan pedoman hidup yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Sistem kapitalisme bisa tegak karena ada negara yang menerapkannya.Sosialisme bisa aplikatif juga karena ada negara yang menerapkannya. Sistem Islam yang sempurna dan komprehensif tentu juga tidak akan aplikatif kalau tidak ada negara yang menerapkannya. Syariat dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan, dan dalam Islam sendiri institusi managerial (negara) ditetapkan sebagai salah satu hukum pokok (method) untuk mengoperasionalkan seluruh piranti solusi secara utuh dalam sebuah bangunan sistem sosial politik yang dikenal sistem Khilafah Islamiyah.
Kemenangan dakwah adalah tatkala dakwah itu sendiri berhasil menyadarkan umat akan akar penyebab (root cause) persoalan yang mendera umat Islam.Dimana persoalan yang mendera umat Islam menimpa dari berbagai sisi, mulai dari masalah ekonomi, sosial budaya, hukum dan lainnya, semuanya membelenggu dan terintegrasi timbal balik dalam diri umat. Penting sekali untuk mengubah mindset atau pola berfikir umat, menjelaskan ke mereka bahwa penyebab dari semua penderitaan ini terjadi karena tidak diterapkannya syariah Islam di dalam kehidupan. Hal ini akan menjadikan umat menjadi sadar dan faham, sehingga dengannya kemudian masyarakat akan memiliki satu pemahaman, satu perasaan tentang akar masalah dan top solusinya. Umat butuh kehadiran institusi managerial (negara) yakni sistem daulah Khilafah Islamiyah sebagai target puncak (ghoyah utama) bagi gerakan dakwah, karena ia sebagai satu-satunya metode untuk mewujudkan kehidupan Islam. Sebuah kehidupan yang semua pranata sosial politiknya bersumberkan Alqur’an dan As Sunnah, berdiri tegak di atas kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah”.
Lebih eksplisit, hakikat dari sebuah kemenangan dakwah adalah tatkala sampainya Islam ke kekuasan, sehingga dengan kekuasaan tersebut, syariat Islam yang di buat oleh Dzat Yang Maha Tahu akan kebutuhan manusia di dunia dapat diterapkan. Dengan diterapkannya syariah Islam, maka kesejahteraan dan keadilan bisa terwujud. Tanpa syariah Islam, keadilan dan kesejahteraan hanyalah akan menjadi pepesan kosong, kecuali yang dimaksud sejahtera dan adil itu adalah untuk segelintir elit politik yang memang haus akan harta dan kekuasaan.
Seperti potret kehidupan politik di Indonesia, episode kemenangan demi kemenangan di laga pemilu atau pilkada oleh parpol Islam sama sekali tidak kongkruen dengan perubahan dan tingkat kesejahteraan dan rasa keadilan masyarakat luas. Mereka berkuasa dengan atas nama rakyat, meraih tahta dengan bahasa agama dan “dupa” keawaman (rendahnya kesadaran politik) umat. Menggenggam jabatan dan kekuasaan melabelinya sebagai amanah rakyat, tapi waktu demi waktu membuktikan bahwa itu hanya retorika. Dan rakyat seperti menemukan lorong buntu, sekian parpol Islam belum pernah bisa memberikan jalan lempang untuk perubahan nasib mereka. Parpol Islam berputar mengikuti langgam dan pakem demokrasi, menjadi konduktor pemikiran dan perasaan masyarakat yang berujung kepada tumpulnya kesadaran bahwa yang dibutuhkan oleh mereka adalah perubahan revolusioner. Inilah potret buram yang sangat memprihatinkan. Lantas kemenangan mana yang patut dibanggakan? Adakah yang masih latah berani dengan lacut mengklaim kemenangan di pesta demokrasi nasional maupun lokal sejatinya adalah kemenangan dakwah?
Sekarang ini yang terjadi adalah orang Islam sudah sampai di kekuasaan, namun Islam-nya itu masih ditinggalkan alias belum sampai. Semoga satu prespektif tentang “kemenangan” ini mendorong lahirnya sikap jujur dan berani muhasabah diri bagi para pengemban dakwah Islam dengan baragam wajahnya. Wallahu A’lam bisshowab.[Widad/www.globalmuslim.web.id]
Tuesday, February 12, 2013
self-reminder: Fadhilah Tahajjud
" Seseorang dari umatku sholat malam hari, mengobati jiwanya menuju kesucian. Sementara ia terbelenggu. Jika ia berwudhu, membasuh tangannya, maka terlepas satu ikatan. Apabila ia membasuh kepalanya, maka terbebas ia dari satu ikatan. Apabila ia mencuci kedua kakinya, maka ia terlepas dari ikatan lainnya. Lalu Allah ta'alaa akan berkata kepada mereka (para malaikat) yang berada dibalik hijab, " Lihatlah hambaKu ini ; Ia obati jiwanya, ia bermohon kepadaKu. Jadi apa saja yang diminta oleh hambaKu ini, maka baginyalah permohonannya itu. " (HR Ahmad dan Ibnu Hibban-hadist shohih)
" Sesungguhnya di malam hari ada satu waktu (sesaat), dimana jika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat bertepatan dengan waktu tersebut, maka Allah ta'alaa akan mengabulkan permohonannya itu. Hal tersebut terjadi di setiap malam. " (HR Muslim)
" Keutamaan sholat di malam hari atas sholat di siang hari seperti keutamaan sedekah yang dikeluarkan secara sembunyi-sembunyi atas sedekah yang dikeluarkan secara terang-terangan. " (HR ath Thabrani-hadist shohih)
" Jagalah sholat malam, karena sholat itu merupakan jalan orang-orang sholih sebelum kamu, jalan yang dapat mendekatkanmu kepada Allah, penghapus kesalahan dan pengusir segala penyakit tubuh. " (Hadist Hasan)
" Barang siapa bangun di malam hari (untuk sholat malam) dan membangunkan keluarganya (istrinya) kemudian keduanya sholat dua raka'at, maka keduanya akan dicatat ke dalam golongan laki-laki dan wanita yang banyak berzikir. " (HR Abu Dawud, An Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al Hakim-hadist shohih)
" Waktu terdekat seorang hamba dengan Rabb-nya adalah pada bagian akhir suatu malam. Jadi jika kalian sanggup untuk menjadi orang-orang yang berzikir kepada Allah pada saat itu, maka lakukanlah. " (HR Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi-hadist shohih)Semoga Kita termasuk orang-orang yang gemar berzikir padaNya di waktu malam hari dengan sholat tahajjud, tatkala manusia lainnya lebih memilih untuk nyenyak dalam tidurnya
Tuesday, February 5, 2013
Valentine, Hari Seks Bebas
Meski nasihat-nasihat, imbauan-imbauan para ulama, ustadz-ustadzah tentang Valentine selalu didengungkan tiap bulan Pebruari, tapi ternyata masih banyak orang tua para remaja yang masih berpemahaman salah tentang Valentine’s Day. Valentine hanya dianggap sebagai budaya remaja modern saja. Padahal ada bahaya besar di balik Valentine yang siap menerkam para remaja. Ini yang tidak disadari para orang tua.
Tiap bulan Pebruari remaja yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau banyak ustad-ustazah memperingatkan nilai-nilai akidah Kristen yang dikandung dalam peringatan tersebut, namun hal itu tidak terlalu dipusingkan mereka. "Aku ngerayain Valentine kan buat fun-fun aja...." begitu kata mereka.
Tanggal 14 Pebruari dikatakan sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. Apa benar? Mari kita tilik sejarahnya.
Siapakah Valentine?
Tidak ada kejelasan, siapakah sesungguhnya yang bernama Valentine. Beragam kisah dan semuanya hanyalah dongeng tentang sosok Valentine ini. Tetapi setidaknya ada tiga dongeng yang umum tentang siapa Valentine.
Pertama, St Valentine adalah seorang pemuda bernama Valentino yang kematiannya pada 14 Pebruari 269 M karena eksekusi oleh Raja Romawi, Claudius II (265-270). Eksekusi yang didapatnya ini karena perbuatannya yang menentang ketetapan raja, memimpin gerakan yang menolak wajib militer dan menikahkan pasangan muda-mudi, yang hal tersebut justru dilarang. Karena pada saat itu aturan yang ditetapkan adalah boleh menikah jika sudah mengikuti wajib militer.
Kedua, Valentine seorang pastor di Roma yang berani menentang Raja Claudius II dengan menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan dan menolak menyembah dewa-dewa Romawi. Ia kemudian meninggal karena dibunuh dan oleh gereja dianggap sebagai orang suci.
Ketiga, seorang yang meninggal dan dianggap sebagai martir, terjadi di Afrika di sebuah provinsi Romawi. Meninggal pada pertengahan abad ke-3 Masehi. Dia juga bernama Valentine.
Ucapan ”Be My Valentine”
Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut Tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Tradisi penyembah berhala
Sebelum masa kekristenan, masyarakat Yunani dan Romawi beragama pagan yakni menyembah banyak Tuhan atau Paganis-polytheisme. Mereka memiliki perayaan/pesta yang dilakukan pada pertengahan bulan Pebruari yang sudah menjadi tradisi budaya mereka. Dan gereja menyebut mereka sebagai kaum kafir.
Di zaman Athena Kuno, tersebut disebut sebagai bulan GAMELION. Yakni masa menikahnya ZEUS dan HERA. Sedangkan di zaman Romawi Kuno, disebut hari raya LUPERCALIA sebagai peringatan terhadap Dewa LUPERCUS, dewa kesuburan yang digambarkan setengah telanjang dengan pakaian dari kulit domba.
Perayaan ini berlangsung dari 13 hingga 18 Pebruari, yang berpuncak pada tanggal 15. Dua hari pertama (13-14 Februari) dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) Juno Februata. Di masa ini ada kebiasaan yang digandrungi yang disebut sebagai Love Lottery/Lotre pasangan, di mana para wanita muda memasukkan nama mereka dalam sebuah bejana kemudian para pria mengambil satu nama dalam bejana tersebut yang kemudian menjadi kekasihnya selama festival berlangsung. Seiring dengan invasi tentara Roma, tradisi ini menyebar dengan cepat ke hampir seluruh Eropa.
Hal ini menjadi penyebab sulitnya penyebaran agama Kristen yang saat itu tergolong sebagai agama baru di Eropa. Sehingga untuk menarik jemaat masuk ke Gereja maka diadopsilah perayaan kafir pagan ini dengan memberi kemasan kekristenan. Maka Paus Gelasius I pada tahun 469 M mengubah upacara Roma Kuno Lupercalia ini menjadi Saint Valentine's Day.
Ini adalah upaya Gelasius menyebarkan agama kristen melalui budaya setempat. Menggantikan posisi dewa-dewa pagan dan mengambil St Valentine sebagai sosok suci lambang cinta. Ini adalah bentuk sinkretisme agama, mencampuradukkan budaya pagan dalam tradisi Kristen. Dan akhirnya diresmikanlah Hari Valentine oleh Paus Gelasius pada 14 Pebruari di tahun 498.
Bagaimanapun juga lebih mudah mengubah keyakinan masyarakat setempat jika mereka dibiarkan merayakan perayaan di hari yang sama hanya saja diubah ideologinya. Umat Kristen meyakini St Valentino sebagai pejuang cinta kasih. Melalui kelihaian misionaris, Valentine’s Day dimasyarakatkan secara internasional.
Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari tradisi masyarakat di zaman Romawi Kuno, masyarakat kafir yang menyembah banyak Tuhan juga berhala. Dan hingga kini Gereja Katholik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya St Valentine. Meskipun demikian perayaan ini juga dirayakan secara resmi di Gereja Whitefriar Street Carmelite di Dublin-Irlandia.
Valentin di Indonesia
Valentine’s Day disebut ‘Hari Kasih Sayang’, disimbolkan dengan kata ‘LOVE’. Padahal kalau kita mau jeli, kata ‘kasih sayang’ dalam bahasa inggris bukan ‘love’ tetapi ‘Affection’. Tapi mengapa di negeri-negeri muslim seperti Indonesia dan Malaysia, menggunakan istilah Hari Kasih Sayang. Ini penyesatan.
Makna ‘love’ sesungguhnya adalah sebagaimana sejarah GAMELION dan LUPERCALIA pada masa masyarakat penyembah berhala, yakni sebuah ritual seks/perkawinan. Jadi Valentine’s Day memang tidak memperingati kasih sayang tapi memperingati love/cinta dalam arti seks. Atau dengan bahasa lain, Valentine’s Day adalah HARI SEKS BEBAS.
Dan pada kenyataannya tradisi seks bebas inilah yang berkembang saat ini di Indonesia. Padahal di Eropa sendiri tradisi ini mulai ditinggalkan. Maka, semua ini adalah upaya pendangkalan akidah generasi muda Islam.
Inilah yang dikatakan Samuel Zweimer dalam konferensi gereja di Quds (1935): “Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslim. Sebagai seorang Kristen tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas yang hanya mengejar kepuasan hawa nafsu”.
Subscribe to:
Posts (Atom)