Petinggi militer mengaitkan peningkatan yang meresahkan tersebut dengan masalah perkawinan dan semakin panjangnya serta semakin banyaknya penugasan ke Irak maupun Afghanistan.
"Saya pikir itu adalah penanda adanya stres pada tentara," kata Kolonel Elsbeth Ritchie, konsultan psikiatrik militer, lalu mengatakan "keluarga-keluarga sudah letih".
Data yang diterbitkan militer tersebut memperlihatkan angka bunuh diri maupun percobaan bunuh diri melonjak pada tahun 2006 setelah merambat naik sejak AS berperang di Afghanistan dan Irak.
Menurut data tersebut, lebih dari dua ribu tentara mencoba bunuh diri atau melukai sendiri pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2002 jumlah kasus tersebut 375 kejadian.
Pada tahun 2006, terdapat 102 tentara aktif yang melakukan bunuh diri, jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari kasus pada tahun 2001, ungkap data tersebut.
Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah bunuh diri bahkan semakin tinggi pada tahun 2007, dengan 89 kasus dipastikan bunuh diri dan 32 kematian lainnya masih menunggu penegasan sebagai bunuh diri.
Menurut Ritchie, sebagian besar kasus bunuh diri itu diakibatkan masalah dalam hubungan, dan hanya sebagian kecil yang berlatar masalah hukum, keuangan atau masalah kerja.
"Kalau orang membawa senjata yang sudah dikokang, seringkali bunuh diri terjadi tiba-tiba. Misalnya ada yang mendapat `email` dari pasangannya dengan kalimat `saya ingin cerai`, lalu dia menembak diri sendiri," katanya.
Laporan insiden bunuh diri itu mengisyaratkan bahwa orang tidak akan bunuh diri kalau sebab langsungnya adalah pertempuran, kata Ritchie.
""Tetapi, kerapnya penugasan telah membuat hubungan menjadi tegang, dan hubungan yang tegang serta perceraian sudah mutlak berhubungan dengan meningkatnya bunuh diri."
"Masalah lain adalah kelainan stres pasca-traumatik, kelainan stres pasca-traumatik secara sejarah serta penggunaan Narkoba.
Dari 102 tentara aktif pada 2006, 72 bunuh diri saat tidak bertugas ; 27 ditugaskan ke Irak; dan tiga di Afghanistan.
Kebanyakan yang bunuh diri adalah pria muda antara 18 dan 24 tahun, dan terdapat 11 tentara wanita yang bunuh diri sepanjang 2006.
"Itulah jumlah tertinggi bunuh diri tentara perempuan, setahu saya," afp/antara/pur
Data yang diterbitkan militer tersebut memperlihatkan angka bunuh diri maupun percobaan bunuh diri melonjak pada tahun 2006 setelah merambat naik sejak AS berperang di Afghanistan dan Irak.
Menurut data tersebut, lebih dari dua ribu tentara mencoba bunuh diri atau melukai sendiri pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2002 jumlah kasus tersebut 375 kejadian.
Pada tahun 2006, terdapat 102 tentara aktif yang melakukan bunuh diri, jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari kasus pada tahun 2001, ungkap data tersebut.
Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah bunuh diri bahkan semakin tinggi pada tahun 2007, dengan 89 kasus dipastikan bunuh diri dan 32 kematian lainnya masih menunggu penegasan sebagai bunuh diri.
Menurut Ritchie, sebagian besar kasus bunuh diri itu diakibatkan masalah dalam hubungan, dan hanya sebagian kecil yang berlatar masalah hukum, keuangan atau masalah kerja.
"Kalau orang membawa senjata yang sudah dikokang, seringkali bunuh diri terjadi tiba-tiba. Misalnya ada yang mendapat `email` dari pasangannya dengan kalimat `saya ingin cerai`, lalu dia menembak diri sendiri," katanya.
Laporan insiden bunuh diri itu mengisyaratkan bahwa orang tidak akan bunuh diri kalau sebab langsungnya adalah pertempuran, kata Ritchie.
""Tetapi, kerapnya penugasan telah membuat hubungan menjadi tegang, dan hubungan yang tegang serta perceraian sudah mutlak berhubungan dengan meningkatnya bunuh diri."
"Masalah lain adalah kelainan stres pasca-traumatik, kelainan stres pasca-traumatik secara sejarah serta penggunaan Narkoba.
Dari 102 tentara aktif pada 2006, 72 bunuh diri saat tidak bertugas ; 27 ditugaskan ke Irak; dan tiga di Afghanistan.
Kebanyakan yang bunuh diri adalah pria muda antara 18 dan 24 tahun, dan terdapat 11 tentara wanita yang bunuh diri sepanjang 2006.
"Itulah jumlah tertinggi bunuh diri tentara perempuan, setahu saya," afp/antara/pur
Sumber Republika Online
itulah harga mahal yang harus dibayar amerika serikat...
keimanan pada Allahlah yang menjadikan umat muslim sabar dan tetap bertahan dalam kesedihan sebagai salah satu ujian Allah.
kekufuran pada Allahlah yang menjadikan musuh-musuhNya tak tahan menahan rasa frustasi dan stress akibat fitnah dan demokrasi barbar yang mereka hembuskan atas islam dan umatnya.
No comments:
Post a Comment