Saturday, April 19, 2008

PBB IngaTkaN DuNiA, KriSiS PaNgaN AnCam KeAmaNan GloBaL

PBB menyatakan bahwa perdamaian dunia terancam akibat kecenderungan kenaikan harga-harga bahan makanan yang sudah terjadi di banyak negara. Menurut Direktur Jenderal Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO) Jacques Diout, gejala itu sudah terlihat dengan jatuhnya korban dalam aksi massa yang memprotes kenaikan harga makanan.

Di Haiti misalnya, lima orang tewas dalam aksi unjuk rasa memprotes kenaikan harga makanan dan bahan bakar yang berujung dengan bentrokan. Korban serupa bisa terjadi di negara-negara yang saat ini sudah menunjukkan fenomena makin melangitnya harga-harga kebutuhan masyarakat terutama bahan makanan dan bahan bakar dalam beberapa bulan terakhir, antara lain di Mesir, Kamerun, Pantai Gading, Mauritania, Ethiopia, Madagaskar, Filipinan, Indonesia dan beberapa negara lainnya.

"Secara alamiah, orang tidak akan berdiam diri untuk mati kelaparan. Mereka akan bereaksi, " kata Diouf.

Untuk itu ia mengingatkan agar segera dicari jalan keluar dan dilakukan langkah-langkah cepat untuk mengatasi kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat.

Menurut perhitungan PBB, sampai akhir Januari kemarin, secara global kenaikan harga makanan mencapai 35 persen. Dampak kenaikan ini sangat dirasakan oleh masyarakat di negara-negara berkembang, di mana 50 sampai 60 persen pendapatan mereka habis untuk membeli kebutuhan makanan, sedangkan di negara-negara maju, hanya 10-20 persen saja.

Lebih lanjut Diouf mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan meroketnya harga makanan. Misalnya, harga benih jagung yang nak 36 persen dan harga benih gandum yang naik 72 persen. Sementara harga pupuk juga melonjak sampai 59 persen dan harga pakan naik 62 persen.

"Pada bulan Oktober kami sudah membuat banyak pernyataan di berbagai media, mengingatkan kemungkinan terjadinya kerusuhan akibat mahalnya makanan. Kami memiliki sinyal-sinyal yang mengarah ke sana. Terus terang, saya kira kita sudah banyak kehilangan waktu, " papar Diouf yang mengaku heran dirinya tidak dipanggil oleh Dewan Keamanan PBB untuk membahas krisis makanan ini. Padahal dampaknya sangat besar bagi perdamaian, keamanan dan hak asasi manusia.

Menurut ketua FAO itu, sedikitnya ada 37 negara di dunia yang saat ini mengalami krisis pangan. Ia sudah menyerukan agar para pemimpin dunia hadir dalam pertemuan tingkat tinggi keamanan pangan dunia yang akan digelar di Roma pada bulan tanggal 3-5 Juni mendatang.

Diouf menyatakan, untuk mengatasi krisis pangan ini perlu segera dilakukan tindakan berupa bantuan benih, pupuk dan pakan bagi para petani di negara-negara miskin. Langkah lainnya yang juga penting dilakukan adalah, menciptakan mekanisme finansial yang memungkinkan negara-negara miskin pengimpor makanan bisa tetap membeli bahan makanan yang mereka butuhkan serta memberikan proporsi yang lebih besar pada anggaran untuk pertanian.

Disisi lain, Diouf menilai kebijakan negara-negara berkembang melakukan kontrol terhadap ekspor bahan makanan merupakan kebijakan yang normal karena setiap pemerintah bertanggung jawab atas kebutuhan pangan bagi rakyatnya, meski berdampak pada kenaikan harga pangan secara global. [era]

No comments: