Showing posts with label Ramadan. Show all posts
Showing posts with label Ramadan. Show all posts

Monday, August 30, 2010

i'tikaf







Memasuki sepuluh terakhir Ramadhan Rasulullah saw meningkatkan aktivitas ibadahnya dibandingkan hari-hari sebelumnya.


عَنْ عَائِشَةُ رضى الله عنها كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw bersungguh-sungguh pada sepuluh terakhir (Ramadhan) lebih dari kesungguhan beliau pada hari lain.” (HR. Muslim)


Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan oleh beliau kepada ummatnya pada bulan Ramadhan adalah I’tikaf. I’tikaf secara bahasa adalah mendiami sesuatu dan menahan diri untuknya. Secara syar’i I’tikaf berarti berdiam diri di masjid beberapa saat dengan sifat tertentu dengan niat bertaqarrub kepada Allah swt

Hukum I’tikaf

I’tikaf hukumnya sunnah berdasarkan sejumlah riwayat antara lain:


عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.

Dari Aisyah r.a. bahwa Nabi saw beri’tikaf sepuluh terakhir Ramadhan hingga Allah azza wa jalla mewafatkan beliau kemudian istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya.” (H.R. Bukhari & Muslim)



عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ النبى -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ عَامًا فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ قَابِلٍ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا.

Dari Ubay bin Ka’ab r.a. bahwa nabi saw melakukan i’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan kemudian beliau melakukan perjalanan setahun maka beliau tidak beri’tikaf. Namun pada tahun berikutnya beliau melakukannya 20 hari.” (HR. Baihaqy dan al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah dan menurutnya shahih)



عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ - رضى الله عنه - قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوَّلَ مِنْ رَمَضَانَ ثُمَّ اعْتَكَفَ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ فِى قُبَّةٍ تُرْكِيَّةٍ عَلَى سُدَّتِهَا حَصِيرٌ - قَالَ - فَأَخَذَ الْحَصِيرَ بِيَدِهِ فَنَحَّاهَا فِى نَاحِيَةِ الْقُبَّةِ ثُمَّ أَطْلَعَ رَأْسَهُ فَكَلَّمَ النَّاسَ فَدَنَوْا مِنْهُ فَقَالَ « إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ ». فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ

Dari Abu Said al-Khudry r.a. ia berkata: Rasulullah saw melakukan I’tikaf pada sepuluh hari pertama Ramadhan kemudian beri’tikaf pada sepuluh kedua di Kubah Turki yang di sisinya terdapat pembatas. Ia berkata: maka beliau mengambil pembatas dengan tangannya dan meletakkannya di kubah dimana tampak kepala beliau lalu ia berbicara kepada orang-orang sehingga mereka menundukkan diri mereka. Beliau bersabda: “Sesungguhnya saya i’tikaf pada sepuluh hari pertama untuk mendapatkan malam ini, kemudian saya I’tikaf pada sepuluh malam kedua kemudian saya didatangi dan dan dikatakan kepada saya bahwa I’tikaf pada sepuluh malam terakhir. Barangsiapa diantara kalian yang senang melakukannya maka i’tikaflah. Lalu orang-orang I’tkaf bersama beliau (H.R. Muslim dan Ibnu Khuzaimah)


Berdasarkan riwayat di atas, itikaf merupakan aktivitas taqarrub yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah di bulan Ramadhan khususnya di sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Hukum ibadah tersebut sunnah. Kesimpulana tersebut diperoleh dari sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “barangsiapa diantara kalian yang senang beri’tikaf maka beri’tikaflah.”


Tempat I’tikaf


Itikaf hanya dapat dilakukan di masjid. Tidak ada batasan jenis mesjid yang dapat digunakan untuk i’tikaf apakah masjid jami’, tempat dilakukan shalat jumat atau bukan. Hal ini karena nash-nash yang menjelaskan tentang i’tikaf senantiasa dikaitkan dengan mesjid. Sementara itu lafadz mesjid tersebut berbentuk mutlak dan tidak ada taqyid terhadap jenis mesjid tersebut apakah mesjid yang digunakan untuk shalat berjama’ah, shalat jum’at atau selainnya.


وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (187)

“Dan janganlah kalian melakukan hubungan seks dengan mereka ketika kalian sedang i’tikaf di mesjid. Itulah ketentuan-ketentuan Allah maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertaqwa.” (QS. al-Baqarah: 187)



عَنْ عَلِىُّ بْنُ حُسَيْنٍ أَنَّ صَفِيَّةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- تَزُورُهُ فِى اعْتِكَافِهِ فِى الْمَسْجِدِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً ثُمَّ قَامَتْ تَنْقَلِبُ وَقَامَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَقْلِبُهَا.

Dari Ali bin Husain bahwa Shafiyyah istri Nabi saw mengiformasikan kepadanya bahwa ia telah mendatangi Rasulullah saw yang sedang I’tikaf di mesjid di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ia berbicara dengan beliau lalu berdiri dan berpaling. Nabi saw juga berdiri dan menciumnya.” (HR. Bukhari-Muslim)



عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ : « أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِى الْقِرَاءَةِ ». أَوْ قَالَ : « فِى الصَّلاَةِ ».

Dari Abu Said ia berkata: “Rasulullah saw sedang i’tikaf di mesjid lalu beliau mendengar orang-orang mengeraskan bacaaanya. Iapun membuka tabir dan bersabda: “Ketahuilah bahwa masing-masing kalian sedang bermunajat kepada tuhannya maka janganlah sebagian kalian mengganggu yang lain dan mengeraskan suaranya di atas suara yang lain dalam membaca (atau ia berkata) dalam shalat.” (HR. Abu Daud dan al-Hakim. Al-Hakim menshahihkannya)



Waktu Pelaksanaan I’tikaf


I’tikaf dalam dilakukan kapan saja baik siang atau malam di sepanjang tahun. Ini karena dalil yang berkenaan dengan I’tikaf tidak memberikan pembatasan (taqyid) atau pengkhususan (takhsis) dalam pelaksanaannya.

Adapun riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw dan para sahabat melakukan I’tikaf pada bulan Ramdlan maka hal tersebut menunjukkan sangat dianjurkannya waktu tersebut. terlebih lagi di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dimana di sana terdapat lailatul qadar.

Meski demikian di luar bulan Ramadhan juga diperkenankan untuk i’tikaf. Hal ini misalnya diperoleh dari hadits riwayat:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ كُنْتُ نَذَرْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفُ لَيْلَةً فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ؟ قَالَ: فَأَوْفِ بِنَذَرِكَ

Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Umar pernah bertanya kepada Rasulullah saw: “Dulu saya pernah bernadzar di masa jahiliyyah untuk i’tikaf malam di masjid al-haram, Rasul saw bersabda:”Ttunaikanlah nadzarmu.” (HR. Bukhari)


Perintah Rasul kepada Umar tersebut berbentuk umum dan tidak ada batasan bahwa harus dilaksanakan di bulan Ramadhan.

Rasulullah saw memulai I’tikaf beliau sesaat setelah melaksanakan shalat Subuh. Karena perbuatan tersebut adalah liqasdi al-qurbah, yakni semata-mata untuk bertaqarrub maka status hukumnya sunnah. Meski demikian hal tersebut bukan syarat sehingga i’tikaf dapat dimulai kapan saja.

Adapun lama waktu I’tikap tidak dibatasi oleh syara’ sehingga ia dapat dilakukan berapapun lamanya. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa i’tikaf minimal satu hari sementara imam Malik yang mengatakan minimal sehari semalam yang kemudian meralatnya menjadi minimal sepuluh hari. Namun demikian tidak diketemukan dalil yang mengharuskan batas tersebut.

Aktivitas orang yang beri’tikaf

Kegiatan itikaf diisi dengan amalan-amalam taqarrub seperti shalat, membaca al-Quran, dzikir dan menuntut ilmu.

Meski demikian orang yang sedang i’tikaf boleh keluar untuk memenuhi hajat yang harus dipenuhi yaitu: buang air kecil, buang air besar, muntah, mandi, wudlu dan yang sejenisnya seperti keluar untuk mengambil selimut jika dingin, alat pendingin jika udara panas, melakukan hal-hal yang wajib seperti menghadiri shalat jumat. Dengan demikian segala aktivitas mengharuskan orang yang sedang beri’tikaf untuk keluar memenuhi hajatnya maka tidak membatalkan i’tikaf. Namun jika ia keluar tanpa ada kebutuhan maka i’tikafnya batal.

Aktivitas di dalam masjid yang dilarang untuk dilakukan seperti meludah, jual beli, membunyikan ruas-ruas tulang tangan maka hal tersebut juga dilarang untuk dilakukan bagi orang yang sedang I’tikaf. Rasulullah saw bersabda:


إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ فَلَا يُشَبِّكَنَّ فَإِنَّ التَّشْبِيكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَزَالُ فِي صَلَاةٍ مَا دَامَ فِي الْمَسْجِدِ

“Apabila salah seorang diantara kalian berada di masjid maka janganlah ia membunyikan ruas-ruas tangannya. Karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan setan. Sesungguhnya salah seorang dari kalian masih senantiasa shalat selama ia berada di masjid.” (HR. Ahmad dan menurut al-Haitsamy sanadnya hasan)



عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ التَّحَلُّقِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الشِّرَاءِ وَالْبَيْعِ فِي الْمَسْجِدِ

Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakenya bahwa Nabi saw melarang mencukur rambut di hari Jumat sebelum shalat dan jula beli di masjid. (HR. an-Nasai. Menurut Albani hadits ini shahih)



عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبُزَاقُ فِى الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا

Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Meludah di masjid adalah dosa dan penghapus dosa itu adalah memendamnya.” (HR. Bukhari-Muslim)


Demikian pula semua aktivitas yang mubah dilakukan di dalam mesjid maka mubah pula dilakukan oleh orang yang sedang melakukan i’tikaf seperti makan dan tidur.


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ جَزْءٍ الزُّبَيْدِيَّ يَقُولُ كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ

Dari Abdullah bin al-Harits bin Jaz’in az-Zubaidy berkata: “Pada masa Rasulullah saw kami makan roti dan daging di masjid.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Arnauth)



عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: جَاءَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، بَيْتَ فَاطِمَةَ، فَلَمْ يَجِدْ علِيًّا فِي الْبَيْتِ فَقَالَ: أَيْنَ ابْنُ عَمِّكِ قَالَتْ: كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ شَيْءٌ، فَغَاضَبَنِي، فَخَرَجَ، فَلَمْ يَقِلْ عِنْدِي فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لإِنْسَانٍ: انْظُرْ أَيْنَ هُوَ فَجَاءَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ هُوَ فِي الْمَسْجِدِ رَاقِدٌ فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، وَهُوَ مُضْطَجِعٌ، قَدْ سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ شِقِّهِ، وَأَصَابَهُ تُرَابٌ فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُهُ عَنْهُ، وَيَقُولُ: قُمْ أَبا تُرَابٍ قُمْ أَبَا تُرَابٍ

Dari Sahl bin Sa’d berkata: Rasulullah saw mendatangi Fatimah namun beliau tidak menjumpai Ali di rumah maka beliau bertanya: “Dimana Anak pamanmu?” Aisyah menjawab: “Saya dengan dia ada masalah, ia marah kepadaku lalu keluar dan tidak mengatakan apa-apa pada saya.” Maka Rasulullah saw berkata kepada seseorang: “Carilah dia”. Kemudian orang tersebut datang dan berkata: “Ya Rasulullah ia sedang duduk di masjid.” Maka Rasulullah saw mendatanginya sementara Ali dalam keadaan berbaring sementara selendangnya jatuh dari bahunya dan menimpa tanah. Rasul kemudian mengusapnya dan berkata: “Bangunlah Abu Turab! Bangunlah Abu Turab!” (H.R. Bukhari)


Di samping itu secara khusus terdapat sejumlah riwayat yang menggambarkan sejumlah aktivitas mubah yang dilakukan Rasul pada saat beliau I’tikaf.


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْغِي إِلَيَّ رَأْسَهُ وَهُوَ مُجَاوِرٌ فِي الْمَسْجِدِ فَأُرَجِّلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ

Dari Aisyah r.a. ia berkata: “Nabi saw menyandarkan kepalanya kepadaku sementara (sebagian tubuh) beliau berada di masjid. Saya menyisir beliau sementara saya dalam keadaan haid.” (H.R. Bukhari)



عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا كَانَتْ تُرَجِّلُ النَّبَِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ حَائِضٌ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فِي الْمَسْجِدِ وَهِيَ فِي حُجْرَتِهَا يُنَاوِلُهَا رَأْسَهُ (فِي رِوَايَةِ اللَيْثِ َزَادَ) وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَة ٍ إِذَا كَانَ مُعْتَكِفاً( وَفِيْ رِوَايَةِ يَحْيَى بْنِ يَحْيَى) وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةِ الإِنْسَانِ

Dari Aisyah ia bahwa ia memangku Nabi saw sementara ia sedang haid. Nabi i’tikaf di masjid sementara ia berada di kamarnya dimana ia menggapai kepada Nabi. Dalam riwayat Laits ada tambahan bahwa beliau jika sedang i’tikaf tidak masuk ke rumah kecuali ada keperluan. (dalam riwayat Yahya bin Yahya) beliau tidak masuk kecuali untuk memenuhi kebutuhan manusia.” (HR. Bukhari)



عَنْ عَلِىُّ بْنُ حُسَيْنٍ أَنَّ صَفِيَّةَ زَوْجَ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزُورُهُ فِى اعْتِكَافِهِ فِى الْمَسْجِدِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً ثُمَّ قَامَتْ تَنْقَلِبُ وَقَامَ النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْلِبُهَا.

Dari Ali bin Husain bahwa Shafiyyah istri Nabi saw mengiformasikan kepadanya bahwa ia telah mendatangi Rasulullah saw yang sedang I’tikaf di mesjid di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ia berbicara dengan beliau lalu berdiri dan berpaling. Nabi saw juga berdiri dan menciumnya.” (HR. Bukhari-Muslim)


Riwayat-riwayat diatas menunjukkan bahwa Rasulullah saw melakukan sejumlah aktivitas yang mubah selama melaksanakan i’tikaf seperti menyisir rambut, berjalan, mencium istrinya dan diriwayat lain dimandikan oleh Aisyah.

WaLlahu a’lam bisshawab

Menggapai Lailatul Qadr




ا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ، سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar (QS al-Qadr [97]: 1-5).


Dalam mushaf, surat ini terletak pada urutan ke-97. Terdapat perbedaan pendapat mengenai status surat yang terdiri dari 5 ayat ini. Ada yang menyebutnya sebagai surat Makkiyyah, seperti Ibnu ‘Abbas, Ibnu Marduyah, Ibnu al-Zubair dan ‘Aisyah.[1] Ada juga menggolongkannya sebagai Madaniyyah. Di antaranya adalah al-Waqidi. Bahkan menurut ats-Tsa’labi, sebagian besar mufassir memasukkannya sebagai surat Madaniyyah. [2]

Tafsir ayat (al Qadr :1-5)

Allah SWT. berfirman: ‘Innâ anzalnâhu fî laylah al-qadr’ (Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran pada malam kemuliaan). Dalam ayat ini digunakan frasa ‘Innâ’ (Sesungguhnya Kami), bukan Innî (Sesungguhnya Aku). Dijelaskan Fakhruddin ar-Razi, kata tersebut tidak boleh dimaknai ‘li al-jam’i’ (untuk menunjukkan makna jamak). Sebab, hal itu mustahil ditujukan kepada Allah, Zat Yang Maha Esa. Karena itu, kata tersebut harus dimaknai sebagai ‘li at-ta’zhîm’ (untuk mengagungkan).[3]

Huruf ‘al-hâ’’ ‘dhamîr al-ghâib, (kata ganti pihak ketiga) dalam ayat ini, tidak memiliki ‘al-ism azh-zháhir’ yang menjadi rujukannya. Meskipun demikian, para mufassir sepakat bahwa dhamîr tersebut menunjuk pada al-Quran.[4]

Menurut al-Qurthubi, tidak disebutkan kata ‘al-Quran’ karena maknanya sudah maklum.

[5] Fakhruddin ar-Razi dan az-Zamakhsyari menjelaskan, ketiadaan ‘al-ism azh-zhâhir’ itu menjadi salah satu aspek yang menunjukkan keagungan al-Quran.[6]

Adapun al-Khaththabi dan Abu Hayyan al-Andalusi mengaitkannya dengan surat sebelumnya: iqra’ ‘bi[i]smi Rabbika’; sehingga seolah dikatakan: ‘Bacalah apa yang Kami turunkan kepadamu berupa firman Kami, “Innâ anzalnâhu laylah al-qadr.”..’[7]

Dalam ayat ini diberitakan bahwa al-Quran diturunkan pada malam ‘al-qadr’. Secara fakta, al-Quran turun kepada Rasulullah saw. secara bertahap selama dua puluh tiga tahun; siang dan malam, dalam berbagai bulan dan keadaan.

Jika demikian, apa makna al-Quran diturunkan pada suatu malam yang disebut sebagai malam ‘al-qadr’ itu?

Setidaknya ada dua penjelasan. Pertama: turunnya al-Quran yang diberitakan dalam ayat ini adalah turunnya al-Quran secara sekaligus dari al-Lawh al-Mahfûzh ke Bayt al-‘Izzah di langit dunia. Selanjutnya, al-Quran turun kepada Rasulullah saw. selama 23 tahun secara bertahap setiap saat. Penjelasan ini disampaikan Ibnu ‘Abbas; juga dipilih oleh beberapa mufassir seperti al-Alusi, al-Baghawi, asy-Syaukani, as-Samarqandi, dan yang lainnya.[8]

Kedua: turunnya al-Quran pertama kali. Ini merupakan pendapat asy-Sya’bi dan yang lainnya.[9]

Intinya, awal diturunkannya al-Quran dan diutusnya Rasulullah. saw terjadi pada malam al-qadr itu. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185).

Mengapa malam itu disebut sebagai malam al qadr?

Menurut Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan lain-lain, dinamakan al-qadr karena di dalamnya terjadi penentuan ajal, rezeki dan berbagai kejadian di dunia yang diberikan kepada malaikat untuk dikerjakan. Pendapat ini juga dipilih az-Zamakhsyari, asy-Syaukani dan al-Baghawi karena dinilai sejalan dengan QS ad-Dukhan [44]: 4.[10]

Adapun az-Zuhri memaknai ‘laylah al-qadr’ sebagai malam ‘al-‘azhamah wa asy-syaraf’ (keagungan dan kemuliaan).[11]

Pengertian ini juga sejalan dengan ayat berikutnya yang menjelaskan bahwa malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Ada juga yang memilih kedua pendapat itu tanpa menafikan salah satunya, seperti al-Baidhawi, as-Samarqandi, as-Sa’di dan al-Zuhaili.[12]

Jika diikuti penjelasan ayat-ayat sesudahnya, kedua pendapat itu sama-sama memiliki pijakan yang kuat. Tidak harus dipilih salah satunya dan menegasikan makna lainnya.

Kemudian Allah SWT berfirman: ‘Wamâ adrâka mâ laylah al-qadr ‘(Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?). Kalimat ‘istifhâm’ ini memberikan makna tafkhîm sya’nihâ (memuliakan urusannya); seolah-olah perkara tersebut keluar dari pengetahuan makhluk; dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Demikian penjelasan asy-Syaukani.[13]

Tidak jauh berbeda, as-Samarqandi juga menafsirkannya sebagai ta’zhîm[an] lahâ (mengagungkan, memuliakannya).[14]

Pertanyaan itu lalu dijelaskan dalam ayat berikutnya: Laylah al-qadr khayr min alfi syahr[in] (Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan). Menurut Abu Hayyan, seribu bulan yang dimaksud adalah jumlah sebenarnya, yakni 83 tahun. Al-Hasan mengatakan, “Beramal pada malam al-qadr itu lebih utama daripada beramal pada bulan-bulan itu.”[15]

Menurut Anas, amal, sedekah, shalat dan zakat pada Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan.[16]

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Mujahid, Amru bin Qays al-Malai, Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan as-Samarqandi.[17]

Bahkan menurut as-Syaukani, kesimpulan tersebut (beramal di malam itu lebih baik daripada seribu bulan, selain yang di dalamnya terdapat malam al-qadr) merupakan pendapat sebagian besar mufassirin[18] Mengenai keutamaan beramal pada malam tersebut juga ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:


مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni (HR al-Bukhir, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).


Kemudian Allah SWT menjelaskan keutamaan lain Malam al-Qadr dengan firman-Nya: Tanazzalu al-malâikah wa al-Rûh fîhâ bi idzni Rabbihim min kulli amr[in] (Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan). Pada malam itu, para malaikat turun dari langit ke bumi, termasuk ar-Rûh. Menurut jumhûr al-mufassirîn, yang dimaksud ar-Rûh di sini adalah Jibril.[20]

Biasanya, itu berguna untuk menunjukkan kemuliaan dan keagungannya atas yang lain (Lihat, misalnya, QS al-Baqarah [2]: 98).

Menurut Ibnu Katsir, banyaknya malaikat yang turun karena banyaknya berkah. Malaikat turun dengan membawa berkah dan rahmat sebagaimana mereka turun ketika ada tilawah al-Quran; mereka mencari majelis zikir dan meletakkan sayapnya mengitari orang-orang yang mencari ilmu untuk memuliakannya.[21]

Dipaparkan ar-Razi, penyebutan bi idzni Rabbihim memberikan isyarat bahwa para malaikat itu tidak bertindak apa pun selain dengan izin-Nya. Adapun kata Rabbihim berguna sebagai ta’zhîm[an] li al-malâikah wa tahqîr[an] li al-‘ashâh (untuk memuliakan malaikat dan melecehkan pelaku maksiat).[22]

Menurut Qatadah dan lainnya, frasa bi idzni Rabbihim min kulli amr[in] (dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan), memberikan pengertian bahwa pada malam itu diputuskan berbagai urusan; ditetapkan ajal dan rezeki. Ini sejalan dengan QS al-Dukhan (44) ayat 4.[23]

Allah SWT pun menutup ayat ini dengan firman-Nya: Salâm[un] hiya hattâ mathla’ al-fajr (Malam itu [penuh] kesejahteraan sampai terbit fajar). Dijelaskan Mujahid, bahwa keselamatan itu berarti sâlimah (selamat); setan tidak mampu berbuat kejahatan atau melakukan perbuatan yang mencelakakan.[24]

Qatadah menyatakan bahwa frasa tersebut berarti kebaikan semua, tidak ada di dalamnya keburukan hingga terbit fajar.[25]

Menurut asy-Sya’bi, saat memberikan keselamatan kepada penghuni masjid mulai dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar, malaikat melewati setiap Mukmin dan berkata, “As-Salâmu ‘alayka ayyuhâ al-Mu’min” (Semoga keselamatan atas kalian, wahai Mukmin).[26]



Keagungan al-Quran dan Lailatul Qadar


Surat ini memberitakan peristiwa turunnya al-Quran, kitab yang diturunkan kepada nabi terakhir; berisi penjelasan segala sesuatu, petunjuk serta rahmat, dan kabar gembira bagi Muslim (lihat QS al-Nahl [16]: 89). Dalam surat ini, pengagungan al-Quran tampak pada beberapa hal. Pertama: keagungan dan kemasyhuran al-Quran. Kendati tidak disebutkan secara zhâhir, tidak ada perbedaan bahwa dhamîr al-ghâib ini merujuk pada al-Quran. Sebagaimana telah dipaparkan, itu menunjukkan keagungan dan kemasyhuran al-Quran. Karena itu, meski tanpa disebutkan secara zhâhir, maknanya sudah sangat jelas.

Kedua: keagungan Zat yang menurunkannya. Disebutkan dalam surat ini bahwa yang menurunkan al-Quran adalah Allah SWT. Sebagai kitab yang berasal dari Zat Yang Mahabenar dan Mahaadil, kitab yang diturunkan-Nya pun demikian, shidqa[an] wa ad-la[a] (benar dan adil, lihat QS al-An’am [6]: 115). Digunakannya frasa innâ yang menunjuk kepada Allah kian menambah kemuliaan al-Quran. Sebab, frasa innâ memberikan makna li al-ta’zhîm (untuk memuliakan, mengagungkan) terhadap Zat yang menurunkan-Nya.

Ketiga
: keistimewaan waktu turunnya. Diberitakan dalam ayat ini bahwa turunnya al-Quran dipilih pada waktu yang amat mulia, yakni pada laylah al-qadr, sebuah malam yang penuh berkah (lihat QS al-Dukhan [44]: 3), yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, para malaikat, termasuk Jibril, turun ke bumi. Ini menunjukkan betapa mulia dan pentingnya malam tersebut. Sebab, para malaikat itu tidak turun kecuali ada perkara yang besar. Rasulullah saw bersabda tentang laylah al-qadr:


إِنَّهَا لَيْلَةُ سَابِعَةٍ أَوْ تَاسِعَةٍ وَعِشْرِينَ إنَّ الْمَلاَئِكَةَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فِى الأَرْضِ أَكْثَرُ مِن عَدَدِ الْحَصَى

Sesungguhnya laylah al-qadr itu adalah malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan. Sesungguhnya para malaikat pada malam itu di bumi lebih banyak daripada jumlah kerikil (HR Ahmad dari Abu Hurairah).


Ditegaskan pula, pada malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar. Berita tersebut seharusnya membuat manusia kian memuliakan dan mengagungkan kitab Allah SWT itu; juga benar-benar berupaya mencari dan mengisi Lailatul Qadar dengan amal shalih.

Rasulullah saw. bersabda:


تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (HR al-Bukhari).


Pada hari-hari itu, Rasulullah saw. juga senantiasa bersungguh-sungguh dalam ibadah, melebihi dua puluh malam pertama. Aisyah ra. berkata:


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Rasulullah saw. bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada malam yang lainnya (HR Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad).


Pada malam itu, disunnahkan bagi seorang Muslim untuk memperbanyak membaca al-Quran dan membaca doa. Sebab, doa pada waktu-waktu tersebut mustajab. Doa yang terus dibaca adalah doa yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. yang berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika saya mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang aku katakan?” Beliau bersabda:


تَقُولِينَ : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ ، فَاعْفُ عَنِّي

Kamu berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampum, mencintai ampunan. Karena itu, ampunilah aku.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).


Mengingat besarnya keutamaan Lailatul Qadar,sudah sepatutnya kaum Muslim berusaha keras untuk mengisi malam-malam akhir pada bulan Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amal shalih, termasuk berdakwah dan berjuang demi tegaknya hukum dalam Kitab dan as-Sunnah. Harus diingat, kesempatan itu tidak selalu ada. Jika kini kita masih berjumpa dengan Ramadhan, belum tentu tahun depan. Betapa beruntung kita jika mendapatkan sebuah malam yang lebih mulia dari seribu bulan atau delapan puluh tiga tahun lebih. Karunia apa lagi yang lebih besar dari itu?

Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb. []

Catatan kaki:

1 As-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, XV/533 (Kairo: Maktabah Hijr, 2003). Namun, menurut Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, V/504 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001), Ibnu ‘Abbas memasukkannya ke dalam Madaniyyah.

2 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129 (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964); Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993); asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633 (tt: Dar al-Wafa’, tt).

3 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, XXXII/27 (Beirut: Dar al-Fikr, 1981).

4 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, XXXII/27; al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, V/504; al-Baidhawi, Anwár at-Tanzîl wa Asrár at-Ta’wîl, V/327 (Beirut: Dar Ihyâ’ at-Turats, tt); Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/441 (Riyad: Dar Thayyibah, 1999); al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, V/383 (Beirut: Dar Ihya’ Ihya’ Turats al-‘Arabi, 1990); asy-Syaukani,Fath al-Qadîr, V/633.

5 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân,XX/129.

6 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/407 (Riyad: Maktabah Abikan, 1998).

7 Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/411 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995).

8 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/412; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; Ibnu ‘Athiyah Al-Muharrar al-Wajîz, V/504; al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, V/383; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993).

9 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/407

10 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/407; al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, V/383; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633.

11 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/415; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492.

12 Al-Baidhawi, Anwár at-Tanzîl wa Asrár at-Ta’wîl, V/327; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496; as-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân (tt: Mu’assasah al-Risalah, 2000), 931; az-Zuhaili, At-Tafsîr al-Munîr, XXX/332 (Beirut: Dar al-Fikr, 1998).

13 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633.

14 As-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496.

15 Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/493.

16 As-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, XV/534.

17 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, XXXIV/534 (Madinah: Muassasah al-Risalah, 200); Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496.

18 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr,V/633.

19 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/417; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/634. Pendapat tersebut juga dipilih ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 34; as-Suyuthi,al-Durr al-Mantsûr, XV/538; az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/408; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

20 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/443.

21 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

22 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, XXXII/35.

23 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

24 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

25 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/634; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

26 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/634; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

Sunday, August 8, 2010

Kiat Sukses Ramadhan


KEUTAMAAN RAMADHAN

Keutamaan bulan Ramadhan ini telah dideskripsikan sendiri oleh Nabi saw dalam khutbah baginda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Huzaimah dalam kitab Shahih-nya. Dalam khutbahnya, baginda menegaskan, bahwa Ramadhan adalah bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (amal shalih) di dalamnya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan satu kebaikan,
maka nilainya sama dengan mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan lain. Siapa saja yang mengerjakan satu perbuatan wajib, maka nilainya sama dengan mengerjakan tujupuluh kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan juga bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ramadhan juga bulan tolong-menolong (ta’awun), di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin akan bertambah. Siapa saja yang memberikan buka kepada orang yang berpuasa, maka itu akan menjadi maghfirah bagi dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu
.


Karena itu, meski bulan Ramadhan ini tidak termasuk asyhurul hurum (bulan haram), tetapi bulan ini memiliki keutamaan yang tiada duanya. Di bulan ini, Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an, sebagaimana dituturkan Allah dalam surat al-Baqarah: 185. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. di Gua Hira’ adalah Iqra’, diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan 13 SH (sebelum Hijrah) atau bulan Juli 610 M. Karena itu, bulan ini juga disebut syahr al-Qur’an (bulan al-Qur’an).

Bulan ini juga dijadikan oleh Allah SWT sebagai bulan puasa, dimana ummat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh di bulan tersebut. Karena itu, bulan ini juga disebut syahru as-shiyam. Allah pun menetapkan puasa dan al-Qur’an sebagai pemberi syafaat pada Hari Kiamat (HR Ahmad, at-Thabrani dan al-Hakim). Tidak hanya itu, malaikat pun akan memintakan ampunan untuk orang yang berpuasa selama berpuasa hingga berbuka. Dan, Allah pun memberikan ampunan untuk mereka di akhir malam bulan Ramadhan.

Di bulan ini, Allah telah menjadikan salah satu malamnya, sebagai Lailatu al-Qadar, yaitu satu malam yang nilainya lebih baik dibanding seribu bulan (Q.s. al-Qadar [97]: 1-5), tentu jika digunakan untuk melakukan amal shalih, seperti shalat, membaca al-Qur’an, dzikir dan sebagainya. Maka, satu perbuatan baik yang dilakukan di malam itu nilainya masih lebih baik ketimbang perbuatan yang sama dilakukan selama seribu bulan. Itulah malam Lailatu al-Qadar, yang hanya ada di bulan Ramadhan.

Nabi menuturkan, “Jika memasuki bulan Ramadhan, maka semua pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahannam ditutup, sementara syaitan dibelenggu.” (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ibn Hibban). Tidak hanya itu, pahala perbuatan baik di bulan Ramadhan juga dilipatgandakan oleh Allah. Melakukan satu amalan sunnah, pahalanya sama dengan amalan fardhu di bulan lain. Melakukan satu amalan fardhu, nilainya dilipatgandakan menjadi 70 kali di bulan lain. Karena itu, Nabi menggunakan bulan ini untuk melipatgandakan amal shalih. Dalam riwayat Ibn ‘Abbas, dituturkan, bahwa Nabi adalah orang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi ketika bulan Ramadhan, saat Jibril menemui baginda saw. untuk mengecek hapalan al-Qur’an baginda saw.

Wajar jika Nabi pun memerintahkan wanita kaum Anshar untuk pergi berumrah di bulan Ramadhan. Dituturkan dari Ibn ‘Abbas, Nabi pernah bersabda, “Jika tiba bulan Ramadhan, maka berumrahlan kamu, karena umrah di bulan itu sama pahalanya dengan haji.” Karena itu pula, para sahabat dan generasi kaum Muslim setelahnya menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai bulan jihad, selain karena perintah berjihad fi sabilillah itu diturunkan pada bulan Ramadhan, juga banyak sekali kemenangan yang ingin mereka raih di bulan suci ini, karena taqarrub mereka kepada Allah SWT.

Tercatatlah sejumlah peristiwa penting pada bulan Ramadhan. Tujuh belas bulan setelah Hijrah, Nabi mengirim detasemen Hamzah yang membawa bendera pertama yang diserahkan oleh baginda saw. Detasemen ini dikirim untuk menghadang rombongan kaum Quraisy yang datang dari Syam menuju ke Makkah. Perang Badar Kubra yang disebut dalam al-Qur’an sebagai Yaum al-Furqan (Hari Pembeda) meletus pada Hari Jum’at, 17 Ramadhan 2 H. Jumlah pasukan kaum Muslim saat itu hanya 313, terdiri dari 1 menunggang kuda, sisanya jalan kaki. Tercatat 14 di antara mereka sebagai syuhada’ Badr. Sementara pasukan kaum Kafir Quraisy berjumlah 1000 orang; 80 orang pasukan berkuda, sisanya jalan kaki; 70 orang gugur, 70 lainnya menjadi tawanan perang. Dalam peristiwa ini, pasukan kaum Muslim dibantu oleh 5000 malaikat (Q.s. Ali ‘Imran [03]: 125).

Di bulan suci ini pula, Rasulullah dan para sahabat berhasil menaklukkan kota Makkah, tepatnya pada bulan Ramadhan 8 H. Penaklukan kota Makkah ini juga disebut penaklukan agung (al-fath al-a’dham). Kaum Kafir Quraisy pun berbondong-bondong masuk Islam, termasuk Abu Sufyan dan para pemuka Kafir Quraisy. Pada saat itulah, turun perintah untuk menghancurkan berhala dari sekitar Ka’bah. Karena itu, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai syahru al-jihad wa al-intishar (bulan Jihad dan Kemenangan).

KIAT-KIAT SUKSES RAMADHAN

Inilah keutamaan bulan Ramadhan. Dengan mengetahui nilai dan keutamaan bulan Ramadhan ini, maka seorang Muslim yang sadar, tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan di bulan suci ini. Inilah kunci sukses meraih kemuliaan di bulan Ramadhan, yaitu mengerti nilai dan keutamaan bulan ini. Dengan begitu, dia tahu apa yang harus diraih. Sekedar contoh, jika 1 perbuatan wajib nilainya 70 kali perbuatan wajib di luar bulan Ramadhan, maka jika dikalkulasi dalam 1 hari ada 5 kali shalat dan 1 puasa, berarti 6 perbuatan wajib dikalikan 70, sama dengan 420. Dalam sehari saja, minimal seorang Muslim akan mendapatkan pahala setara dengan 420 perbuatan wajib di luar bulan Ramadhan. Jika nilai ini dikalikan 30 hari, maka dia akan mendapatkan 12,600 kali perbuatan wajib. Itu baru 6 kali perbuatan wajib, lalu bagaimana kalau dia berdakwah, yang nota bene hukumnya wajib? Pasti pahalanya lebih banyak lagi. Belum lagi kalau ditambah dengan perbuatan sunah.

Nah, kesadaran inilah yang harus dimiliki tiap Muslim, sehingga dia tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan emas di bulan suci ini. Lalu bagaimana kiat-kiat kita agar sukses meraih seluruh kemulian di bulan ini?

Pertama, selain menyadari kemuliaan bulan ini, dia harus menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak bebas dari dosa (ma’shum), Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih ampunan dan melipatgandakan amal shalih. Karena inilah bekal untuk menghadap Allah pada Hari Kiamat. Kesadaran ini harus tumbuh kokoh dalam diri kita, sebagai satu-satunya motivasi amal kita.

Kedua, untuk meraih semuanya tadi, setiap Muslim harus mempunyai program pribadi selama Ramadhan, antara lain:

1- Taubatan nashuha: Taubatan nashuha adalah taubat dengan melepaskan diri dari dosa, menyesalinya dan tidak mengulanginya kembali, diikuti dengan kesungguhan melakukan amal shalih yang dilandasi keimanan. Jika ada hak orang lain yang terkait dengan materi atau non-materi, maka harus segera dikembalikan, atau minta dihalalkan. Karena itu, taubat ini menjadi poin pertama, dan pondasi program-program berikutnya.

2- Menjaga pendengaran, lisan dan mata dari perkara yang diharamkan, baik di siang hari maupun di malam hari bulan Ramadhan.

3- Menjaga amalan-amalan sunah dan nafilah.

4- Menjaga shalat rawatib (5 waktu) berjamaah di masjid.

5- Berkeingan kuat untuk menjadi saksi adzan, iqamat, takbiratul ihram bersama imam, dan berdiri di baris terdepan.

6- Menjaga shalat Tarawih, shalat syaf’ (shalat 2-10 rakaat) sebelum witir, dan witir. Biasanya shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat, atau 10 rakaat, kemudian dilanjutkan malam harinya dengan 2-10 rakaat, kemudian ditutup dengan witir 1 rakaat, atau 2-8 rakaat, kemudian witir 3 rakaat.

7- Menjaga qiyamullail.

8- Membaca minimal 1 juz tiap hari.

9- Menghapal sebagian ayat al-Qur’an tiap hari.

10- Menghapal satu hadits atau lebih tiap hari.

11- Silaturrahmi kepada kerabat.

12- Bergaul dengan kaum Muslim dan mengetahui keadaan mereka.

13- Dzikir dan mengingat Allah serta mensucikannya setiap waktu, disertai menjaga dzikir waktu Subuh dan petang.

14- Berinfaq suka rela dengan memberi makan satu atau lebih orang yang berpuasa tiap hari, meski hanya dengan satu buah kurma.

15- Mengutamakan bersedekah kepada fakir miskin atau orang yang membutuhkan setiap hari, meski dengan kadar yang paling minim sekalipun.

16- Menjaga shalat Dhuha setiap hari.

17- Melakukan shalat dua rakaat setelah berwudhu’.

18- Menghadiri majlis ilmu.

19- Mempelajari minimal satu bab fiqih setiap hari.

20- Membaca ringkasan Sirah Nabi dan Akidah.

21- Berusaha mendamaikan atau menyelesaikan urusan orang yang bermasalah.

22- Berdoa saat berbuka sebagaimana doa yang diajarkan Nabi.

23- Dermawan dan membantu orang lain..

24- Berdakwah kepada Allah, amar makruf dan nahi munkar..

25- Menolong kaum Muslim yang berjihad di manapun.

26- Menyegerakan buka, dan mengakhirkan sahur.

27- Berbakti kepada kedua orang tua, baik yang masih ada, maupun telah tiada.

28- Melakukan i’tikaf pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan.

29- Melaksanakan umrah, karena umrah di bulan Ramadhan sama sekali haji bersama Rasulullah saw.

30- Menjaga pelaksanaan shalat Idul Fitri bersama kaum Muslim.

31- Berpuasa 6 hari bulan Syawal, atau Ayyam al-Bidh.

Ketiga, meski telah dibuat program, namun dalam praktiknya, kadang-kadang program tersebut, karena satu dan lain hal, tidak berjalan sesuai dengan rencana. Untuk itu diperlukan langkah berikutnya, yaitu kesungguhan dalam menjalankan program-program yang telah dibuat. Jika sudah ada kesungguhan, tetapi masih tidak bisa berjalan karena ada prioritas pekerjaan lain, maka bisa dibuat substitusi, yaitu program pengganti, agar nilai yang ingin diraih melalui amal yang tidak bisa dijalankan tersebut bisa digantikan dengan yang lain.

Keempat, menjadikan malam hari, sebagai malam muhasabah (evaluasi) dan takhthith (perencanaan). Yang dievaluasi adalah apa yang telah dikerjakan dan diperoleh selama sehari, dan apa yang bisa dan harus diraihnya besok. Ini dilakukan setelah melaksanakan shalat syaf’i dan witir. Dengan begitu, dia akan menatap agenda harinya esok dengan mantap dan jelas, tanpa ragu. Untuk memudahkan evaluasi dan perencanaan, bisa dibuat daftar pengecekan yang berisi poin-poin aktivitas di atas.

Inilah beberapa kiat sukses untuk mendapatkan kemuliaan di bulan suci Ramadhan, agar tak satu pun kesempatan emas di dalamnya terbuang sia-sia.


HUKUM-HUKUM PENTING SEPUTAR RAMADHAN


Selain beberapa hukum seputar Ramadhan yang telah dijelaskan di atas, Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Din menjelaskan beberapa hukum penting seputar puasa Ramadhan:

1- Wajib: Dalam hal ini ada beberapa hukum yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim: (1) Memonitor datangnya awal Ramadhan dengan merukyat hilal. Ini hukumnya fardhu kifayah. Jika tidak menemukan hilal, maka hitungan bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. (2) Niat berpuasa Ramadhan, dan tempatnya di dalam hati. (3) Mencegah masukkan apapun ke dalam salah satu lubang di dalam tubuh secara sengaja, baik telinga, hidung, kemaluan maupun dubur. (4) Menahan diri dari berhubungan badan (jimak). (5) Menahan diri dari mengeluarkan sperma secara sengaja, baik berciuman maupun onani. (6) Tidak muntah dengan sengaja. Karena sengaja muntah bisa membatalkan puasa.

2- Sunnah: Adapun perkara yang disunnahkan adalah: (1) Mengakhirkan sahur. (2) Menyegerakan buka puasa, baik dengan kurma, atau air sebelum shalat Maghrib. (3) Dermawan di bulan Ramadhan. (4) Mengkaji dan mendalami al-Qur’an. (5) I’tikaf di masjid, terutama pada hari sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, karena ini merupakan kebiasaan Rasulullah saw. Ketika memasuki hari sepuluh terakhir, baginda saw. banyak meninggalkan tempat tidur, mengencangkan sarung, bersungguh-sungguh dan memotivasi keluarganya untuk bersungguh-sungguh beribadah, karena di sana ada malam Lailatu al-Qadar. Baginda pun tidak keluar meninggalkan iktikaf, kecuali untuk melayani kebutuhan orang.

3- Mubtilat as-Shaum: Beberapa perkara yang bisa membatalkan puasa: (1) Makan, minum dengan sengaja. (2) Jimak dan mengeluarkan sperma dengan sengaja. (3) Haid dan nifas. (4) Sengaja muntah. (5) Memasukkan sesuatu dengan sengaja ke dalam salah satu lubang tubuh (mulut, hidung, telinga, kemaluan dan dubur). (6) Transfusi darah bagi orang sakit yang membutuhkan darah. (7) Bekam dan donor darah, karena ada hadits yang menyatakan, “Berbuka orang yang membekam dan dibekam.” (8) Infus cairan dalam tubuh untuk asupan makanan.

4- Mubahat: Perkara yang dibolehkan: (1) Siwak dan gosok gigi. (2) Mencicipi makanan, selama tidak masuk ke tenggorokan. (3) Menggunakan celak mata. (4) Infus cairan bukan untuk asupan makanan. Ini diperbolehkan, setidaknya menurut Ibn Taimiyyah. (5) Memeriksa darah, dengan mengambil sample darah, karena yang diambil hanya setetes atau dua tetes darah. (6) Muntah dengan tidak sengaja.

5- Udzur: Adapun udzur yang membolehkan seseorang untuk membatalkan puasanya, bisa dipilah menjadi tiga: (1) Udzur yang mewajibkan berbuka dan haram berpuasa. Jika berpuasa, malah tidak sah. Misalnya, haid dan nifas bagi wanita. Kepadanya diwajibkan mengganti puasanya. (2) Udzur yang dibolehkan tidak berpuasa, bahkan adakalanya wajib. Menurut pendapat Jumhur ulama, dia tidak wajib mengganti puasa, tetap wajib memberi makan fakir miskin. Misalnya orang yang sudah tua renta yang tidak mampu berpuasa dan orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh. (3) Udzur yang membolehkan tidak berpuasa, boleh jadi dalam kondisi tertentu wajib tidak berpuasa dan wajib mengganti, atau boleh berpuasa dan tidak, dan jika tidak berpuasa, maka wajib mengganti. Misalnya seperti orang sakit dan bepergian.

Ini beberapa hukum penting seputar puasa Ramadhan yang telah digariskan oleh Islam.

Friday, July 30, 2010

Ramadhan Kali Ini-Rencanakanlah


Termenung sambil melihat kalender. Wah, ternyata sudah Sya’ban!Ramadhan seolah sudah mengetuk di depan pintu.

Sebagaimana hampir semua ibu di negeri muslim berbagai kesibukan terbayang di depan mata. Di negeri ini, Ramadhan identik dengan: Harga naik (sekarang-pun harga cabai sudah menggila), beli baju baru, undangan buka puasa bersama, bagi-bagi zakat, dan...pulang kampung. Hampir semua bayangan tersebut lebih mewakili kebutuhan Idul Fitri yang memang harus dipenuhi di bulan Ramadhan (akhir) daripada tentang Ramadhannya sendiri.

Sadar atau tidak, ternyata kita di Indonesia jauh lebih mementingkan Idul Fitri daripada Idul Adha, dan bahkan lebih mementingkan Idul Fitri tinimbang Ramadhannya sendiri.

Sebagai momen pencapaian derajat Taqwa, Ramadhan adalah saat-saat penting yang sangat spesial bonusnya. Pahala di bulan suci ini semuanya dilipat-gandakan. Segala ketatnya larangan saat berpuasa seolah ingin diganjar mahal oleh Allah SWT. Segala macam keutamaan bulan suci Ramadhan dan Shaum Ramadhan sangat mudah kita temukan rujukan hadits-nya. Seolah Nabi Muhammad Saw tak henti-hentinya mengajak ummatnya memanfaatkan bulan penting ini untuk meraih keutamaan.

Khusus bagi kita muslimah, dan juga bagi keluarga muslim, sebenarnya apa saja yang dapat kita kejar untuk meraih segala keutamaan tersebut?

Rencanakanlah Ramadhan keluarga anda.

Ya, rencanakanlah. Jangan biarkan anda bersusah payah merencanakan Idul Fitri dengan segala kemewahannya tapi bahkan tidak memikirkan bagaimana Ramadhan akan dijalankan.

Sebenarnya, keseluruhan hidup kita seharusnya kita rencanakan dengan baik. Bukan dengan rencana tentang karir, pangkat atau jumlah harta, atau bahkan jumlah keturunan; Tetapi tentang bagaimana kita memprogram diri kita untuk menjadi semakin taqwa.

Ramadhan kali ini biarlah menjadi saksi di hadapan Allah SWT kelak bahwa anda dan keluarga sudah memulai perencanaan ini.

Rencanakanlah berbagai program untuk diri sendiri dan keluarga.

Program-program seperti apakah yang dapat anda gelar atau rencanakan? Berikut ini ada beberapa contoh:

Bagi keluarga kecil dengan anak balita, maka program tilawah, baik mendengarkan maupun membaca Al-Qur’an bersama-sama, merupakan program yang mudah untuk direncanakan. Tilawah Al Qur’an yang diperdengarkan merupakan salah satu Sunnah Nabi Saw. Konon beliau sering meminta para sahabat tertentu untuk khusus membacakan Al Qur’an untuk beliau (Saw). Jika Nabi yang mulia saja begitu inginnya untuk mendengarkan Al-Qur’an, mengapa kita tidak? Bagi kita, membiasakan si kecil sejak masih belia untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat suci merupakan pelajaran penting. Buatlah suasana menyenangkan sebelum program ini dilaksanakan, kemudian perlihatkanlah sikap tenang sepanjang acara berlangsung. Lakukan setiap hari pada jam-jam yang terpilih sesuai tenangnya suasana rumah dan saat mereka (atau dia) masih terjaga. Anda mungkin tak akan melihat hasilnya dengan segera, apalagi jika buah hati anda masih sangat kecil. Namun yakinlah, apapun yang dibacakan akan segera menembus relung hati insani miliknya dan kelak (Insya Allah) akan menunjukkan pengaruhnya yang kuat. Jiwa yang fitrah tak akan mengingkari kebenaran, dan Al Qur’an adalah suara kebenaran.

Program lain yang mungkin bermanfaat dan menarik bagi balita yang sudah mengerti tontonan adalah pembacaan cerita -baik berupa kisah sahabat Nabi Saw atau sirroh NabiSaw- Mendidik melalui kisah-kisah termasuk akan meninggalkan bekas mendalam. Kadang ada stasiun televisi yang mempunyai program film seperti ini. Anak-anak kami yang kini sudah remaja dan menikah, selalu masih mengingat program seperti ini yang pernah ditayangkan sebuah stasiun televisi sekitar 6 tahun yang lalu. Bahkan gambaran ceritanya masih membekas dan mempengaruhi sampai sekarang. Pemahaman mereka tetang kisah-kisah Islami tersebut benar-benar terbentuk, dan memang tetap harus didampingi agar tidak salah mengerti. Jika tak ada program seperti itu di televisi, maka buatlah sendiri dengan cara mengkoleksi vcd semacam itu dan putarkanlah secara berseri di jam-jam tertentu. Jika gemar mendongeng, bahkan mungkin saja anda atau suami yang melakukannya untuk mereka.

Bagi anak-anak yang sudah remaja, maka program yang kami sebut dengan ”muhasabah berhadiah” dapat menjadi alternatif. Muhasabah secara harfiah berarti ”menghitung diri”. Di sini maksudnya adalah sebuah catatan evaluasi harian akan aktivitas selama sebulan.

No. Tahun/Bulan: Tanggal
Kegiatan: 1 2 3 4 5 dst
1 Shaum Sunnah 1X / bulan ...
2 Istigfar 30X / hari ...
3 Olahraga 10 Menit / hari ...
4 Membaca Al-Quran 1/4 Juz / hari
5 Qiyamullail 1X / pekan
6 Infaq berapapun 1x / hari (pagi hari)
7 Sholat Dhuha 3x / pekan
8 Membaca buku Islam 1 buku / bulan
dst dst

Misalnya: shaum ramadhan, shalat tarawih, sholat sunnah, tilawah dan lain-lain. Setiap aktivitas dibuatkan target minimalnya atau maksimalnya, kemudian dihitung pencapaiannya dalam 1 bulan. Keseluruhan muhasabah tersebut dievaluasi di akhir Ramadhan kemudian diberi hadiah sesuai kesepakatan. Bagi remaja masih banyak lagi program Ramadhan yang secara kreatif diselenggarakan oleh berbagai pihak. Hanya saja kami menganjurkan agar program muhasabah ini tetap diadakan di rumah guna mengikat hati si remaja dengan keluarganya.

Yang dapat direncanakan juga di bulan suci penuh berkah ini adalah buka puasa bersama dengan keluarga besar. Misalnya dari pihak ayah 1 kali dan pihak ibu satu kali. Fungsinya untuk mendekatkan dengan keluarga besar. Lebih bagus lagi jika di tambah dengan siraman rohani. Sesuaikanlah dengan usia mayoritas anggota keluarga besar, misalnya jika mayoritas remaja maka pilih penceramah yang mengerti remaja dan seterusnya.

Kemudian yang terakhir yang tak kalah penting, kalau tidak bisa dikatakan yang paling penting bagi anda sendiri adalah program atau rencana bagi diri sendiri. Merencanakan untuk diri sendiri kadang paling sulit. Terutama bagi kaum ibu yang terbiasa mendahulukan keluarga, suami dan anak. Tidak, jangan begitu. Dalam hal ini tak sepantasnya anda hanya memikirkan orang lain. Ini masalah peningkatan diri sebagai muslimah yang lebih bertaqwa, sebagai manusia yang lebih baik lagi derajatnya dari sebelumnya, ini tentang kemajuan diri yang sebenarnya. Mendahulukan meningkatkan diri kita demi memberikan yang terbaik bagi keluarga merupakan hadiah terindah bagi mereka. Sebab, ketika kita -sebagai pendingin keluarga, sebagai pengasuh rumah dan seisinya, sebagai pendidik dan penawar anggota keluarga di saat gentingnya- maka kita sangat amat perlu tampil prima pada saat-saat amat dibutuhkan. Apalagi yang dapat membuat kita mampu menghadapi ujian berat dunia ini selain taqwa yang tinggi, hati yang sabar dan wajah yang hanya menghadap ke Allah SWT. Buatlah target-target pencapaian pribadi, sesuaikan antara kemauan dan kemampuan. Kemampuan di sini termasuk menghitung kesempatan yang ada dengan mempedulikan kesibukan dan kewajiban-kewajiban yang ada. Tapi sebenarnya, kunci program diri yang terbaik adalah pada perenungan pribadi. Buatlah jadwal aktivitas harian yang mungkinkan anda bangun tengah malam untuk munjt kepada Allah SWT. Momen Ramadhan dengan suasana syahdu dan sucinya amat cocok untuk merenung yang dalam, mohon ampunan Dzat Yang Maha Pengampun, mohon petunjuk Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk. Mulailah dengan Memuji dan Membesarkan Allah, kemudian memohon ampunan kepadaNya, lanjutkan dengan mengingat dan menyampaikan shalawat kepada Nabi Junjungan kita Muhammad Saw. Kemudian, apapun kesulitan sesaat yang sedang anda hadapi, apapun kekhawatiran sekecil apapun, adukanlah ke Allah. Setelah puas dengan segala permohonan pribadi, lanjutkan dengan mendoakan orang-orang yang kita cintai dst.

Targetkanlah bahwa sebulan penuh di Ramadhan ini anda bangun setiap malam untuk bermunajat kepada Allah SWT. Meskipun anda berhalangan karena haid, tidak mengapa anda tetap bangun untuk beristighfar, bershalawat dan berdoa. Jika satu program ini saja anda berhasil menjalankannya, maka Insya Allah hidup anda selanjutnya akan berubah total. Karena sesungguhnya, orang yang bergerak mencari Allah selangkah, maka Allah akan Menemuinya dengan langkah yang lebih banyak dan lebih cepat. Masih banyak program lain untuk anda, misalnya bertekad memperbaiki bacaan Tajwid AlQur’an anda, atau bertekad mempelajari toipik-tpopik tertentu seara mendalam, misalnya tentang kiamat da lain sebagainya. Momennya sangat tepat, suasananya Insya Allah akan mendukung, maka selanjutnya terserah anda. Wallahu’alam.

Thursday, July 15, 2010

Potret Diri Kita Jelang Ramadhan


Alhamdulillah saat ini, bertepatan 3 sya'ban 1431 H, kita sudah berada diambang bulan suci Ramadhan 1431 H. Bulan yang paling mulia yang dianugerahkan oleh Allah SWT khusus untuk umat Rasulullah Muhammad SAW. Dengan bulan Ramadhan ini, Allah berkehendak untuk mengangkat kita, umat Muhammad, sebagai umat yang bertaqwa. Sebagaimana tujuan puasa Ramadhan yang telah digariskan oleh Allah dalam Qs Al Baqarah : 183, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Menjadi manusia bertaqwa tidak cukup hanya dibulan Ramadhan. Namun ketaqwaan ini harus kita pelihara di sebelas bulan selain Ramadhan.

Pertanyaannya, "Apakah selama ini, sejak kita diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalani puasa Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya hingga saat ini, kita sudah berupaya untuk mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya yang akan mendekatkan kita padaNya atau justru kita meninggalkan segala perintahNya dan melanggar laranganNya yang justru menjauhkan diri kita dariNya?"

Oleh karena itu, menjelang bulan Ramadhan seperti ini, adalah saat-saat terbaik bagi kita untuk melihat potret diri kita selama ini. Evaluasi diri ini sangat penting untuk dilakukan agar kita mengetahui, apa yang harus kita perbaiki dari diri kita di bulan Ramadhan yang akan menjelang dan di sebelas bulan lainnya.
Dengan atau tanpa kita sadari, betapa selama ini kita menghabiskan siang dan malam dan mengerahkan segenap potensi diri kita untuk mengurus kepentingan duniawi dan melupakan kepentingan akhirat kita.
Semarak berbagai kemaksiyatan yang mewarnai kehidupan mayoritas kaum muslimin di Indonesia sekiranya sudah cukup untuk membuktikan hal itu. Mulai kasus kriminalitas semacam pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, perzinahan dan pornografi, aborsi serta narkoba, kekerasan terhadap anak, perempuan, dan manusia melalui perdagangan manusia (human trafficking), perilaku hidup hedonis dan individualis serta materialis melalui antusiasme kita mengikuti ajang hura-hura yang hanya mengutamakan kepentingan syahwat kita, hingga kezhaliman baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat dan negara terhadap sesama umat manusia bahkan alam semesta. Terkait dengan apa yang sudah dan sedang kita lakukan selama ini, tentu hanya diri kita dan Allah yang maha tahu.

Betapa kita memberi ruang yang berlebihan pada kepentingan duniawi dan melupakan kepentingan kita di akhirat. Maha benar Allah dengan firmanNya, " Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kalian ini (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan akhirat " (Qs al Qiyamah : 20-21).

Selain itu, meskipun kita mengetahui bahwa Allah telah mengajarkan dalam al Qur'an dan hadist :

" Sesungguhnya Tuhan tidak melihat badanmu atau bentukmu, tetapi kedalam hatimu " (HR Muslim)


" Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang berakal "
(Qs Al Baqarah : 197),

sebagian dari diri kita masih menghargai kehidupan dunia melebihi kehidupan akhirat.
Perhatikan sistem penghargaan sosial ditengah masyarakat. Derajat seseorang dinilai dan ditentukan oleh masyarakat kini dengan seberapa besar ia berhasil mengumpulkan materi sepanjang hidupnya. Implementasinya, orang-orang berada, tak peduli darimana dan dengan usaha apa mereka mendapatkan kekayaannya dan tak peduli apakah mereka berakhlaqul karimah ataukah tidak, lebih dihormati dan dihargai daripada orang-orang miskin walaupun si miskin tersebut orang-orang yang beriman dan bertaqwa . Padahal jelas, standard penilaian baik-buruk nya manusia di hadapan Allah adalah tingkat ketaqwaannya.

" Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepadaNya ; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. "
(Qs Ali Imran : 102)

Pribadi yang bertawa tidak pernah gusar dalam kesempitan dan tidak pernah larut dalam kelapangan. Ia menyikapi semua keadaan yang dialami dengan hati penuh keimanan dan ketaqwaan. Ia yakin bahwa segala sesuatu terjadi menurut kadar yang Allah tentukan bagi makhlukNya. Ia imani firmanNya,

" Kami jelaskan yang demikian itu, supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kalian jangan terlalu gembira dengan apa yang diberikanNya padamu. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri "
(Qs Al Hadiid :23)

Allah juga berfirman dalam dua hadist QudsiNya,

" Sebagian orang yang pernah menyembah kenikmatan di dunia, calon penghuni neraka, dipanggil pada hari kiamat. Ia dibenamkan dalam satu kali benaman kedalam neraka. Lalu ia ditanya, ' Hai manusia, apakah engkau merasakan ada kebaikan sedikitpun? Apakah engkau masih terasa nikmat yang engkau rasakan dulu itu selama di dunia?' Ia menjawab, ' Tidak ada, wahai Tuhanku!. Aku sama sekali tidak merasakan ada kebaikan yang pernah kurasakan dan merasa tidak ada kenikmatan yang pernah kurasakan.' Lalu dipanggillah orang yang paling sengsara di dunia, ia calon ahli syurga. Dia dibenamkan kedalam syurga satu kali. Kemudian ia ditanya, 'wahai manusia! Aapakah engkau merasakan kesengsaraan? Pernahkah engkau merasakan kesusahan luar biasa (selama di dunia)?' 'Tidak pernah, wahai Tuhanku! Sama sekali aku tidak merasakan sengsara dan tidak merasakan kesusahan'. "


" Jika calon penghuni syurga telah masuk syurga, Allah SWT berfirman, ' Hai ahli syurga! Apakah kalian ingin sesuatu yang lebih nikmat dari nakmat ini?'. Mereka menjawab, ' Bukankah Engkau telah mencemerlangkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami kedalam syurga dan menyelamatkan kami dari neraka?' ; Maka disingkaplah hijab. Maka tidak ada kenikmatan yang lebih mereka senangi daripada memandang Tuhan mereka " (HQR Imam Muslim).

Dan terkait hal ini, Allah berfirman dalam kitabNya,

" Wajah orang-orang mu'min pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat "
. (Qs Al Qiyamah : 23-24)

Tidakkah hati dan fikiran kita tergerak untuk menjadi manusia bertaqwa di sepanjang usia yang diberikan Allah pada kita agar kita bisa berjumpa dan menatap wajah Allah SWT, Rabbul alamiin yang sangat menyanyangi diri kita?

Tuesday, June 15, 2010

Nasihat Rasulullah Jelang Ramadhan


NASIHAT RASULULLAH MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
(diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib r.a.)

Wahai manusia!
Sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah yang membawa berkah, rahmat, dan maghfirah.
Bulan yang paling mulia di sisi Allah.
Hari-harinya
adalah hari-hari yang paling utama,
malam-malam di bulan Ramadhan
adalah malam-malam yang paling utama,
jam demi jamnya adalah jam yang paling utama.

Inilah bulan yang ketika engkau diundang menjadi tamu Allah
dan dimuliakan oleh-Nya.

Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima,
dan
doa-doa diijabah.

Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk menjalani shaum dan membaca kitab-Nya

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fakir dan miskin.

Muliakanlah orang-orang tuamu, sayangilah yang muda, sambunglah tali persudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya, dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarkannya.

Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu. Bertobatlah kepada Allah dari dosa-dosamu

“Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hambanya dengan penuh kasih;Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya, dan mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.”


Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa)-mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah! Allah Ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri dihadapan Rabb Al-'Alamin.

Wahai manusia! Barangsiapa diantaramu memberi makanan berbuka kepada orang-orang Mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka disisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan ia diberi ampunan atas dosa-dosanya yang lalu.

Sahabat-sahabat bertanya: " Ya Rasulullah!Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.“ Rasulullah meneruskan: Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.

Wahai manusia! Siapa yang membaguskan ahlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirath/jalan pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.

Barang siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari Kiamat. Barang siapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakannya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa menyambungkan tali persudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardhu baginya adalah ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardhu dibulan yang lain.

Barang siapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa pada bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Qur'an pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu.

Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib k.w. berkata,:Aku berdiri dan berkata, "Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama dibulan ini?”
Jawab Nabi:Ya abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah".

Di kutip dari:"Puasa Bersama Rasulullah", karangan Ibnu Muhammad, Pustaka Al Bayan Mizan.

Monday, June 14, 2010

Jelang Ramadhan...


Bulan rajab sudah tiba
Bulan sya'ban akan kita sambut
dan akan berakhir
berganti dengan bulan ramadan

Khusus dalam ketiga bulan itu
Rasulullah berdoa :
" Allahumma baariklanaa fii rajab wa sya'ban wa ballighnaa ramadhaan wa hashshil maqaashidanaa"
(yaa Allah,berkahilah kami di bulan rajab dan sya'ban serta sampaikanlah diri kami pada bulan ramadhan dan tunaikanlah keinginan-keinginan kami)
--HR Ahmad


yaa Allah,
tak terasa tahun ini ramadhan kian dekat
Namun hamba harap cemas
akankah hamba temui ramadan tahun ini
sebagaimana hamba temui ramadhan tahun-tahun sebelumnya?
Hamba :
~berdoa sebagaimana Rasulullah SAW berdoa dalam menyambut kedatangannya---smoga Engkau mengabulkannya
~menyiapkan ruh dan fisik serta menyempurnakan amalan-amalan wajib dan memperbanyak amalan-amalan sunnah sejak dini sebagai warming up sambut ramadan
~berharap warming up sambut ramadan itu akan selalu istiqamah hamba lakukan di dalam dan di luar bulan ramadhan
~smoga persiapanku jelang dan tibanya ramadan tahun ini, jika Engkau panjangkan usiaku, bisa optimal dan kualitas ramadhan tahun ini lebih baik dari pada tahun lalu
~smoga dengan persiapan ini Engkau mudahkan hamba dalam menunaikan/mewujudkan keinginan-keinginan hamba di bulan yang suci nan agung ini...

Monday, September 14, 2009

LePaS RaMaDaN, JeLaNg FiTraH


Masihkah terbesit dalam benak kita bagaimana luapan euforia seorang muslim dalam menyambut kedatangan bulan Ramadan?
RAMADAN,
Bulan dimana Allah menjamu kita sebagai tamu yang dimuliakanNya dengan berbagai keistimewaan dalam setiap waktu, amal bahkan nafas.
Nafas kita ikut bertasbih dengan berpuasa, tidur kita bernilai ibadah, amal shalih kita--selama diniatkan ikhlas karena Allah dan dilakukan sesuai ajaran rasulullah SAW--diterima disisi Allah, dan doa-doa kita di ijabah.
Pintu surga terbuka lebar, pintu neraka tertutup rapat, dan iblis terbelenggu. Ramadan adalah mimpi buruk bagi iblis (sehingga tak ada alasan bagi kita untuk bermaksiyat karena kita tak punya alasan mengkambing hitamkan iblis atas dosa-dosa kita. Iblis bisa saja terbelenggu tapi tidak dengan hawa nafsu manusia. Hanya manusialah yang bisa mengendalikannya dengan akal yang dibimbing oleh keimanannya kepada Allah SWT).
RAMADAN,
Bulan yang memiliki 30 hari ;
10 hari pertama sebagai rahmat Allah
10 hari kedua sebagai maghfirah Allah
10 hari ketiga sebagai hari pembebasan manusia dari dosa-dosanya
Di bulan ini, ada satu malam (lailatul Qadar) yang lebih baik dari pada 1000 bulan
Di bulan ini, Allah tak sia-siakan amal manusia sekecil apapun. Amal wajib diganjar pahala 70X lipat, amal sunnah diganjar pahala seperti amal wajib.
RAMADAN,yang didahului bulan rajab dan sya'ban,
bulan dimana terjadi beberapa peristiwa bersejarah Islam;
Isra' Mi'raj, pemindahan kiblat umat Islam, nuzulul Qur'an, perang Badar (17 Ramadan) yang memenangkan kaum muslimin, dan pembebasan kota Mekkah (20 Ramadan).

Setiap waktu yang kita gunakan untuk amal kebaikan bernilai pahala.
Merugilah orang-orang yang :
--- Menyia-nyiakan peluang Ramadan yang diberikan Allah setahun sekali
--- Berpuasa tetapi hanya mendapatkan pahala menahan lapar dan haus tetapi tidak dapat menahan hawa nafsu dari perbuatan dosa
--- Hanya mencukupkan dirinya dengan aktivitas minimalis bukan maksimalis.
--- Tak mendapatkan berkah rahma dan mahfirah Allah di bulan suci ini.


LEPAS RAMADAN, JELANG FITRAH

Di bulan Ramadan,
Allah melatih kita untuk menjadi muslim yang tetap istiqamah dengan ketakwaan utuh sepeninggal Ramadan (Qs al Baqarah : 183)
Seandainya kita ditunjukkan Allah 'dzat' keistimewaan yang terkandung dalam bulan Ramadan, niscaya kita berharap agar seumur hidup kita adalah Ramadan.

Muslim yang berpuasa Ramadan dengan benar akan terlahir suci kembali seperti bayi yang terlahir suci tanpa dosa dari rahim ibu. Karena Allah telah mengampuni dosa-dosanya terdahulu.
Allah ta'alaa berfirman :
" Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama Allah ; tetaplah lurus atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya " (Qs ar Ruum : 30)

Fitrah manusia adalah fitrah yang diciptakan Allah agar manusia tetap dalam karakteristik penciptaannya sebagai manusia yang siap menerima kebenaran Allah, Islam.
Ketika Allah menyempurnakan, meridhai dan mencukupkan Islam sebagai agama kita, Allah menjadikan akal, kebutuhan jasmani dan naluri kita siap untuk tunduk dan patuh pada Islam.
Puasa debfab serangkaian aktivitas Ramadan sejatinya telah mengkondisikan diri kita untuk menyadari dan memahami fitrah kita sebagai hamba Allah yang taat dan berserah diri padaNya.
Ramadan melatih kita untuk menerima Islam apa adanya, yakni Islam sebagai way of life (jalan hidup) yang mengatur aspek spiritual dan politis manusia.
Islam sesuai dengan fitrah manusia. Ketika Islam menolak sekulerisme dan demokrasi dalam bentuk komunisme dan kapitalisme, sejatinya muslim menolak sistem hidup selain Islam.
Sebaliknya, jika manusia menolak fitrah tersebut (Islam), penolakan tersebut akan berdampak pada :
1 DEHUMANISME
penanggalan sebagian / seluruh fitrah manusia sama halnya dengan menanggalkan sifat humanis (manusiawi) dari diri manusia.
Ketika manusia memiliki mata, telinga, dan hati/akal, tetapi tidak digunakannya untuk menerima kebenaran Allah, Allah menilai manusia semacam ini seperti bahkan lebih sesat dari pada binatang,
" Mereka mempunyai kalbu tetapi kalbu itu tidak ia gunakan untuk memahami ayat-ayat Allah. Mereka mempunyai mata, tetapi mata itu tidak ia gunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Mereka mempunyai telinga, tetapi telinga itu tidak ia gunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi " (Qs al A'raaf : 179)

Manusia juga sering melampaui batas.
Fitrah manusia tidak membenarkan manusia untuk berposisi kecuali sebagai makhluk Allah yang lemah dan terbatas yang menyembah pada Nya. Fitrah tersebut juga tidak membenarkan manusia untuk menempati posisi Tuhannya sebagai pembuat hukum (al Hakim).
Fitrah tersebut juga tak membenarkannya untuk membatasi otoritas Allah dalam aspek spiritual saja sementara ia mengabaikan otoritas Nya dalam mengatur aspek politis manusia. Sekulerisme adalah bentuk penolakan manusia atas fitrahnya. Sekulerisme menjadikan manusia sebagai hamba yang diperbudak oleh hawa nafsunya.
" Terangkan padaKu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.Apakah kamu menjadi pemelihara atasnya? ataukah kamu mengira bahwa mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya " (Qs al Furqan : 43-44)

Ketika manusia melanggar pantangan Allah untuk tidak mendekati zinah apalagi melakukannya, yang terjadi adalah merebaknya virus mematikan HIV AIDS dan marak aborsi yang membunuh jutaan manusia.
Pola hidup sekuler semacam ini akan menggerus dan menanggalkan sifat humanis manusia.


2. KEHANCURAN KEHIDUPAN

Penolakan terhadap fitrah manusia juga akan berdampak pada hancurnya stabillitas kehidupan manusia dengan sesamanya.
Free sex dan narkoba serta akibat buruk yang ditimbulkannya telah merusak kelestarian jenis manusia. Sistem ekonomi liberal ribawi juga telah menjerumuskan negara dunia ketiga dan rakyatnya dalam jerat hutang tak terbayar dan kemiskinan dan kebodohan.
Maha benar Allah dengan firmanNya :
" Barang siapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit " (Qs Thaha : 124)

3. KEHANCURAN ALAM

Sistem hidup yang mengabaikan kepedulian pada lingkungan alam akan merusak eksistensi ekosistem yang hidup dalam alam semesta.
Penggundulan,illegal logging, dan pembakaran hutan berakibat pada tanah longsor, dan banjir bandang,
Paceklik di musim kemarau dan banjir di musim hujan serasa belum mendatangkan 100% berkah dr langit dan bumi namun musibah dan bencana. Perbuatan manusia yang merusak telah menhancurkan alam beserta ekosistem yang hidup didalamnya. Dalam kondisi semacam ini, kita hanya bisa bermimpi tentang manusia yang hidup akur dengan alam.

Demikianlah sebagian dampak buruk akibat penolakan manusia terhadap fitrahnya (Islam).
Islam adalah agama sempurna yang menyempurnakan kehidupan manusia dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik dan teladan bagi umat lainnya (Qs ali Imran : 110).
Ramadan adalah moment tepat untuk mengawali perubahan yang lebih baik bahkan terbaik.
Dengan segala keterbatasan kita, masih ada peluang untuk mengoptimalkan ibadah di sisa 10 hari terakhir bulan Ramadan sebelum Ramadan meninggalkan kita dan hari yang fitri menjelang...Hari raya sejatinya untuk merayakan kemenangan umat Islam yang berpuasa ramadan dengan benar, dengan semangat hidup baru, dan jalan hidup baru yang lebih baik dari hari kemarin...


" Allahumma laa taj'alhu aakhiral ahdi min shiyaaminaa iyyahu. Fa inji'altahu faaj'alnii marhuuman wa laa taj'alnii mahruuman "
( Yaa Allah, janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai ramadan terakhir dalam hidupku. Seandainya Engkau berketetapan sebaliknya, maka jadikanlah puasaku ini sebagai puasa yang dirahmati bukan puasa yang hampa semata)